LAPORAN GEOGRAFI POLITIK JUDUL STUDI KASUS KEPENTINGAN TIGA NEGARA DI SELAT MALAKA

BAB I

PENDAHULUAN

  1. LATAR BELAKANG

Selat Malaka adalah sebuah selat yang terletak di antara Semenanjung Malaysia (Thailand, Malaysia, Singapura) dan Pulau Sumatra (Indonesia). Dari segi ekonomi dan strategis, Selat Malaka merupakan salah satu jalur pelayaran terpenting di dunia, sama pentingnya seperti Terusan Suez atau Terusan Panama.

Selat Malaka membentuk jalur pelayaran terusan antara Samudra Hindia dan Samudra Pasifik serta menghubungkan tiga dari negara-negara dengan jumlah penduduk terbesar di dunia: India, Indonesia dan Republik Rakyat Tiongkok. Sebanyak 50.000 kapal melintasi Selat Malaka setiap tahunnya, mengangkut antara seperlima dan seperempat perdagangan laut dunia. Sebanyak setengah dari minyak yang diangkut oleh kapal tanker melintasi selat ini; pada 2003, jumlah itu diperkirakan mencapai 11 juta barel minyak per hari, suatu jumlah yang dipastikan akan meningkat mengingat besarnya permintaan dari Tiongkok. Oleh karena lebar Selat Malaka hanya 1,5 mil laut pada titik tersempit, yaitu Selat Phillips dekat Singapura, ia merupakan salah satu dari kemacetan lalu lintas terpenting di dunia.

Selat Malaka tergolong selat internasional yang artinya dapat digunakan untuk pelayaran (navigasi) internasional. Definisi selat internasional menurut Ana G. Lopez adalah: “a natural maritime passage which entails a contraction of the waters no greater than double the width of the territorial sea of the respective coastal States, which separates two land masses, and communicates a high seas or EEZ area with another high seas or EEZ area, or a high seas or EEZ area with the territorial sea of another State or, possibly, with its interior waters or its archipelago waters, and is used for international navigation” (Lopez, 2010).

Definisi di atas dapat dimaknai bahawa selat internasional sebagai sebuah wilayah perairan alami yang menjadi tempat perlintasan yang ukurannya tidak lebih luas dari dua kali lebar laut teritorial negara pantai masing-masing, selat internasional memisahkan dua daratan, dan menghubungkan antara satu laut lepas sebuah negara pantai dengan laut lepas negara lain atau antara satu Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) dengan ZEE lain dengan laut Karakteristik dan Permasalahan Selat Malaka (M. Saeri) 810 teritorial negara lain jika memungkinkan, selat internasional menghubungkan perairan pedalaman dari sebuah perairan kepulauan yang digunakan untuk pelayaran internasional (Lopez, 2010).

Selat Melaka adalah salah satu selat internasional terpenting di dunia, selain itu, selat ini juga merupakan selat tersibuk kedua di dunia setelah Selat Hormuz, kenyataan ini tak lepas dari letaknya yang strategis dan sejarah penggunaan selat yang sangat panjang. Selat Melaka diapit oleh Pulau Sumatera (Indonesia) dan Semenanjung Malaysia. Sebagai bagian dari wilayah perairan, ada beberapa karakteristik umum Selat Melaka yang perlu diperhatikan, yaitu sejarah penggunaan Selat Melaka, kondisi geografis dan ekologis, dan tantangan-tantangan yang dihadapi mencakup nilai strategis selat sebagai jalur transportasi perairan, isu-isu ancaman keamanan, masalah lingkungan, pengaturan penggunaan selat, aturan hukum di wilayah perairan, sumber daya yang terdapat di Selat Melaka, kepentingan negara-negara terhadap Selat Malaka, serta karakteristik lainnya.

  1. RUMUSAN MASALAH

Studi kasus kepentingan tiga negara (Indonesia, Malaysia dan Singapora) di Selat Malaka.

  1. TUJUAN

Penulisan laporan ini dilakukan dalam tujuan, antara lain sebagai berikut :

  1. Agar mampu mengetahui potensi Selat Malaka ?
  2. Agar mampu mengklasifikasikan permasalahan batas negara ?
  3. Agar mampu mengetahui berbagai kepentingan Tiga Negara di Selat Malaka ?

BAB II

RUMUSAN MASALAH

  1. KONDISI GEOGRAFIS SELAT MALAKA

Selat Melaka berada di antara dua daratan besar yaitu Pulau Sumatera dan Semenanjung Malaysia. Saat ini ada tiga negara berdaulat yang berbatasan langsung dengan Selat Melaka yaitu Indonesia Malaysia dan Singapura. Pulau Sumatera (Indonesia) yang kawasannya langsung berhadapan dengan Selat Melaka adalah provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Riau, Jambi dan Kepulauan Riau, sedangkan negara bagian di Malaysia yang berbatasan langsung dengan Selat Melaka adalah Kedah, Perlis, Melaka, Johor, Selangor, Negeri Sembilan, Perak, yang keseluruhan dari negara bahagian ini terletak di Semenanjung Malaysia. Panjang Selat Malaka sekitar 805 km atau 500 mil dengan lebar 65 km atau 40 mil di sisi selatan dan semakin ke utara semakin melebar sekitar 250 km atau 155 mil (Cleary & Chuan, 2000).

  1. BATAS-BATAS SELAT MALAKA

Batas-batas Selat Malaka yaitu di sebelah Barat dibatasi atau sejajar dengan bagian paling Utara pulau Sumatera (5°40′LU 95°26′BT) dan Lem Voalan di bagian paling Selatan dari Goh Phuket (Pulau Phuket) di Thailand (7°45′LU 98°18′BT). Pada bagian Timur sejajar antara Tanjong Piai (Bulus), dan wilayah paling selatan daripada Semenanjung Malaysia (1°16′LU 103°31′BT) dan kemudian ke arah Karimun (1°10′LU 103°23.5′BT). Di sisi Utara dibatasi oleh pantai Barat Daya Semenanjung Malaysia dan dari Selatan dibatasi oleh Pantai bagian Timur Laut Pulau Sumatera ke arah Timur dari Tanjung Kedabu (1°06′N 102°58′BT) kemudian ke pulau Karimun (Cleary dan Chuan, 2000).

  1. KONFLIK KEPENTINGAN TIGA NEGARA

Sejak lama Selat Melaka telah mempermudah, mempersingkat dan mengurangi ongkos perjalanan dari wilayah-wilayah yang bersebalahan ataupun yang dihubungkan dengan Selat Melaka. Sebagaimana yang telah banyak diketahui bahwa ada dua samudera besar yang mengapit Selat Malaka, iaitu Samudera Pasifik yang berada di sebelah Timur Selat Melaka dan Samudera Hindia yang berada di sebelah Barat Selat Malaka. Keadaan itu menjadikan Selat Melaka sebagai sebuah kawasan yang sangat stratejik. Peraturan penggunaan Selat Malaka sebagai jalur lalu lintas perairan dunia adalah sangat penting. Kapal-kapal yang melewati Selat Malaka mengangkut banyak bawaan, ada minyak, maupun barangan yang bukan termasuk komoditi dagang, dan dijangkakan lebih dari 70,000 kapal yang melintasi selat ini tiap tahunnya dan jumlah itu akan terus bertambah. Selat Malaka boleh menjadi jalur utama untuk mengangkut barangan seperti minyak dari pada Asia Barat atau Timur Tengah ke Asia Timur. Kekuasaan dalam mengatur penggunaan Selat Malaka menjadi tanggung jawab ketiga negara pantai yang berbatasan langsung dengan Selat Melaka, iaitu Indonesia, Malaysia dan Singapura. Ketiga negara itu adalah negara pantai (coastal state) memiliki tanggung jawab dalam menjaga keselamatan dan memberi kebebasan bagi pelintas damai (innocent passage) yang melintasi Selat Malaka sesuai dengan aturan di dalam UNCLOS.

BAB III

PEMBAHASAN

Selat Malaka merupakan salah satu selat penting dalam sejarah. Hal ini disebabkan letak Selat Malaka yang strategis sehingga menjadi salah satu bagian penting dalam sejarah Cina dan India terutama dalam hal jalur perdagangan keduanya.  Penguasaan keduanya juga silih berganti antara kerajaan–kerajaan di Jawa (Indonesia) dan kerajaan dari Malaysia. Memasuki abad ke 14, bangsa Arab mulai menguasai daerah ini dan menjadikan Selat Malaka sebagai jalur perdangangan yang sangat besar di kawasan Asia Tenggara. Memasuki abad ke 16, Selat Malaka jatuh ke tangan bangsa Eropa yaitu Portugis yang mulai menyebarkan pengaruhnya ke kawasan Asia Tenggara (Rodrigue : 2004 : 13). Jatuhnya Selat Malaka ke tangan Portugis ini menjadikan titik awal bangsa Eropa yang mulai berdatangan untuk melakukan kolonialisasi dan imperialisasi ke kawasan Asia Tenggara.

Pada masa sekarang, Selat Malaka merupakan bagian penting dalam dunia maritim karena mendukung sebagian besar perdagangan maritim antara Eropa dan Asia Pasific, terbukti dengan 50.000 kapal per tahun atau 600 per hari melewati selat ini dalam rangka perdagangan (Rodrigue, 2004 : 13). Letak Selat Malaka yang berada diantara tiga negara, Indonesia, Malaysia dan Singapura menimbulkan berbagai macam permasalahan yang menyangkut pembagian keuntungan terkait kepemilikan Selat Malaka. Selat Malaka merupakan jalan utama untuk menuju wilayah Laut Cina Selatan. Kondisi Laut Cina Selatan yang memang kaya akan minyak dan gas alam membuat banyaknya kapal yang melintasi Selat Malaka. Tercatat 25% dari jalur pelayaran global melewati Selat Malaka dan menuju ke arah Laut Cina Selatan (Rodrigue, 2004 : 14). Negara – negara yang melihat keuntungan Selat Malaka ini tidak hanyalah negara di kawasan Asia Tenggara, karena memang Selat Malaka akan langsung mengarah ke Spratly Islands yang terbukti kaya akan minyak dan gas alam.Spratly Islands disputes antara beberapa negara Asia Tenggara dan Cina serta-merta menimbulkan ketengangan terkait letak Selat Malaka yang strategis dan kepemilikannya yang tidak terpaku pada satu negara.

Letak ketiga negara yang memang mengitari Selat Malaka menyebabkan kesulitan untuk menentukan perjanjian atau kesepakatan tentang pajak yang harus dipungut, hasil yang harus dibagi, dan lain sebagainya. Permasalahan yang menghambat tercapainya kesepakatan antar tiga negara bermacam-macam, antara lain ketidakstabilan hubungan politik antara tiga negara. Pada masa Indonesia masih dikuasai oleh rezim Soeharto, Malaysia dan Singapura terlihat tunduk dan tidak banyak protes. Namun sejak Soeharto lengser, pemimpin-pemimpin selanjutnya lebih banyak terlibat konflik yang membuat hubungan ketiganya tidak bisa sangat kondusif untuk membahas permasalahan Selat Malaka ini. Selain hubungan yang tidak stabil antara tiga negara yang serta merta mempengaruhi aktifitas militer di Selat Malaka ini, ada satu hal lagi yang menjadi permasalahan pelik dalam pembahasan Selat Malaka, yaitu bajak laut (Rodrigue, 2004 : 14). Bajak laut yang sudah dari masa kolonial Eropa mendiami Selat Malaka sampai dengan sekarang masih ada dan menganggu keamanan Selat Malaka ini. Baik Malaysia dan Singapura beranggapan bahwa bajak laut ini bersumber dari Indonesia, karena ada sekelompok orang yang secara turun-temurun mendiami wilayah yang berada di Selat Malaka. Namun sampai sekarang, permasalahan ini tidak bisa diselesaikan, justru berkembang menjadi kejahatan transnasional.

Malaysia merupakan negara dengan kondisi wilayah yang kaya akan sumber daya alam serta posisi strategisnya dari Selat Malaka. Kondisi ini menarik perhatian dari para pedagang dan pelaut Arab sejak abad pertama. Sejak Inggris mengambil alih Malaysia pada 1725, Inggris mulai mengeluarkan beberapa kebijakan yang bekerja sama dengan kesultanan Malaysia untuk mengeruk keuntungan dari Selat Malaka. Inggris juga berperan dalam “meminta” imigran dari Cina dan India untuk menjadi pekerja tambahan dengan tujuan ekspansi ekonomi (Vreeland, 1984 : 3-4 dalam Bandy, 1997 : 16).  Untuk sekarang, Malaysia menginginkan adanya jembatan besar yang membelah Selat Malaka dan menghubungkan ketiga negara, Malaysia, Indonesia dan Singapura. Dengan adanya jembatan penghubung, diharapkan hubungan ketiga negara membaik dan mempermudah transportasi. Namun dalam hal ini, justru menimbulkan konflik baru diantara ketiga negara. Malaysia menggandeng Cina untuk mengembangkan proyek ini, namun hal ini ditentang oleh Indonesia yang memegang teguh prinsip non-intervensi dari ASEAN. Amerika Serikat juga disinyalir memiliki andil dalam konflik ini, karena dibawah Presiden Obama, Amerika berusaha melakukan pencegahan Cina yang terlihat  kembali melakukan take over wilayah Asia Tenggara (Saravanamuttu, n.d : 52). Kebijakan – kebijakan politik luar negeri Malaysia yang masih terpusat pada ASEAN jugalah yang menghambat jalannya proses ini.

Sebagai negara terkecil di pusaran Asia Tenggara, Singapura sebenarnya banyak memiliki kelemahan dalam mengupayakan teritori tertentu di wilayah Selat Malaka. Menurut sejarahm dari sejak Inggris mengambil alih wilayah Singapura, sumber perekonomian yang tinggi justru hadir dari pelabuhan utama Singapura. Kemakmuran ini menjadi semakin meningkat mengingat permintaan akan timah dan karet semakin tinggi selama hampir dua puluh abad (Bandy, 1997 : 15).  Melihat posisi strategis dari Singapura serta strategi ekonomi yang tepat, dapat dikatakan bahwa negara yang cukup makmur di kawasan Asia Tenggara adalah Singapura ini. Dengan sumber daya alam yang sangat terbatas, Singapura justru muncul menjadi key point bagi Asia Tenggara dengan menjadi second busies portsetelah Rotterdam. Pada April 2007, Singapura dan Indonesia sepakat untuk membentuk DCA (Defence Cooperation Agreement) dimana merupakan perjanjian bilateral yang sepakat untuk mengamankan wilayah perairan yang berbatasan dengan kedua negara, yaitu Selat Malaka dan Laut Cina Selatan. Dalam mengembangkan militernya, Singapura menggandeng Amerika Serikat untuk ikut serta mengamankan wilayah Selat Malaka dibawah tentara Singapura. Hal inilah yang menimbulkan pertentangan dengan Indonesia, karena Indonesia menganggap Amerika hanya berupaya untuk melakukan intervensi ke wilayah Asia Tenggara (Bandy, 1997 : 40).

Indonesia merupakan negara terbesar di wilayah Asia Tenggara.  Pada masa sebelum kolonialisasi, Indonesia merupakan negara dengan kerajaan – kerajaan yang sangat kuat seperti Sriwijaya dan Majapahit, dimana wilayah kekuasaannya meliputi Indonesia sampai ke Malaysia. Pada masa penjajahan Belanda, Selat Malaka dikuasai oleh Belanda di bawah serikat dagang mereka, VOC, dalam rangka melancarkan jalur perdagangannya. Sejak Indonesia diambil alih oleh Jepang pada 1942, Selat Malaka kemudian juga menjadi titik penting bagi Jepang. Bagi Jepang, Selat Malaka merupakan titik penting bagi strategi perang mereka (Bandy, 1997 : 45).  Pada masa Soekarno, geopolitik Indonesia cenderung ke arah negara – negara Blok Timur, walaupun Indonesia sendiri mendeklarasikan Gerakan Non Blok. Pada masa Soekarno ini juga, ketegangan antara Indonesia Malaysia terjadi. Soekarno menganggap pembentukan Federasi Malaysia hanyalah perpanjangan tangan dari Inggris yang akan melakukan imperialisme di kawasan Asia Tenggara. Karena hal ini, sempat ada penyerangan armada laut Malaysia di Selat Malaka oleh Indonesia. Sedangkan pada masa Soeharto, Indonesia condong ke arah Barat dengan melunaknya sikap Indonesia. Geopolitik dan geostrategi Indonesia dinilai mengarah ke kapitalis Barat dengan banyaknya pinjaman yang diambil oleh Indonesia pada masa Soeharto. Dewasa ini, geopolitik dan geostrategi Indonesia sekarang adalah terfokus pada lingkaran konsentris politik luar negeri Indonesia, yaitu ASEAN. Alasan inilah yang mendasari Indonesia berupaya mencegah ikut campurnya Amerika Serikat dalam permasalahan di Selat Malaka. Indonesia khawatir apabila armada Amerika Serikat masuk ke wilayah Asia Tenggara akan menimbulkan kondisi yang harmfull dan menganggu kestabilan keamanan negara lain.

Permasalahan yang timbul kemudian pada Selat Malaka sekarang yang sangat mempengaruhi Indonesia adalah masalah sea piracy. Seperti yang diketahui sebelumnya bahwa kondisi Selat Malaka yang sempit dan terdiri dari berbagai pulau akan sangat mudah bagi perompak menyerang kapal yang lewat kemudian bersembunyi dan menyulitkan angkatan laut yang bertugas di kawasan tersebut (Rodrigue, 2004 : 14). Permasalahan sea piracy ini sudah menjadi pembahasan tingkat regional karena dianggap tidak hanya membahayakan Indonesia, melainkan kestabilan ASEAN sebagai organisasi regional di Asia Tenggara. Apabila melihat ke belakang, ketiga negara yaitu Indonesia, Singapura dan Malaysia sudah memiliki perjanjian pada 16 November 1971 tentang Selat Malaka ini (Bandy, 1997 : 7).  Perjanjian yang didukung penuh oleh Indonesia dan Malaysia ini berisikan tentang kesepakatan tiga negara bahwa Selat Malaka merupakan bagian dari mereka, dan harus bekerja sama dalam mengatasi masalah terkait Selat Malaka. Untuk itulah badan koordinasi Selat Malaka hanya terdiri dari ketiga negara tersebut guna mencapai keefektifan dalam perjalanannya.

Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa Selat Malaka merupakan wilayah yang tidak bisa diabaikan dalam konteks geopolitik dan geostrategi Negara-negara Asia Tenggara terutama Indonesia, Malaysia dan Singapura. Walaupun pada awalnya geopolitik di Asia Tenggara tidak begitu penting, karena menurut Mackinder kawasan Asia Tenggara hanyalah wilayah luar yang tidak menjadi fokus pada konteks geopolitik. Namun apabila melihat kondisi sekarang serta kesibukan yang ada di Selat Malaka, maka kawasan Asia Tenggara bukan lagi menjadi wilayah luar yang tidak ada artinya. Dengan kondisi Selat Malaka yang mendatangkan banyak keuntungan bagi negara sekitar, tentu saja menyebabkan geostrategi yang tepat diluncurkan oleh Negara-negara seperti Indonesia, Malaysia, dan Singapura. Geostrategi yang mereka lakukan masih terkait dengan lingkaran konsentris masing-masing negara, yaitu ASEAN. Terutama Indonesia dan Malaysia, kebijakan politik luar negeri mereka yang terkait dengan Selat Malaka tidak akan lepas dari adanya kepentingan ASEAN dibanding Negara-negara seperti Amerika Serikat ataupun Uni Eropa.

BAB IV

PENUTUP

Selat Malaka sudah sejak lama menjadi salah satu kawasan tumpuan sangat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan dunia baik secara politik, ekonomi, dan budaya. Baik letak maupun kekayaan alam dan budayanya telah menarik perhatian kekuatan-kekuatan besar dunia dari barat (Eropa) maupun Timur (Arab, India, Cina). Hingga saat ini peran penting ini masih terus berlangsung dengan perubahan dan dinamika yang cepat seiring dengan cepatnya perubahan dan dinamika global. Diperkirakan pada masa mendatang peran penting Selat Malaka sebagai kawasan pertumbuhan dan perkembangan juga tetap berlangsung.

Sebagai salah satu pusat kepentingan politik dunia terutama sebagai dampak dari perkembangan politik dan keamanan di kawasan ini maka Selat Malaka tidak terhindar dari perhatian dan campurtangan kekuatan-kekuatan besar dunia. Aktor-aktor lama seperti Eropa, Cina, dan India tetap berkepentingan terhadap perkembangan politik dan keamanan di kawasan ini, disamping itu muncul aktor baru lainnya dari kawasan Asia Timur seperti Jepang yang telah merasakan pentingnya Selat Malaka sebagai jalur perdagangan negara ini baik ke negara-negara di kawasan selat itu sendiri maupun keamanan suplai bahan bakar minyak dari Timur Tengah.

Persoalan politik dan keamanan di Selat Malaka adalah berkaitan dengan masalah pengaturan penggunaan selat. Kebijakan negara-negara pemangku kedaulatan Selat Malaka terutama Indonesia dan Malaysia yang meletakkan selat ini sebagai bagian dari kawasan kedaulatannya dan mengambil tanggungjawab penuh untuk mengendalikan keamanannya bertentangan dengan kepentingan politik dari kekuatan-kekuatan lainnya yang ingin ikut mengambil peran dalam pengaturan keamanan selat. Kekuatan Indonesia dan Malaysia dalam menolak tekanan politik dari negara-negara luar kawasan tidak hanya terletak pada kebijakan yang meletakkan kawasan tersebut sebagai bagian teritorial kedua negara ini tetapi juga kemampuan nyata kedua negara dalam mengatasi setiap masalah keamanan baik berupa perompakan maupun pencemaran lingkungan yang terjadi di perairan Selat Malaka ini.

DAFTAR PUSTAKA

http://www.tempointeraktif.com/hg/politik/2011/01/25/brk,20110125-308848,id.html

http://www.setneg.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=22&Itemid=33

http://www.dephan.go.id/modules.php?name=News&file=article&sid=7788

http://indomaritimeinstitute.org/?p=594

http://buahpikir-claudya-fisip09.web.unair.ac.id/artikel_detail-42235-part%20of%20Asia-Selat%20Malaka%20%20Di%20mata%20Malaysia,%20Singapura,%20dan%20Indonesia.html

http://202.0.107.5/index.php/aquacoastmarine/article/download/5431/2309

https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=4&ved=0CDYQFjAD&url=http%3A%2F%2Fdownload.portalgaruda.org%2Farticle.php%3Farticle%3D106630%26val%3D2274&ei=rxlAVYWPDoawuASx7YHwCw&usg=AFQjCNEC3igBmFXV3th-4ZMIuSHcXcqJ3g&sig2=I-lpftgzm9lxGV8lPk-BWQ

MAKALAH GEOGRAFI POLITIK JUDUL GEOGRAFI PEMILIHAN UMUM

                                                          BAB I

PENDAHULUAN

  1. LATAR BELAKANG

Perilaku politik adalah perilaku dasar dari kehidupan sosial manusia kemudian, kehidupan juga bersifat geografi politik yang keduanya telah berkembang cukup lama, yaitu ketika kelompok manusia menetapkan wilayah kekuasaannya sejak manusia hidup eksis di permukaan bumi. Meskipun demikian, studi Geografi Politik mulai nampak di akhir abad ke-19.

Dalam struktur ilmu geografi, geografi politik masuk kepada geografi sosial/manusia (Human Geography). Dikarenakan mengacu pada kehidupan manusia yang berperilaku rajin ataupun pemalas disebabkan faktor alam, maka muncullah pandangan bahwa kehidapan manusia bersifat deterministik serta lahirlah istilah penganut enviromentalist yang disematkan kepada filsuf yang memegang paham ini.

Dalam geografi politik, pokok bahasan tentang geografi pemilihan umum adalah hal yang paling penting setelah membahas tentang negara. Geografi pemilihan umum merupakan kajian geografi politik yang sangat khas dan banyak manfaatnya untuk membekali seseorang dalam meraih kemenangan dalam pemilihan umum.

Pemilihan umum (Pemilu) adalah salah satu cara dalam sistem demokrasi untuk memilih wakil-wakil rakyat yang akan duduk di lembaga perwakilan rakyat, serta salah satu bentuk pemenuhan hak asasi warga negara di bidang politik. Pemilu dilaksanakan untuk mewujudkan kedaulatan rakyat. Sebab, rakyat tidak mungkin memerintah secara langsung. Karena itu, diperlukan cara untuk memilih wakil rakyat dalam memerintah suatu negara selama jangka waktu tertentu. Pemilu dilaksanakan dengan menganut asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.

Kegiatan analisis korelatif dalam pemilu akhir-akhir ini telah dibantu dengan teknologi SIG yang akan membantu dalam membentuk peta politik. Dengan peta pemilihan umum, orang-orang partai sangat bernafsu untuk merubah arsiran dalam peta-peta politik. Untuk menjadi sebuah region yang stabil harus memiliki dasar homogenitas yang tinggi.

  1. RUMUSAN MASALAH
  1. Apa pengertian Geografi Politik ?
  2. Apa yang dimaksud dengan Geografi Pemilihan Umum ?
  3. Manfaat dari ilmu Geografi Pemilihan Umum
  1. TUJUAN

Tujuan penulisan makalah ini untuk memenuhi tugas Hidrologi dan Lingkungan. Serta membantu dan memberikan bagian kecil dari pengetahuan yang kami miliki untuk menjadi bahan ajar.

BAB II

RUMUSAN MASALAH

  1. DEFINISI GEOGRAFI POLITIK

Geografi Politik merupakan sebuah matakuliah yang diberikan kepada mahasiswa, tepatnya mahasiswa prodi pendidikan geografi.

Dalam struktur ilmu geografi, geografi politik masuk kepada geografi sosial/manusia (Human Geography). Dikarenakan mengacu pada kehidupan manusia yang berperilaku rajin ataupun pemalas disebabkan faktor alam, maka muncullah pandangan bahwa kehidapan manusia bersifat deterministik serta lahirlah istilah penganut enviromentalistyang disematkan kepada filsuf yang memegang paham ini.

Dalam geografi politik, pokok bahasan tentang geografi pemilihan umum adalah hal yang paling penting setelah membahas tentang negara. Geografi pemilihan umum merupakan kajian geografi politik yang sangat khas dan banyak manfaatnya untuk membekali seseorang dalam meraih kemenangan dalam pemilihan umum.

  1. DEFINISI GEOGRAFI PEMILIHAN UMUM

Pemilihan umum (Pemilu) adalah salah satu cara dalam sistem demokrasi untuk memilih wakil-wakil rakyat yang akan duduk di lembaga perwakilan rakyat, serta salah satu bentuk pemenuhan hak asasi warga negara di bidang politik. Pemilu dilaksanakan untuk mewujudkan kedaulatan rakyat. Sebab, rakyat tidak mungkin memerintah secara langsung. Karena itu, diperlukan cara untuk memilih wakil rakyat dalam memerintah suatu negara selama jangka waktu tertentu. Pemilu dilaksanakan dengan menganut asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.

Geografi pemilihan umum merupakan kajian geografi politik yang sangat khas dan banyak manfaatnya untuk membekali seseorang dalam meraih kemenangan dalam pemilihan umum.

Sesuai teori demokrasi klasik pemilu adalah sebuah “Transmission of Belt” sehingga kekuasaan yg berasal dari rakyat bisa bergeser menjadi kekuasaan negara yang kemudian berubah bentuk menjadi wewenang pemerintah untuk melaksanakan pemerintahan dan memimpin rakyat.

Kegiatan analisis korelatif dalam pemilu akhir-akhir ini telah dibantu dengan teknologi SIG yang akan membantu dalam membentuk peta politik. Dengan peta pemilihan umum, orang-orang partai sangat bernafsu untuk merubah arsiran dalam peta-peta politik. Untuk menjadi sebuah region yang stabil harus memiliki dasar homogenitas yang tinggi.

  1. MANFAAT ILMU GEOGRAFI PEMILIHAN UMUM

Geografi pemilihan umum merupakan kajian geografi politik yang sangat khas dan banyak manfaatnya untuk membekali seseorang dalam meraih kemenangan dalam pemilihan umum. Karena dengan ilmu geografi pemilihan umum ini seseorang akan bisa mengetahui atau membaca peluang daerah-daerah mana yang mendukung dan tidak mendukung. Ilmu geografi pemilihan umum ini juga sangat membantu ketika ingin melakukan kampanye atau pendekatan penarikan masa atau pemilih agar memilih kita.

BAB III

PEMBAHASAN

 

Sebuah pertanyaan muncul ketika kita melihat demokrasi di Indonesia dan Pemilihan Umum, baik Wakil Rakyat (DPR dan DPRD), Kepala Negara, Kepala Daerah maupun Wakil Daerah (DPD). Pertanyaan yang muncul adalah bagaimana model Demokrasi dan Pemilihan Umum yang ideal untuk Indonesia.

Dari aspek geografi dimana Indonesia terdiri dari ribuan pulau dan dislokasi penduduk yang tersebar di daratan serta terbatasnya sarana dan prasarana perhubungan, menjadikan sistem pemerintahan dan politik Indonesia telah mengalami perubahan mendasar dan mencari bentuk yang dapat menampung aspirasi masyarakat.

Keterbatasan sosialisasi secara menyeluruh tentang praktik penyelenggaraan sistem politik dewasa ini, berdampak rendahnya pemahaman masyarakat terhadap pelaksanaan konstitusi yaitu UUD 1945. Berdasarkan letak geografi Indonesia adalah negara bangsa yang terbangun atas “cleavages” atau pengelompokan berdasarkan agama, etnisitas, daerah dan kelas sosial yang sangat majemuk sehingga sangat fragile dan mudah pecah.

Setiap cleavage itu punya aspirasi dan tuntutan politik yang berbeda sehingga untuk menyalurkannya diperlukan bentuk sistem demokrasi non mayoritas.

Sifat sosio-kultural, geografi dan politis bangsa Indonesia yang majemuk tersebut sangat difahami oleh para pendiri negara bangsa ini, sebab itu aspek geografi dipandang sebagai dasar dalam menetapkan sistem pemerintahan. Tinjauan aspek geografi yang tidak dimaknai secara komprehensif dalam suatu aturan yang jelas dimana terdapat pengabaian terhadap kondisi geografi akan mengakibatkan pelayanan terhadap masyarakat menjadi terbatas dan berakibat kepada tidak dimaknainya implementasi sistem presidensial dan masyarakat hanya mengenal sistem multi partai dan mengemukanya sistem parlementer.

Seharusnya kondisi geografi dengan perbedaan ciri daerah yang membentuk karakteristik, kondisi, kepentingan dan permasalahan, serta potensi masing-masing daerah menjadi konsep dasar untuk dalam pembahasan Undang-Undang ataupun ketentuan lainnya, sehingga geografi bukan menjadi kendala bagi pelaksanaan sistem pemerintahan yang merupakan pilihan politik negara dan sudah seharusnya pula masyarakat memahami ketentuan konstitusi UUD 1945.

Berbagai kendala yang dihadapi penyelenggaraan sistem presidensial dewasa ini terutama apabila ditinjau dari aspek geografi memerlukan penguatan terhadap implementasi konstitusi yaitu sistem pemerintahan presidensial dalam ketatanegaraan indonesia.

Untuk masyarakat Indonesia yang heterogen amat diperlukan sistem demokrasi yang mengakar pada corak budaya dan nilai-nilai dalam masyarakat Indonesia yang plural. Masyarakat Indonesia yang heterogen ini memerlukan sistem demokrasi yang dapat mengakomodasi kepentingan politik semua unsur dalam masyarakat yaitu sistem demokrasi multi-partai sederhana untuk membangun stabilitas pemerintahan.

Asumsi teoritis bahwa masyarakat Indonesia yang sangat plural memerlukan bentuk demokrasi yang khas yang tidak mungkin dapat diakomodasi dalam sistem kepartaian sederhana, dapat dipahami sebagai teori dimana semakin banyak jumlah penduduk yang tersebar dalam geografi yang sangat luas akan sulit utuk menyamakan persepsi.

Pemilhan umum yang diselenggarakan dalam periode lima 5 tahun sekali adalah saat ataupun momentum memperlihatkan secara langsung dan nyata pemerintahan oleh rakyat. Ketika pemilihan umum itulah semua calon yang bermimpi duduk sebagai penyelenggara negara dan juga pemerintahan bergantung sepenuhnya pada kehendak atau keinginan rakyatnya.

Sistem Pemilihan Umum merupakan metode yang mengatur serta memungkinkan warga negara memilih/mencoblos para wakil rakyat diantara mereka sendiri. Metode berhubungan erat dengan aturan dan prosedur merubah atau mentransformasi suara ke kursi di parlemen. Mereka sendiri maksudnya adalah yang memilih ataupun yang hendak dipilih juga merupakan bagian dari sebuah entitas yang sama.

Didalam geografi pemilihan umum ada pembahasan penting yang di kaji. Pembahasan-pembahasan penting yang di kaji ini antara lain sebagai berikut:

  1. Pemetaan Politik dan Pemilihan Umum

Sesorang dalam pengambialan suatu keputusan dipengaruhi oleh faktor intern dan faktor ekstren. Faktor intern (faktor non geografis) dalam hal ini adalah faktor pengalaman, proses belajar, wawasan atau cakrawala individu itu sendiri sedangkan faktor ekstren (faktor geografis) adalah lingkungan dimana dia berada.

Faktor yang mempengaruhi jumlah perolehan suara, yaitu:

  1. Kondisi Sosial
  2. Ekonomi
  3. Jenis Kelamin
  4. Kepercayaan, dan
  5. Ras

Peter Tylor dan Ronald Jhonston dalam (Glassner, 1993), mengungkapkan tiga pokok pikiran utama dalam studi electoral geografi, yaitu: pertama, Geography of Voting. Pada umumnya merupakan studi yang menerangkan pola-pola persebaran suara setelah suatu pemilihan umum dilaksanakan, dan dalam analisanya menggunakan metode statistik atau formula statistik untuk menggambarkan atau mengilustrasikan perolehan suara. Kedua, The Geography Influences on Voting, dalam sudut pandang geografi ada empat aspek yang mempengaruhi suatu pemilihan, yaitu isu-isu yang digulirkan pada saat pemungutan suara, pemungutan suara untuk para calon atau kandidat, pengaruh kampanye ketika pemilihan, dan hal yang paling mendasar adalah “the neighborhood effect”, yaitu merupakan hubungan antara hasil pemilihan dengan tempat kediaman atau daerah tempat tinggal para calon. Ketiga, The Geography of Representation, yaitu memilih anggota legislatif, berdasarkan jumlah pemilih atau distrik. Jumlah distrik dan batasannya sangat mempengaruhi kompetisi bagi para anggota legislatif.

Dalam electoral geography, hasil suatu pemungutan suara dapat dipetakan berdasarkan provinsi-provinsi. Salah satu aspek dalam electoral study yaitu terdapatnya variasi prilaku pemilih dalam suatu wilayah pemilihan.

Montesquieu adalah orang yang pertama kali membahas bagaimana faktor-faktor ilmu bumi (geografi) mempengaruhi konstelasi politik suatu negara. Hasil suara dalam pemilihan umum dapat dijadikan sebagai ukuran sikap-sikap rakyat, persepsi-persepsinya, praduga, dan sebagainya yang dipengaruhi oleh faktor-faktor geografi.

Seseorang dalam pengambilan keputusan dipengaruhi oleh faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern (faktor non geografis) dalam hal ini adalah faktor pengalaman, proses belajar, wawasan atau cakrawala individu itu sendiri sedangkan faktor ekstern (faktor geografis) adalah lingkungan dimana dia berada.

Setiap orang (voter) baik itu dari partai apapun mereka akan menjadi kelompok massa yang berbeda, seperti kelompok massa dibawah ini:

  1. Massa Simpatisan

Massa simpatisan adalah kelompok massa partai yang kecenderungan memiliki keyakinan yang sama dengan partai yang akan dipilihnya. Misalkan seseorang memilih partai karena alasan visi, misi dan lain sebagainya sesuai dengan harapan mereka.

  1. Massa Kader

Massa kader adalah kelompok massa partai yang memiliki keyakinan sekaligus keberanian dan kesetiaan pada partainya. Bahkan setiap kebiasaan pemimpinnya diikuti menjadi kebiasaan hidup mereka. Massa kader ini disebut juga sebagai massa fanatik.

  1. Massa Mengambang

Massa mengambang adalah kelompok massa partai yang dipilihnya berubah-ubah. Pada saat tertentu mereka mendukung partai A dan pada saat lainnya meraka mendukung partai B. Ada banyak faktor yang membuat mereka menjadi belum yakin dan mengambang. Diantaranya pemdirian mereka yang lemah, kurangnya kesetiaan pada terhadap partai, kurangnya kepedulian pada perkembangan partainya, kurangnya pemahaman, dan lain sebagainya. Inilah kelompok massa yang mudah sekali untuk dipengaruhi agar suara mereka dalam pemilu tertumpah pada sebuah partai.

Kajian yang terkait dengan faktor-faktor sosial dan psikologi umumnya menjadi bahan kajian politik murni. Dalam geografi pemilihan umum, analisis suara pemulu diasumsikan dipengaruhi oleh faktor geografis seperti lingkungan tempat tinggal, latar belakang sosial, ekonomi, pendidikan, dan motif-motif lain yang terkait dengan aspek geografis. Dengan demikian kajian geografi politik akan lebih cocok jika para pemilih merupakan pemilih yang rasional.

  1. Region dalam Konsep Politik

Kegiatan analisis korelatif dalam pemilu akhir-akhir ini telah dibantu dengan teknologi SIG yang akan membantu dalam membentuk peta politik. Dengan peta pemilihan umum, orang-orang partai sangat bernafsu untuk merubah arsiran dalam peta-peta politik. Untuk menjadi sebuah region yang stabil harus memiliki dasar homogenitas yang tinggi yaitu diantaranya:

  1. Kesamaan tempat/area,
  2. Suara yang sifatnya turun-temurun/warisan,
  3. Ketertariakan umum sehingga merata dari diri seseorang dalam suatu wilayah.
  1. Proses Memilih

Pemilihan umum merupakan sarana untuk mewujudkan kedaulatan rakyat dalam pemerintahan. Dalam ilmu politik dikenal bermacam-macam sistem pemilihan umum, akan tetapi pada umumnya berkisar pada dua prinsip pokok, yaitu:

  1. Single-member constituency (sistem distrik). Sistem ini merupakan sistem paling tua dan didasarkan atas kesatuan geografis.
  2. Sistem multi-member contituency atau proportional representation (Sistem Perwakialan Berimbang). Sistem ini dimaksudkan untuk menghilangkan beberapa kelemahan dari sistem distrik.

GAMBAR 1, ICON PEMILIHAN UMUM

Pemilu dianggap sebagai bentuk paling riil dari demokrasi serta wujud paling konkret keiktsertaan(partisipasi) rakyat dalam penyelenggaraan negara. Oleh sebab itu, sistem & penyelenggaraan pemilu hampir selalu menjadi pusat perhatian utama karena melalui penataan, sistem & kualitas penyelenggaraan pemilu diharapkan dapat benar-benar mewujudkan pemerintahan demokratis. Pemilu sangatlah penting bagi sebuah negara, dikarenakan:

  • Pemilu merupakan sarana perwujudan kedaulatan rakyat.
  • Pemilu merupakan sarana bagi pemimpin politik untuk memperoleh legitimasi.
  • Pemilu merupakan sarana bagi rakyat untuk berpartisipasi dalam proses politik.
  • Pemilu merupakan sarana untuk melakukan penggantian pemimpin secara konstitusional.
  • Asas-asas Pemilihan Umum
    1. Langsung

Langsung, berarti masyarakat sebagai pemilih memiliki hak untuk memilih secara langsung dalam pemilihan umum sesuai dengan keinginan diri sendiri tanpa ada perantara.

  1. Umum

Umum, berarti pemilihan umum berlaku untuk seluruh warga negara yg memenuhi persyaratan, tanpa membeda-bedakan agama, suku, ras, jenis kelamin, golongan, pekerjaan,  kedaerahan, dan status sosial yang lain.

  1. Bebas

Bebas, berarti seluruh warga negara yang memenuhi persyaratan sebagai pemilih pada pemilihan umum, bebas menentukan siapa saja yang akan dicoblos untuk membawa aspirasinya tanpa ada tekanan dan paksaan dari siapa pun.

  1. Rahasia

Rahasia, berarti dalam menentukan pilihannya, pemilih dijamin kerahasiaan pilihannya. Pemilih memberikan suaranya pada surat suara dengan tidak dapat diketahui oleh orang lain kepada siapa pun suaranya diberikan.

  1. Jujur

Jujur, berarti semua pihak yang terkait dengan pemilu harus bertindak dan juga bersikap jujur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

  1. Adil

Adil, berarti dalam pelaksanaan pemilu, setiap pemilih dan peserta pemilihan umum mendapat perlakuan yang sama, serta bebas dari kecurangan pihak mana pun.

BAB IV

PENUTUP

Bangsa Indonesia telah menyelenggarakan pemilihan umum sejak zaman kemerdekaan. Semua pemilihan umum itu tidak diselenggarakan dalam kondisi yang vacuum, tetapi berlangsung di dalam lingkungan yang turut menentukan hasil pemilihan umum tersebut. Dari pemilu yang telah diselenggarakan juga dapat diketahui adanya usaha untuk menemukan sistem pemilihan umum yang sesuai untuk diterapkan di Indonesia.

Pemilu dianggap sebagai bentuk paling riil dari demokrasi serta wujud paling konkret keiktsertaan(partisipasi) rakyat dalam penyelenggaraan negara. Oleh sebab itu, sistem & penyelenggaraan pemilu hampir selalu menjadi pusat perhatian utama karena melalui penataan, sistem & kualitas penyelenggaraan pemilu diharapkan dapat benar-benar mewujudkan pemerintahan demokratis.

Tujuan diselenggarkannya Pemilihan Umum adalah untuk memilih wakil rakyat dan wakil daerah untuk membentuk pemerintahan yang demokratis, kuat dan memperoleh dukungan dari rakyat dalam rangka mewujudkan tujuan nasional.

LAPORAN DEMOGRAFI TEKNIK STUDI KASUS TINGKAT KEMATIAN MENURUT KELOMPOK UMUR DI INDONESIA

BAB I

PENDAHULUAN

  1. LATAR BELAKANG

Faktor kedua yang memengaruhi pertumbuhan penduduk adalah angka kematian atau mortalitas. Mortalitas adalah angka yang memberikan gambaran mengenai jumlah penduduk yang meninggal dunia dalam waktu tertentu dalam tiap seribu penduduk.

Pengertian lain mortalitas diartikan sebagai kematian yang terjadi pada anggota penduduk. Berbeda halnya dengan penyakit dan kesakitan, yang dapat menimpa manusia lebih dari satu kali, mortalitas hanya dialami sekali dalam hidup seseorang.

Data kematian sangat diperlukan antara lain untuk proyeksi penduduk guna perencanaan pembangunan. Misalnya, perencanaan fasilitas perumahan, fasilitas pendidikan, dan jasa-jasa lainnya untuk kepentingan masyarakat. Data kematian juga diperlukan untuk kepentingan evaluasi terhadap program-program kebijaksanaan penduduk.

Derajat kesehatan anak mencerminkan derajat kesehatan bangsa, sebab anak sebagai generasi penerus bangsa memiliki kemampuan yang dapat di kembangkan dalam meneruskan pembangunan bangsa. Berdasarkan alasan tersebut, masalah kesehatan anak diprioritaskan dalam perencanaa pembangunan bangsa. Dalam menentukan derajat kesehatan di Indonesia, terdapat beberapa indikator yang dapat digunakan antara lain angka kematian bayi, angka kesakitan bayi, status gizi, dan angka harapan hidup waktu lahir.

Banyak faktor yang menyebabkan kematian penduduk di suatu wilayah. Beberapa di antaranya sebagai berikut:

  1. Faktor pendorong, meliputi tingkat kesehatan penduduk yang rendah, fasilitas kesehatan yang kurang memadai, bencana alam, wabah penyakit, dan konflik antarbangsa atau suku bangsa yang menyebabkan terjadinya peperangan.
  2. Faktor penghambat, meliputi kualitas kesehatan penduduk yang baik, fasilitas kesehatan yang memadai, kesadaran penduduk akan pentingnya kesehatan tinggi, dan sanitasi yang baik.

Seperti halnya fertilitas, angka kematian dibedakan menjadi tiga, yaitu angka kematian kasar, angka kematian menurut usia dan jenis kelamin, dan angka kematian bayi.

Angka  Kematian  Menurut  Usia  dapat  dimanfaatkan  untuk  mengetahui  dan  menggambarkan  derajat  kesehatan  masyarakat  dengan  melihat  kematian  tertinggi  pada  golongan  umur,  untuk  membandingkan  taraf  kesehatan  masyarakat  di  berbagai  wilayah  dan  merupakan komponen untuk  menghitung  angka  harapan hidup.

Secara global, perbedaan besar kecilnya perhatian terhadap penyakit menjadi penyebab besarnya kematian pada usia dini, terutama penyakit yang disebabkan oleh pemakaian obat yang kurang tepat, diabetes, penyakit ginjal kronis, dan sirosis.

  1. RUMUSAN MASALAH
  2. Analisis penyebab kematian menurut kelompok umur ?
  3. Analisis faktor-faktor umum yang menyebabkan moortalitas di Indonesia ?
  4. TUJUAN

Tujuan penulisan laporan ini agar memberikan gambaran keadaan angka mortalitas di Indonesia. Gambaran ini terdiri atas, antara lain sebagai berikut:

  1. Gambaran angka mortalitas menurut kelompok umur.
  2. Memahami penyebab umum tinggi rendahnya mortalitas di Indonesia dan bagaimana cara mengurangi penyebab angka mortalitas tersebut.

BAB II

DASAR TEORI

  1. PENGERTIAN MORTALITAS

Menurut PBB dan WHO, kematian adalah hilangnya semua tanda-tanda kehidupan secara permanen yang bisa terjadi setiap saat setelah kelahiran hidup. Still birth dan keguguran tidak termasuk dalam pengertian kematian. Perubahan jumlah kematian (naik turunnya) di tiap daerah tidaklah sama, tergantung pada berbagai macam faktor keadaan. Besar kecilnya tingkat kematian ini dapat merupakan petunjuk atau indikator bagi tingkat kesehatan dan tingkat kehidupan penduduk di suatu wilayah.

  1. FAKTOR UMUM PENYEBAB MORTALITAS

Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan mortalitas pada suatu wilayah atau negara. Faktor-faktor tersebut antara lain sebagai berikut:

  1. Pendidikan : Terdapat hubungan negatif antara tingkat pendidikan ibu dan kematian anak, tetapi tinggi rendahnya pendidikan yang dibutuhkan untuk menurunkan mortalitas secara berarti berbeda-beda dari satu budaya ke budaya lain.
  2. Pendapatan : Pendapatan sangat penting dalam kaitannya dengan membayar pengeluaran untuk kesehatan faktor pendapatan atau ekonomi, pendidikan, pekerjaan dan kondisi rumah saling berhubungan dalam mempengaruhi kematian bayi/anak.
  3. Kesehatan : Kesehatan berhubungan negatif terhadap angka kematian bayi, salah satu upaya yang terus dilakukan adalah pembangunan kesehatan.
  4. Faktor Demografi : Yang dipilih adalah tingkat kelahiran, yaitu tingkat fertilitas total (TFR). Apabila tertilitasnya rendah maka mortalitasnya juga akan rendah.

BAB III

PEMBAHASAN

  1. DEFINISI MORTALITAS

Ukuran kematian merupakan angka atau indeks yang dipakai sebagai dasar untuk menentukan tinggi rendahnya tingkat kematian suatu pendunduk. Ada berbagai macam ukuran kematian, mulai dari yang paling sederhana sampai yang cukup kompleks. Namun demikian perlu di catat bahwa keadaan kematian suatu penduduk tidaklah dapat diwakili oleh hanya suatu angka tunggal saja. Biasanya berbagai macam ukuran kematian di pakai sekaligus guna mencerminkan keadaan kematian penduduk secara keseluruhan.

Tingkat angka tinggi rendahnya penyebab mortalitas suatu wilayah dapat dilihat dari kepedulian masyarakat akan kesehatan. Di Indonesia sendiri studi mortalitas adalah bagian dari komponen Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) yang mengumpulkan data kematian di masyarakat Indonesia. Melalui survei kesehatan dapat diketahui pola penyakit penyebab kematian dan besaran permasalahan di masyarakat, dan dapat menunjukkan status kesehatan masyarakat.

  1. SUMBER DATA MORTALITAS

Cara mengetahui sumber data kematian dapat diperoleh dari berbagai macam sumber, antara lain :

  1. Sistem Registrasi Fital

Apabila sistem ini bekerja dengan baik merupakan sumber data kematian  yang ideal. Di sini, kejadian kematian dilaporkan dan dicatat segera setelah peristiwa kematian tersebut terjadi. Di Indonesia, belum ada sistem registrasi vital yang bersifat nasional, yang ada hanya sistem registrasi vital yang bersifat bersifat lokal, dan inipun tidak sepenuhnya meliputi semua kejadian kematian pada kota-kota itu sendiri. Dengan demikian di Indonesia tidak mungkin memperoleh data kematian yang baik dari sistem registrasi vital.

  1. Sensus Dan Survei Penduduk

Sensus dan survei penduduk merupakan kegiatan sesaat yang bertujuan untuk mengumpulkan data penduduk, termasuk pula data kematian. Berbeda dengan sistem registrasi vital, pada sensus atau survei kejadian kematian dicacat setelah sekian lama peristiwa kejadian itu terjadi. Data ini diperoleh melalui sensus atau survei dapat digolongkan menjadi dua bagian :

  1. Bentuk Lasungsung (Direct Mortality Data)

Data kematian bentuk langsung diperoleh dengan menanyakan kepada responden tentang ada tidaknya kematian selama kurun waktu tertentu. Apabila ada tidaknya kematian tersebut dibatasi selama satu tahun terakhir menjelang waktu sensus atau survei dilakukan, data kematian yang diperoleh dikenal sebagai “Current Mortality Data”.

  1. Bentuk Tidak Langsung (Indirect Mortalilty Data)

Data kematian bentuk tidak langsung diperoleh melalui pertanyaan tentang “Survivorship” golongan penduduk tertentu misalnya anak, ibu, ayah dan sebagainya. Dalam kenyatan data ini mempunyai kualitas lebih baik dibandingkan dengan data bentuk langsung. Oleh sebab itu data kematian yang sering dipakai di Indonesia adalah data kematian bentuk tidak langsung dan biasanya yaitu data “Survivorship” anak. Selain sumber data di atas, data kematian unutk penduduk golongan tertentu di suatu tempat, kemungkinan dapat diperoleh dari rumah sakit, dinas pemakaman, kantor polisi lalu lintas dan sebagainya.

  1. Penelitian

Penelitian kematian penduduk biasanya dilakukan bersamaan dengan penelitian kelahiran yang disebut dengan penelitian statistik vital.

  1. Perkiraan (Estimasi)

Perkiraan tentang jumlah kematian dan kelahiran ini didapatkan dari sensus penduduk yang dilakukan.

Sampai saat ini data kematian yang terdapat pada suatu komunitas hanya diperoleh melalui survei, karena sebagian besar kematian terjadi di rumah dan sistem pencatatan dan pelaporan penyebab kematian belum teratur. Data kematian yang diperoleh dari rumah sakit, Puskesmas perawatan, serta fasilitas kesehatan lainnya hanya merupakan kasus rujukan yang tidak dapat mewakili kasus kematian di masyarakat.

Departemen Kesehatan saat ini telah mempunyai indikator dan data dasar kesehatan berbasis komunitas, yang mencakup seluruh Provinsi dan Kabupaten/Kota yang dihasilkan melalui Riset Kesehatan Dasar atau Riskesdas. Riskesdas telah menghasilkan serangkaian informasi situasi kesehatan berbasis komunitas yang spesifik daerah, sehingga merupakan masukan yang amat berarti bagi perencanaan bahkan perumusan kebijakan dan intervensi yang lebih terarah, lebih efektif dan lebih efisien. Selain itu, data Riskesdas yang menggunakan sampling Susenas Kor 2007, menjadi lebih lengkap untuk mengkaitkan dengan data dan informasi sosial ekonomi rumah tangga.

  1. UKURAN-UKURAN DASAR MORTALITAS

Angka kematian dibedakan menjadi 3 yaitu:

  1. Angka Kematian Kasar (Crude Death Rate)
CDR =

Angka kematian kasar yaitu angka yang menunjukkan banyaknya kematian setiap 1.000 penduduk dalam waktu satu tahun. CBR dapat dihitung menggunakan rumus berikut ini:

Atau

            M =

Keterangan :

ASDR : Angka kematian kasar

M         :  Jumlah kematian selama satu tahun

P          : Jumlah penduduk pertengahan tahun

K         : Konstanta, umumnya 1.00

Keriterian angka kematian kasar (CDR) di bedakan menjadi tiga macam:

  • CDR< 10, termasuk kriteria rendah
  • CDR antara 10-20, termasuk kriteria sedang
  • CDR > 20, termasuk kriteria tinggi
  1. Angka Kematian Khusus (Age Specific Death Rate)
ASDR =

Angka kematian khusus yaitu angka yang menunjukkan banyaknya kematian setiap 1.000 penduduk pada golongan umur tertentu dalam waktu satu tahun. ASDR dapat dihitung menggunakan rumus berikut ini :

Keterangan :

ASDR             : Angka kematian khusus

Mi                    : Jumlah kematian pada kelompok umur tertentu

Pi                     : Jumlah penduduk pada kelompok tertentu

Konstanta        : 1.000

  1. Angka Kematian Bayi (Infant Mortality Rate)
IMR =

Anka kematian bayi yaitu angka yang menunjukkan banyaknya kematian bayi(anak yang umurnya di bawah satu tahun) setiap 1.000 kelahiran bayi hidup dalam satu tahun. IMR dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut ini :

Keterangan :

IMR                : Angka kematian bayi

Do                   : Jumlah kematian bayi berusia di bawah 1 tahun pada tahun tertentu

K                     : Konstanta, biasanya 1.000

Keriterian angka kematian bayi di bedakan menjadi berikut ini :

  • IMR< 75, termasuk kriteria rendah
  • IMR antara 35-75, termasuk kriteria sedang
  • IMR antara 75-125, termasuk kriteria tinggi
  • IMR > 125 , termasuk kriteria sangat tinggi
  1. BEBERAPA DATA ANGKA MORTALITAS DI INDONSIA

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 berhasil mengumpulkan sebanyak 258.366 sampel rumah tangga dan 987.205 sampel anggota rumah tangga untuk pengukuran berbagai variabel kesehatan masyarakat. Riskesdas 2007 juga mengumpulkan 36.357 sampel untuk pengukuran berbagai variabel biomedik dari anggota rumah tangga yang berumur lebih dari 1 tahun dan bertempat tinggal di desa/kelurahan dengan klasifikasi perkotaan.

Khusus untuk pengukuran gula darah, berhasil dikumpulkan sebanyak 19.114 sampel yang diambil dari anggota rumah tangga berusia lebih dari 15 tahun. Untuk tes cepat yodium, berhasil dilakukan pengukuran pada 257.065 sampel rumah tangga, sedangkan untuk pengukuran yodium di dalam urin, berhasil dilakukan pengukuran pada 8.473 sampel anak berumur 6-12 tahun yang tinggal di 30 kabupaten/kota dengan berbagai kategori tingkat konsumsi yodium. Hasil pemeriksaan biomedis akan dilaporkan tersendiri.

Riskesdas menghasilkan berbagai peta masalah kesehatan, misalnya prevalensi gizi buruk yang berada diatas rerata nasional (5,4%) ditemukan pada 21 provinsi dan 216 kabupaten/kota. Sedangkan berdasarkan gabungan hasil pengukuran Gizi Buruk dan Gizi Kurang Riskesdas 2007 menunjukkan bahwa sebanyak 19 provinsi mempunyai prevalensi Gizi Buruk dan Gizi Kurang diatas prevalensi nasional sebesar 18,4%. Namun demikian, target Rencana Pembangunan Jangka Menengah untuk pencapaian program perbaikan gizi yang diproyeksikan sebesar 20%, dan target Millenium Development Goals sebesar 18,5% pada 2015, telah dapat dicapai pada 2007.

Posyandu merupakan tempat yang paling banyak dikunjungi untuk penimbangan balita yaitu sebesar 78,3%; balita yang ditimbang secara rutin (4 kali atau lebih), ditimbang 1-3 kali dan yang tidak pernah ditimbang berturut-turut adalah 45,4%, 29,1%, dan 25,5%. Sedangkan kegiatan di posyandu untuk pemberian suplemen gizi (47,6%), PMT (45,7%), pengobatan (41,2%) dan imunisasi (55,8%). Secara keseluruhan, cakupan imunisasi pada anak usia 12 – 23 bulan menurut jenisnya yang tertinggi sampai terendah adalah untuk BCG (86,9%), campak (81,6%), polio tiga kali (71,0%), DPT tiga kali (67,7%) dan terendah hepatitis B (62,8%).

Secara keseluruhan, proporsi bayi berat lahir rendah (BBLR) sebesar 11,5% (berdasarkan catatan yang ada), dan ibu hamil yang memeriksaan kehamilan sebanyak 84,5%. Pemeriksaan yang paling sering dilakukan pada ibu hamil adalah pemeriksaan tekanan darah (97,1%) dan penimbangan berat badan ibu (94,8%). Sedangkan jenis pemeriksaan kehamilan yang jarang dilakukan pada ibu hamil adalah pemeriksaan hemoglobin (33,8%) dan pemeriksaan urine (36,4%).

Penyebab kematian untuk semua umur telah terjadi pergeseran, dari penyakit menular ke penyakit tidak menular. Penyebab kematian perinatal (0-7 hari) yang terbanyak adalah respiratory disorders (35,9%) dan premature (32,3%), sedangkan untuk usia (7-28 hari) penyebab kematian yang terbanyak adalah sepsis neonatorum (20,5%) dan congenital malformations (18,1%). Penyebab kematian bayi yang terbanyak adalah diare (31,4%) dan pnemonia (23,8%). Sedangkan untuk penyebab kematian anak balita sama dengan bayi, yaitu terbanyak adalah diare (25,2%) dan pnemonia (15,5%). Sedangkan untuk usia > 5 tahun, penyeban kematian yang terbanyak adalah stroke, baik di perkotaan maupun di perdesaan.

  1. Status Gizi Balita

Prevalensi nasional Gizi Buruk pada Balita adalah 5,4%, dan Gizi Kurang pada Balita adalah 13,0%. Keduanya menunjukkan bahwa baik target Rencana Pembangunan Jangka Menengah untuk pencapaian program perbaikan gizi (20%), maupun target Millenium Development Goals pada 2015 (18,5%) telah tercapai pada 2007. Namun demikian, sebanyak 19 provinsi mempunyai prevalensi Gizi Buruk dan Gizi Kurang diatas prevalensi nasional, yaitu Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Sulawesi Barat, Maluku, Maluku Utara, Papua Barat dan Papua.

Secara nasional, 10 kabupaten/kota dengan prevalensi Gizi Buruk dan Gizi Kurang pada Balita tertinggi berturut-turut adalah Aceh Tenggara (48,7%), Rote Ndao (40,8%), Kepulauan Aru (40,2%), Timor Tengah Selatan (40,2%), Simeulue (39,7%), Aceh Barat Daya (39,1%), Mamuju Utara (39,1%), Tapanuli Utara (38,3%), Kupang (38,0%), dan Buru (37,6%). Sedangkan 10 kabupaten/kota dengan prevalensi Gizi Buruk dan Gizi Kurang pada Balita terendah adalah Kota Tomohon (4,8%), Minahasa (6,0%), Kota Madiun (6,8%), Gianyar (6,8%), Tabanan (7,1%), Bantul (7,4%), Badung (7,5%), Kota Magelang (8,2%), Kota Jakarta Selatan (8,3%), dan Bondowoso (8,7%).

Prevalensi nasional Gizi Lebih Pada Balita adalah 4,3%. Sebanyak 15 provinsi mempunyai prevalensi Gizi Lebih Pada Balita diatas prevalensi nasional, yaitu Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Bangka Belitung, Kepulauan Riau, DKI Jakarta, Jawa Timur, Bali, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Maluku dan Papua.

Secara bersama-sama, prevalensi nasional Balita Pendek dan Balita Sangat Pendek (stunting) adalah 36,8%. Sebanyak 17 provinsi mempunyai prevalensi Balita Pendek dan Balita Sangat Pendek di atas prevalensi nasional, yaitu DI Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Lampung, Banten, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Sulawesi Barat, Maluku, Maluku Utara, dan Papua Barat.

Secara nasional, 10 kabupaten/kota dengan prevalensi Balita Pendek dan Sangat Pendek tertinggi adalah Seram Bagian Timur (67,4%), Nias Selatan (67,1), Aceh Tenggara (66,8%), Simeulue (63,9%), Tapanuli Utara (61,2%), Aceh Barat Daya (60,9%), Sorong Selatan (60,6%), Timor Tengah Utara (59,7%), , Gayo Lues (59,7), dan Kapuas Hulu (59,0%). Sedangkan 10 kabupaten/kota yang mempunyai prevalensi Balita Pendek dan Sangat Pendek terendah adalah Sarmi (16,7%), Wajo (18,6%), Kota Mojokerto (19,0%), Kota Tanjung Pinang (19,3%), Kota Batam ( 20,2%), Kampar (20,4%), Kota Jakarta Selatan (20,9%), Kota Madiun (21,0%), Kota Bekasi (21,5%), dan Luwu Timur (21,7%).

Prevalensi nasional Balita Kurus adalah 7,4% (wasting-serius) dan Balita Sangat Kurus adalah 6,2% (wasting-kritis). Sebanyak 25 provinsi mempunyai prevalensi Balita Kurus diatas prevalensi nasional, yaitu DI Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kepulauan Riau, DKI Jakarta, Jawa Timur, Banten, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Sulawesi Barat, Maluku, Maluku Utara, Papua Barat, dan Papua.

Sebanyak 21 provinsi mempunyai prevalensi Balita Sangat Kurus diatas prevalensi nasional, yaitu DI Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung, DKI Jakarta, Banten, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, Gorontalo, Sulawesi Barat, Maluku, dan Papua Barat.

Secara nasional, 10 kabupaten/kota dengan prevalensi Balita Sangat Kurus dan Kurus tertinggi adalah Solok Selatan (41,5%), Seruyan (41,1%), Manggarai (33,3%), Tapanuli Selatan (31,9%), Seram Bagian Barat (31,0%), Asmat (30,9%), Buru ( 30,3%), Nagan Raya (30,1%), dan Aceh Utara (29,9%). Sedangkan 10 kabupaten/kota dengan prevalensi Balita Sangat Kurus dan Kurus terendah adalah Minahasa (0%), Kota Tomohon (2,6%), Kota Sukabumi (3,3%), Kota Bogor (4,0%), Bandung (4,6%), Kota Salatiga (4,9%), Kota Magelang (5,2%), Cianjur (5,4%), dan Bangka (5,6%).

Prevalensi nasional Balita Gemuk adalah 12,2%. Sebanyak 18 provinsi mempunyai Balita Gemuk diatas prevalensi nasional, yaitu DI Aceh, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Banten, Bali, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Barat, Maluku, dan Maluku Utara.

  1. Status Gizi Penduduk Umur 6-14 Tahun (Usia Sekolah)

Prevalensi nasional Anak Usia Sekolah Kurus (laki-laki) adalah 13,3%, sedangkan prevalensi nasional Anak Usia Sekolah Kurus (Perempuan) adalah 10,9%. Sebanyak 16 provinsi mempunyai prevalensi Anak Usia Sekolah Kurus (laki-laki) diatas prevalensi nasional, yaitu DI Aceh, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Banten, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, dan Maluku.

Sebanyak 19 provinsi mempunyai prevalensi Anak Usia Sekolah Kurus (Perempuan) diatas prevalensi nasional, yaitu DI Aceh, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Lampung, Kepulauan Riau, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Banten, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, dan Maluku.

Prevalensi nasional Anak Usia Sekolah Gemuk (Laki-laki) adalah 9,5%, sedangkan prevalensi nasional Anak Usia Sekolah Gemuk (Perempuan) adalah 6,4%. Sebanyak 16 provinsi mempunyai prevalensi Anak Usia Sekolah Gemuk (Laki-laki) diatas prevalensi nasional, yaitu DI Aceh, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung, Bangka Belitung, Kepulauan Riau, DKI Jakarta, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Maluku Utara, dan Papua. Sebanyak 17 provinsi mempunyai prevalensi Anak Usia Sekolah Gemuk (Perempuan) diatas prevalensi nasional, yaitu DI Aceh, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung, Bangka Belitung, Kepulauan Riau, DKI Jakarta, Jawa Timur, Bali, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Maluku, dan Papua.

  1. Status Gizi Penduduk Umur-15 Tahun

Prevalensi nasional Obesitas Umum Pada Penduduk Umur-15 Tahun adalah 10,3%. Sebanyak 12 provinsi mempunyai prevalensi Obesitas Umum Pada Penduduk Umur-15 Tahun diatas prevalensi nasional, yaitu Bangka Belitung, Kepulauan Riau, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Gorontalo, Maluku Utara, Papua Barat, dan Papua.

Berdasarkan perbedaan menurut jenis kelamin menunjukkan, bahwa prevalensi nasional Obesitas Umum Pada Laki-Laki Umur-15 Tahun adalah 13,9%, sedangkan prevalensi nasional Obesitas Umum Pada Perempuan Umur-15 Tahun adalah 23,8%.

Prevalensi nasional Obesitas Sentral Pada Penduduk Umur-15 Tahun adalah 18,8%. Sebanyak 17 provinsi mempunyai prevalensi Obesitas Sentral Pada Penduduk Umur-15 Tahun diatas prevalensi nasional, yaitu Sumatera Utara, Bengkulu, Bangka Belitung, Kepulauan Riau, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Banten, Bali, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Gorontalo, Maluku Utara, Papua Barat, dan Papua.

  1. Status gizi Wanita Usia Subur 15-45 tahun

Prevalensi nasional Kurang Energi Kronis Pada Wanita Usia Subur (berdasarkan LILA yang disesuaikan dengan umur) adalah 13,6%. Sebanyak 10 provinsi mempunyai prevalensi Kurang Energi Kronis Pada Wanita Usia Subur diatas prevalensi nasional, yaitu DKI Jakarta, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku, Papua Barat, dan Papua.

Dalam program kesehatan, data penyakit penyebab kematian dan perubahan penduduk dapat dipergunakan untuk menggambarkan status kesehatan dari suatu penduduk dan berusaha menjawab mengenai masalah kesehatan yang dihadapi, kapan masalah itu terjadi, mengapa, dan bagaimana intervensi yang akan diterapkan. Hal ini berarti dapat menjawab usaha-usaha yang telah dilakukan dan dicapai untuk meningkatkan status kesehatan suatu masyarakat.

Sampai saat ini, data kematian yang akurat belum dapat dipenuhi. Berbagai faktor penyebabnya antara lain adalah sedikitnya pelaporan dari keluarga, pendataan yang tidak lengkap dari sebagian besar kejadian kematian yang terjadi di rumah, dan bukan di fasilitas kesehatan. Oleh sebab itu sejak tahun 1980, telah dilakukan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di masing-masing rumah tangga sampel terpilih untuk mendapatkan data kematian yang sesungguhnya. Dan pada tahun 1992, SKRT dilaksanakan secara nasional berintegrasi dengan Badan Pusat Statistik melalui Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas).

Perubahan struktur penduduk dan perubahan pola penyakit penyebab kematian bak mata uang dengan dua gambar yang bernilai sama. Perkembangan pengetahuan, antibiotika dan teknologi kedokteran memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap bertambahnya keakuratan dalam mencegah, mengobati, dan merehabilitasi penyakit. Disertai dengan meningkatnya pendapatan masyarakat, maka akan menurunkan kematian dan fertilitas yang akhirnya meningkatkan jumlah penduduk yang berusia tua. Hal ini, akhirnya berdampak pada penibahan struktur populasi penduduk Indonesia secara nyata. Perubahan angka kematian menurut kelompok umur karena penyakit-penyakit tersebut turut berperan dalam pergeseran penyebab kematian.

Gambaran nasional selama 12 tahun (1995–2007) menunjukkan bahwa proses transisi epidemiologi telah berlangsung seiring dengan transisi demografi. Transisi epidemiologi ditandai dengan pergeseran penyebab kematian dari penyakit menular ke penyakit tidak menular. Transisi demografi ditandai dengan pergeseran proporsi kematian dari struktur penduduk umur muda ke arah penduduk umur yang lebih tua.

Penurunan proporsi penyakit menular sebagai penyebab dasar kematian tahun 2001-2007 tidak terlalu besar dibandingkan dengan periode sebelumnya (1995-2001). Di lain pihak, peningkatan proporsi penyakit tidak menular selama periode tahun 1995-2001 dan periode tahun 2001-2007 hampir sama. Dengan demikian Pemerintah khususnya Departemen Kesehatan dan Dinas Kesehatan menghadapi beban ganda, yaitu ancaman penyakit menular yang penurunannya melambat dan cenderung menetap, serta peningkatan penyakit tidak menular yang melaju cukup cepat.

Selanjutnya, proporsi penyakit/gangguan yang berhubungan dengan kematian maternal serta kematian perinatal tidak berubah dalam periode terakhir (2001-2006). Upaya-upaya peningkatan pelayanan berkualitas untuk kehamilan, persalinan, masa nifas perlu terus menerus ditingkatkan untuk menurunkan kematian maternal dan perinatal.

  1. UPAYA PEMERINTAH DALAM MENURUNKAN ANGKA MORTALITAS DI INDONESIA
  2. Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dan pemerintah pelayanan kesehatan. Untuk meningkatkan mutu pelayanan serta pemerintahan pelayanan kesehatan yang ada di masyarakat telah dilakukan berbagai upaya, salah satunya adalah dengan meletakkan dasar pelayanan kesehatan pada sektor pelayanan dasar.
  3. Peningkatan status gizi masyarakat. Peningkatan status gizi masyarakat merupakan bagian dari upaya untuk mendorong terciptanya perbaikan status kesehatan.
  4. Meningkatkan peran serta masyarakat. Peningkatan peran serta masyarakat dalam membantu status kesehatan ini penting, sebab upaya pemerintah dalam rangka menurunkan kematian tidak dapat dilakukan hanya oleh pemerintah, melainkan peran serta masyarakat dengan keterlinatan atau partisispasi secara lagsung.
  5. Meningkatakan manajemen kesehatan. Upaya meningkatkan program pelayanan kesehatan anak dapat berjalan dan berhasil dengan baik bila didukung dengan perbaikan dalam pengelolaan pelayanan kesehatan.
  1. KORELASI MORTALITAS TERHADAP KESEHATAN

Di dalam studi ilmu kependudukan terdapat sebuah komponen yang ikut mempengaruhi laju pertumbuhan penduduk di suatu wilayah yaitu kematian atau mortalitas. Peristiwa kematian dapat disebabkan oleh banyak faktor salah satunya adalah kesehatan. Suatu korelasi timbal balik antara mortalitas dengan kesehatan masyarakat ada dua macam, yaitu korelasi yang bersifat positif atau menguntungkan maupun korelasi yang bersifat negative atau merugikan.

Korelasi yang bersifat positif atau menguntungkan antara mortalitas dengan kesehatan masyarakat adalah dengan adanya mortalitas maka kelajuan pertumbuhan penduduk yang tidak dapat terkendali dapat ditekan dan secara otomatis kepadatan penduduk pun dapat berkurang sehingga terjadi pula perubahan fungsi lahan yang semula untuk perumahan menjadi fungsi lain yang lebih bermanfaat misalnya pertanian, lahan perkebunan, sumber lapangan pekerjaan, dan lain-lain. Dengan demikian kesejahteraan penduduk akan semakin meningkat begitu pula derajat kesehatan masyarakat. Sebagai ilustrasi pada suatu wilayah yang padat penduduknya maka letak bangunan yang satu dengan lainnya saling berhimpitan sehingga menimbulkan banyak permasalahan kesehatan, seperti sanitasi yang kurang memadai, kurangnya lahan sumber oksigen (tumbuh-tumbuhan), dan sebagainya.

Korelasi yang bersifat negative atau merugikan antara mortalitas dengan kesehatan masyarakat adalah terkait penyebab kematian di suatu wilayah itu sendiri. Dalam studi ilmu kesehatan masyarakat dipelajari berbagai faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat atau lebih dikenal dengan teori H.L. Blum, diantaranya adalah karena faktor perilaku individu atau masyarakat, pelayananan kesehatan, lingkungan, dan genetik. Kematian dapat disebabkan karena perilaku dan pola hidup yang tidak bersih dan sehat sehingga menimbulkan penyakit, apabila penyakit tersebut menyebar ke masyarakat maka dapat terjadi kematian penduduk dalam jumlah yang banyak. Kedua, kematian dapat disebabkan oleh pelayanan kesehatan yang kurang memadai, hal ini terkait dengan kebijakan kesehatan yang dikeluarkan oleh pemerintah, seperti adanya penyelewengan dana penyediaan alkes, pembagian jamkesmas yang tidak merata dan sesuai sasaran menyebabkan terjadinya kematian penduduk terutama penduduk yang ada di bawah garis kemiskinan. Ketiga, banyak penyakit yang bersumber dari lingkungan. Misalnya, lingkungan yang kumuh memiliki sedikit sumber oksigen (tumbuh-tumbuhan), sedikitnya lahan untuk membuang sampah rumah tangga sehingga mencemari tanah, air, dan udara. Keempat, banyaknya kematian juga dipengaruhi oleh factor genetic, di mana seorang bayi yang lahir cacat bahkan meninggal dunia dapat diakibatkan oleh gen orang tua yang mengandungnya, misalnya sang orang tua tidak gemar mengkonsumsi nutrisi yang baik bagi kandungannya atau terdapat penyakit keturunan yang dibawa oleh orang tuanya.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB IV

KESIMPULAN

  1. Menurut PBB dan WHO, kematian adalah hilangnya semua tanda-tanda kehidupan secara permanen yang bisa terjadi setiap saat setelah kelahiran hidup. Pengukuran mortalitas terdapat angka kematian Ibu, angka kematian bayi, angka kematian kasar, angka kematian karena penyakit tertentu, angka kematian pada golongan umur tertentu, dan angka kematian neonatal.
  2. Angka kematian bayi di Indonesia masih tergolong tinggi, jika dibandingkan dengan negara lain. Di Indonesia masih banyak bayi yang mengalami kesakitan dan kematian karena salah satu faktor yang mempengaruhinya adalah sosial ekonomi dan di Indonesia masih banyak angka kemiskinan. Oleh karena itu untuk mengurangi angka mortalitas pada bayi dan balita ataupun kelompok umur lainnya seharusnya dilakukan penambahan lapangan pekerjaan sehingga masyarakat di Indonesia mudah dalam mencari lapangan pekerjaan. Apabila lapangan pekerjaan sudah tersedia maka status ekonomi merekapun akan naik sehingga jumlah kemiskinan yang ada di Indonesia akan berkurang.
  3. Ukuran kematian merupakan angka atau indeks, yang di pakai sebagai dasar untuk menentukan tinggi rendahnya tingkat kematian suatu penduduk.Ada berbagai macam ukuran kematian, mulai dari yang paling sederhana sampai yang cukup kompleks.
  4. Cara mengetahui sumber data kematian dapat diperoleh dari berbagai macam sumber, antara lain registrasi fital dan sensus dan survey penduduk.
  5. Ada beberapa cara pengukuran angka kematian diantaranya adalahAngka Kematian Penyebab khusus (AKP), Angka Kasus Fatal, Angka Kematian Neonatal (AKN), Angka Kematian Ibu, Tingkat Kematian Kasar (Crude Death Rate), Tingkat Kematian Menurut Umur ( Age Specific Death Rate ), Tingkat Kematian Bayi -Infant Death Rate (IDR) /Infat Mortality  Rate (IMR).
  6. Korelasi yang bersifat positif atau menguntungkan antara mortalitas dengan kesehatan masyarakat adalah dengan adanya mortalitas maka kelajuan pertumbuhan penduduk yang tidak dapat terkendali dapat ditekan dan secara otomatis kepadatan penduduk pun dapat berkurang sehingga terjadi pula perubahan fungsi lahan yang semula untuk perumahan menjadi fungsi lain yang lebih bermanfaat.
  7. Korelasi yang bersifat negative atau merugikan antara mortalitas dengan kesehatan masyarakat adalah terkait penyebab kematian di suatu wilayah itu sendiri. Dalam studi ilmu kesehatan masyarakat dipelajari berbagai faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat atau lebih dikenal dengan teori H.L. Blum, diantaranya adalah karena faktor perilaku individu atau masyarakat, pelayananan kesehatan, lingkungan, dan genetik.

Salah satu faktor yang penting dalam mengatasi tingginya angka mortalitas adalah pendidikan. Oleh karena itu perlu adanya program atau lebih ditingkatkan lagi program akan perduli pendidikan. Dengan pendidikan yang baik kita mampu membuka pemikiran baru bahwa budaya yang kita percayai turun menurun tentang budaya memiliki anak akan berubah. Dengan demikian angka mortalitas di Indonesia akan berkurang.

LAPORAN DEMOGRAFI TEKHNIK JUDUL DATA KEPENDUDUKAN KOTA BANJARMASIN

BAB I

PENDAHULUAN

  1. LATAR BELAKANG

Secara umum, gambaran penduduk atau statistik dan data kependudukan sangat diperlukan terutama oleh para pembuat kebijakan, baik dikalangan pemerintah maupun nonpemerintah. Data tentang jumlah dan pertumbuhan penduduk, misalnya, digunakan sebagai informasi dasar dalam pengembanagn kebijakan penurunan angka kelahiran, peningkatan pelayanan kesehatan, pengarahan persebaran penduduk, persediaan kebutuhan penduduk akan makanan, pendidikan, perumahan, dan lapangan pekerjaan.

Selain itu, data dan statistik kependudukan dapat digunakan untuk mengetahui gambaran sosial dan ekonomi penduduk di suatu negara. Dari segi ketenagakerjaan, misalnya, keadaan penduduk dapat dilihat dari persentasenya menurut bidang pekerjaan utama (pertanian, industri, dan jasa), status pekerjaan (forman dan informal), atau jenis kegiatan (bekerja, sekolah, atau mencari pekerjaan.

Dari sudut perkembangan ilmu itu sendiri, statistik kependudukan memegang peranan penting. Penemuan-penemuan baru tentang apa yang terjadi secara empiris akan membentuk teori baru dan teori tersebut akan diuji lagi dengan penemuan data empiris yang terbaru dan demikian seterusnya.

  1. TINJAUAN PUSTAKA

Demografi (Demografhy) dari segi kata, merupakan istilah yang berasal dari dua kata Yunani, yaitu Demos yang berarti rakyat atau penduduk dan grafeien yang berarti menggambar atau menulis. Oleh karena itu, demografi dapat diartikan sebagai tulisan atau gambaran tentang penduduk. Istilah pertama kali dipakai oleh Ahille Guillard pada tahun 1855 dalam karyanya berjudul “ Elements De Statique Humaine, Ou Demographie Comparee “ atau Elements Of Human Statistics or Comparative Demographie (dalam Iskandar 1994).

Menurut Sri Murtono, Hassan Suryono, dan Martiyono, penduduk adalah setiap orang yang bertempat tinggal atau berdomisili di suatu wilayah dalam kurun waktu yang cukup lama. Biasanya penduduk adalah orang-orang yang lahir secara turun-menurun dan tumbuh di suatu negara tertentu. Namun bisa saja penduduk itu berasal dari negara lain namun telah bertempat tinggal dan menetap di Indonesia dalam waktu yang cukup lama karena suatu urusan atau telah menikah dengan orang Indonesia.

Kepadatan penduduk (density ratio), yaitu angka yang menyatakan perbandingan antara banyaknya penduduk terhadap luas wilayah atau beberapa banyaknya penduduk per kilometer persegi pada tahun tertentu.

Dari pengelompokkan penduduk menurut jenis kelamin, ukuran yang dihasilkan adalah rasio jenis kelamin. Ukuran ini menyatakan perbandingan antara banyaknya jumlah laki-laki dan banyaknya jumlah penduduk perempuan pada suatu daerah dan waktu tertentu. Biasanya dinyatakan dalam banyaknya penduduk laki-laki perseratus penduduk perempuan.


BAB II

PEMBAHASAN

  1. TABEL, GRAFIK DAN ANALISIS
  2. Tabel 1. Nama Kecamatan di Kota Banjarmasin Tahun 2008-2013
Tabel 1.  Nama Kecamatan di Kota Banjarmasin Tahun 2008-2013
Kecamatan 2008-2009 2010-2013
Kelurahan Luas Km2 % Kelurahan Luas Km2 %
Banjarmasin Selatan 11 20,18 28,03 12 38,27 38,87
Banjarmasin Timur 9 11,54 16,03 9 23,86 24,23
Banjarmasin Barat 9 13,37 18,57 9 13,13 13,34
Banjarmasin Tengah 12 11,66 16,19 12 6,66 6,76
Banjarmasin Utara 9 15,25 21,18 10 16,54 16,8
Jumlah 50 72 100 52 98,46 100

Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Banjarmasin (2008, 2009, dan 2011)        

Bagian Tata Pemerintaha Kota Banjarmasin (2010, 2012, dan 2013)

 

 

 

  • Grafik 1. Luas Kecamatan di Kota Banjarmasin Berdasarkan Tahun 2008-2013

Dari data Tabel 1 Kota Banjarmasin terdapat lima kecamatan dan lima puluh kelurahan serta terdapat luas wilayah perkm2. Pada tahun 2008-2009 luas wilayah perkm2 yang terluas pada wilayah Banjarmsin Selatan seluas 20,18 km2 dengan jumlah kelurahan 11 kelurahan. Sedangkan pada tahun 2010-2013 luas wilayah perkm2 terdapat pada wilayah Banjarmasin Selatan juga tetapi dengan luas perkm2 yang berbeda yaitu 38,27 km2 dengan jumlah kelurahan 12. Pada tahun ini terjadi perluasan luas wilayah dan penambahan kelurahan pada kecamatan Banjarmasin Selatan. Alasan kenapa pada kecamatan Banjarmasin Selatan ataupun kecamatan lain bertambah luas dikarenakan kemungkinan adanya penambahan kelurahan atau keputusan pemerintah terjadinya pemekaran wilayah.

Secara pasti tidak bisa disimpulkan juga bahwa adanya penambahan kelurahan karena adanya pemekaran dan lain sebagainya karena pada data ada jumlah kelurahan yang tetap sama tetapi jumlah luas wilayah kecamatan meluas. Karena laporan ini berdasarkan data yang sudah ada dan tidak dari hasil lapangan langsung maka laporan ini tidak bisa menyimpulkan alasan secara pasti dan jelas sesuai fakta.

  1. Tabel 2. Luas Wilayah Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Menurut Kecamatan Kota Banjarmasin Tahun 2008-2013
Tabel 2. Luas Wilayah,  Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk per Km2 Menurut Kecamatan Kota Banjarmasin Tahun 2008-2013
Kecamatan Luas (km2) Tahun 2008 Tahun 2009 Tahun 2010 Tahun 2011 Tahun 2012 Tahun 2013
∑ P K P ∑ P K P ∑ P K P ∑ P K P ∑ P K P ∑ P K P
Banjarmasin Selatan 38,27 150221 7444 153012 7582 146068 3817 148230 3873 151175 3950 153254 4004,55
Banjarmasin Timur 23,86 118278 10249 120476 10440 111912 4690 112633 4721 115147 4826 116726 4892,12
Banjarmasin Barat 13,13 149753 11201 152536 11409 143461 10926 145366 11071 146448 11154 147482 11232,44
Banjarmasin Tengah 6,66 114584 9827 116714 10010 91700 13769 91248 13701 93167 13989 93660 14063,06
Banjarmasin Utara 16,54 94409 6209 96164 6306 132340 8001 137513 8314 142092 8591 145656 8806,29
Jumlah 98,46 627245 44930 638902 45747 625481 6353 634990 6449 648092 6582 656778 6670,29

Sumber : BPS Kota Banjarmasin (2008-2013)

Keterangan :        ∑ P         : Jumlah Penduduk

K P         : Kepadatan Penduduk

                                   

 

Rumus Kepadatan Penduduk :

Kepadatan Penduduk (KP) =

  • Grafik 2. Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Pertahun Pada Kecamatan Kota Banjarmasin Tahun 2008-2013

Data tabel pada tahun 2008-2009 jumlah penduduk tertinggi di kecamatan Banjamasin Selatan dengan jumlah penduduk 150221 jiwa dengan kepadatan 7444 perkm2. Meskipun dengan jumlah penduduk tinggi, kepadatan penduduk disini tidak terlalu padat dikarenakan luas wilayah ini juga terluas pada tahun ini dibandingkan luas wilayah lain. Sehingga daya tampung ruang untuk jumlah penduduk yang tinggi tidak mempengaruhi kepadatannya.

Sedangkan untuk jumlah penduduk terkecil pada tahun 2008-2009 berada di kecamatan Banjarmasin Utara  sebesar 94409 dengan kepadatan penduduk 6209 perkm2. Pada tahun ini jumlah penduduk sebanding dengan luas wilayahnya, sehingga kepadatan penduduk disini tidak tinggi.

Pada tahun 2008-2009 untuk kepadatan tertinggi pada kecamatan Banjarmasin Barat, sedangkan jumlah luas kecamatan ini pada tahun 2008-2009 ketiga terluas dan jumlah penduduk kedua tertinggi.

Dari tahun 2010-2013 jumlah penduduk tertinggi di kecamatan Banjarmasin Selatan dan jumlah penduduk terkecil di Banjarmasin Tengah. Sedangkan untuk kepadatan tertinggi di kecamatan Banjarmasin Tengah.

  1. Tabel 3. Luas Wilayah dengan Jumlah Rumah Tangga Menurut Kecamatan Kota Banjarmasin Tahun 2008-2013
Kecamatan Luas Km2 Tabel 3.  Luas Wilayah dengan Jumlah Rumah Tangga Menurut Kecamatan Kota Banjarmasin Tahun 2008-2013
2008 2009 2010 2011 2012 2013
Banjarmasin Selatan 38,27 37875 39303 37169 37719 38467 38998
Banjarmasin Timur 23.86 32371 33587 29613 28809 29449 30892
Banjarmasin Barat 13.13 39806 41404 37774 38276 38539 38833
Banjarmasin Tengah 6.66 27115 28122 23889 23770 24262 24399
Banjarmasin Utara 16.54 28685 29794 36600 38017 39252 40268
Jumlah 38,27 165852 172210 165045 166591 169969 173390

Sumber : BPS kota Banjarmasin (2008-2013)

  • Grafik 3. Kepadatan Rumah Tangga Kabupaten Kota Banjarmasin Tahun 2008-2013

Keterangan      :           RT : Rumah Tangga

Luas wilayah dengan jumlah RT  tertinggi terletak  di Kecamatan Banjarmasin Barat pada tahun 2008-2011 yaitu dengan luas 13.13 km2, dan pada tahun 2012-2013 luas wilayah dengan jumlah RT tertinggi di Kecamatan Banjarmasin Utara dengan luas 18.54 km2. Luas wilayah dengan Jumlah RT terendah terletak di Banjarmasin Tengah pada tahun 2008-2013 dengan luas 6.6 km2. Jadi, dapat di simpulkan bahwa luas wilayah dengan  jumlah RT menurut Kecamatan yang tertinggi tidak terlalu padat dikarenakan luas wilayahnya juga cukup luas dibandingkan dengan luas wilayah yang lain.

  1. Tabel 4. Penduduk Menurut Jenis Kelamin, Sex Rasio Kecamatan Kota Banjarmasin Tahun 2008-2013
Kecamatan Tabel 4. Penduduk Menurut Jenis Kelamin, SR Kecamatan Kota Banjarmasin Tahun 2008-2013
2008 2009 2010
L P ∑P SR L P ∑P SR L P ∑P SR
Banjarmasin Selatan 75079 75142 150221 100 76894 76118 76994 101 73504 72564 146068 101
Banjarmasin Timur 59113 59165 118278 100 60542 59934 60642 101 55683 56229 111912 99
Banjarmasin Barat 74845 74908 149753 100 76654 75882 76754 101 72667 70794 143461 103
Banjarmasin Tengah 57268 57316 114584 100 58653 58061 58753 101 45049 46651 91700 97
Banjarmasin Utara 47184 47225 94409 100 48325 47839 48425 101 65837 66503 132340 99
Jumlah 313489 313756 627245 500 321068 317834 321568 505 312740 312741 625481 499
Kecamatan Tabel 4. Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan SR,  Menurut Kecamatan
2011 2012 2013
L P ∑P SR L P ∑P SR L P ∑P SR
Banjarmasin Selatan 74,612 73,618 148,23 50 76146 75029 151175 101 77.228 76.026 153.254 102
Banjarmasin Timur 56,014 56,619 112,633 50 57322 57825 115147 99 58.134 58.592 116.726 99
Banjarmasin Barat 73,66 71,706 145,366 50 74222 72226 146448 103 74.769 72.713 147.482 103
Banjarmasin Tengah 44,783 46,465 91,248 51 45833 47334 93167 97 46.108 47.552 93.660 97
Banjarmasin Utara 68,38 69,133 137,513 50 70357 71735 142092 98 72.128 73.528 145.656 98
Jumlah 317,449 317,541 634,99 251 323880 324149 648029 498 328367 328411 656778 499

Sumber : BPS (2008-2013)


Rumus :

  • Jumlah Penduduk :           Jumlah Penduduk Laki-laki + Jumlah Penduduk Perempuan
  • Sex Rasio :            x K

Keterangan                  :           M : Male (Laki-laki)

F : Female (Perempuan)

K : Konstanta (100)

  • Grafik 4. Sex Rasio Kecamatan Kota Banjarmasin Tahun 2008-2013

Dari tabel dan grafik 4 di atas pada tahun 2008-2013 penduduk kabupaten kota Banjarmasin sex rasio antara penduduk perempuan dengan penduduk laki-laki hampir mencapai 100 berbanding sex rasio penduduk perempuan dengan penduduk laki-laki, 103 laki-laki berbanding  dengan 100 perempuan tidak akan terlalu dominan perbedaannya sehingga  tidak akan menimbulkan dampak yang terlalu besar dan nilai sex rasio di kecamatan banjarmasin barat ini cendrung tidak mengalami perubahan, yaitu dari tahun 2012-2013 artinya di kecamatan ini tidak kekurangan penduduk laki-laki. Terkecuali di  tahun 2011 yang hanya mencapai kurang lebih  sekitar 50 penduduk laki-laki berbanding 100 penduduk perempuan sex rasio dibeberapa kecamatan kota Banjarmasin, 9/10 laki-laki berbanding dengan 100 perempuan, jumlah ini sangat memprihatinkan karena jumlah laki-laki tidak sebanding dengan jumlah perempuan dan hal ini perlu adanya perhatian dari pemerintah dan masyarakat.

Angka perbandingan sex rasio pada tahun 2011 ini banyak faktor yang menyebabkan kemungkinan perbandingan yang drastis curam ini. Kemungkinan pertama pada saat pendataan para penduduk laki-laki lagi bekerja di luar kota Banjarmasin sehingga tidak terdata. Kemungkinan kedua banyaknya para laki-laki yang meninggal karena pola perilaku menjaga kesehatan. Salah satu perilaku tidak sehat penduduk laki-laki adalah merokok yang kecanduan. Karena data dari laporan ini tidak melakukan pendataan langsung kelapangan melainkan mengambil data BPS ( Badan Pusat  Stastistik ) Kalimantan Selatan, alasan pasti penyebab perbandingan penduduk perempuab dan laki-laki tidak tahu pasti sebab data yang didapatkan terbatas.

  1. Tabel 5. Jumlah Akseptor KB Aktif Menurut Pemakaian Alat Kontrasepsi Kecamatan Kota Banjarmasin Tahun 2008-2013
Kecamatan 2008 2009
IUD MO MOW IMPLANT Suntikkan Pil Kondom OV Jumlah IUD MO MOW IMPLANT Suntikan Pil Kondom OV Jumlah
Banjarmasin Selatan 435 15 169 378 7486 11308 213 0 20004 427 19 172 420 7646 11256 288 0 20228
Banjarmasin Timur 683 4 267 287 5708 8112 211 0 15272 705 6 279 315 5953 8375 258 0 15891
Banjarmasin Barat 569 2 239 368 8250 11196 122 0 20746 595 2 266 445 7978 11842 153 0 21281
Banjarmasin Tengah 651 2 312 207 5494 6154 145 0 12965 689 8 327 260 5738 6335 203 0 13560
Banjarmasin utara 474 1 163 322 6193 8164 249 0 15566 689 8 327 260 5738 6335 203 0 13560
Jumlah 2812 24 1150 1562 33131 44934 940 0 84553 3105 43 1371 1700 33053 44143 1105 0 84520
2010 2011
IUD MO MOW IMPLANT Suntikan Pil Kondom OV Jumlah IUD MO MOW IMPLANT Suntikan Pil Kondom OV Jumlah
443 19 176 472 8121 11491 314 0 21036 459 25 186 519 8414 12527 349 0 22479
739 46 298 357 6004 8294 283 0 16021 776 93 315 388 6223 8530 305 0 16630
601 3 266 465 9139 12103 168 0 22745 595 5 271 468 9710 11827 187 0 595
710 8 229 419 7675 8421 370 0 17832 735 16 348 321 5525 5958 214 0 13117
723 11 335 284 5606 6089 218 0 13266 771 9 239 487 8228 8333 240 0 18307
3216 87 1304 1997 36545 46398 1353 0 90900 3336 148 1359 2183 38095 46843 1475 0 93439

Sumber: BKBPMP Kota Banjarmasin (2008-2013)

  • Grafik 5. Akseptor KB Aktif Menurut Pemakai Alat Kontrasepsi Kecamatan Kota Banjarmasin Tahun 2008-2013
  • Grafik 5.1. Akseptor KB Aktif Menurut Pemakai Alat Kontrasepsi Kecamatan Kota Banjarmasin Tahun 2008

Pada tahun 2008 alat kontrasepsi yang tertinggi di gunakan di kota Banjarmasin adalah Pil dengan jumlah total 44934 orang, dan pemakai alat kontrasepsi Pil terbanyak terdapat di Kecamatan Banjarmasin Selatan yaitu 11308 orang dan pemakai alat kontrasepsi Pil terendah terdapat di Kecamatan Banjarmasin Tengah yaitu 6154 orang. Sedangkan alat kontrasepsi yang terendah digunakan di Kota banjarmasin adalah Mo dengan jumlah total 24 orang, dengan jumlah pemakai terbanyak terdapat di Kecamatan Banjarmasin Selatan 15 orang dan pemakai Mo terendah terdapat di Kecamatan Banjarmasin Utara yaitu hanya1 orang.

  • Grafik 5.2. Akseptor KB Aktif Menurut Pemakai Alat Kontrasepsi Kecamatan Kota Banjarmasin Tahun 2009

Pada tahun 2009 alat kontrasepsi yang tertinggi digunakan di Kota Banjarmasin adalah Pil dengan jumlah total 44143 orang, dan pemakai alat kontrasepsi pil terbanyak terdapat di Kecamatan Banjarmasin Barat yaitu 11842 orang dan pemakai alat kontrasepsi Pil terendah terdapat di Kecamatan banjarmasin Tengah dan Utara yaitu 6335 orang.  Sedangkan alat kontrasepsi yang terendah digunakan di Kota Banjarmasin adalah Mo dengan jumlah total 43 orang, dan pemakai alat kontrasepsi Mo terbanyak terdapat di Kecamatan Banjarmasin Selatan yaitu 19 orang dan pemakai Mo terendah terdapat di Kecamatan Banjarmasin Barat yaitu 2 orang.

  • Grafik 5.3. Akseptor KB Aktif Menurut Pemakai Alat Kontrasepsi Kecamatan Kota Banjarmasin Tahun 2010

Pada tahun 2010 alat kontrasepsi yang tertinggi di gunakan di Kota Banjarmasin adalah Pil dengan jumlah total 46395 orang, dan pemakai alat kontrasepsi pil terbanyak terdapat di Kecamatan Banjarmasin Barat yaitu 12103 orang dan pemakai alat kontrasepsi pil terendah terdapat di Kecamatan Banjarmasin Utara yaitu 6089 orang. Sedangkan alat kontrasepsi terendah yang digunakan di kota Banjarmasin adalah Mo dengan jumlah total 87 orang, pemakai alat kontrasepsi Mo terbanyak terdapat di Kecamatan banjarmasin Timur yaitu 46 orang dan pemakai alat mo terendah terdapat di Kecamatan Banjarmasin Barat yaitu 3 orang.

  • Grafik 5.4. Akseptor KB Aktif Menurut Alat Kontrasepsi Kecamtan Kota Banjarmasin Tahun 2011

Pada tahun 2011 alat kontrasepsi yang tertinggi digunakan di Kota banjarmasin adalah Pil dengan jumlah total 4683 orang, pemakai alat kontrasepsi pil terbanyak terdapat di Kecamatan Banjarmasin Barat yaitu 11827 orang dan pemakai alat kontrasepsi pil terendah terdapat di Kecamatan Banjarmasin Tengah yaitu 5958 orang. Sedangkan alat kontrasepsi terendah yang digunakan di kota banjarmasin adalah kontrasepsi Mo dengan jumlah total 148 orang, pemakai alat kontrasepsi Mo terbanyak terdapat di kecamatan banjarmasin Timur yaitu 93 orang dan pemakai alat kontrasepsi mo terendah  terdapat di Kecamatan banjarmasin barat yaitu 5 orang.

  • Grafik 5.5. Akseptor KB Aktif Menurut Alat Kontrasepsi Kecamtan Kota Banjarmasin Tahun 2012

Pada tahun 2012 alat kontrasepsi tertinggi yang digunakan di Kota Banjarmasin adalah pil dengan jumlah total 46210 orang, pemakai alat kontrasepsi Pil tertinggi terdapat di Kecamatan Banjarmasin Selatan yaitu 12103 orang, dan pemakai alat kontrasepsi Pil terendah terdapat di Kecamatan Banjarmasin Utara yaitu 5943. Sedangkan  alat kontrasepsi terendah yang digunakan di Kota Banjarmasin adalah mo dengan jumlah total 476 orang, pemakai alat kontrasepsi Mo terbanyak terdapat di kecamatan banjarmasin timur yaitu 258 orang dan pemakai alat kontrasepsi Mo terendah terdapat di kecamatan Banjarmasin Barat dan Utara yaitu 38 orang.

 

  • Grafik 5.6. Akseptor KB Aktif Menurut Alat Kontrasepsi Kecamatan Kota Banjarmasin Tahun 2013

Pemakaian PIL dari tahun 2008 sampai 2013 dapat dikatakan tidak ada perubahan yang terlalu signifikan sama halnya dengan pemakaian MO. Pemakaian PIL lebih banyak dikonsumsi karena karena lebih disukai, harganya yang terjangkau, mudah didapatkan, dan penggunaanya mudah, karena hanya dibutuhkan kepatuhan wanita untuk meminumnya. Sedangkan pemakaian MO paling sedikit karena harganya tidak terjangkau seperti PIL, MO tidak dapat dilakukan pada orang yang masih ingin memiliki anak nantinya dan ada kemungkinan mengalami resiko pembedahan.

  1. Tabel 6. Banyaknya Bayi Lahir Hidup dan Bayi Lahir Mati Pertahun (2008-2009) Kota Banjarmasin
Tabel 6. Banyaknya Bayi Lahir Hidup dan Lahir Mati Pertahun (2008-2013) Kota Banjarmasi
Bayi Lahir Hidup Bayi Lahir Mati
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2008 2009 2010 2011 2012 2013
10.609 11.225 11.371 10.865 11.383 11.599 0 0 0 0 0 0

Sumber : Dinas Kesehatan Kota Banjarmasin

  • Grafik 6. Banyaknya Bayi Lahir Hidup Pertahun Kota Banjarmasin Tahun 2008-2013

Laporan ini tidak bisa menyimpulkan perbandingan bayi lahir hidup dan bayi lahir mati karena data yang didapatkan dari Data Badan Pusat Statistik di Kota Banjarmasin untuk bayi lahir mati tidak tercatat atau tidak terdata. Dari keadaan data ini dapat kita ambil infornasi bahwa ada kemungkinan kurangnya perhatian dari masyarakat ataupun pemerintah.

Kurangnya perhatian masyarakat dalam pelaporan ke instansi pemerintah terkait sedangkan kurangnya perhatian pemerintah terletak pada ketika melakukan pendataan. Padahal data ini sangat diperlukan dalam informasi mengetahui keadaan kesehatan dan angka harapan hidup.

  1. Tabel 7. Penduduk Menurut Kelompok Umur Kota Banjarmasin Tahun 2008-2013
Kelompok Umur Tabel 7. Penduduk Menurut Kelompok Umur Kota Banjarmasin Tahun 2008-2013
2008 2009 2010 2011 2012 2013
L P ∑P L P ∑P L P ∑P L P ∑P L P ∑P L P ∑P
0-4 32071 28202 60273 32857 28449 61306 31040 28589 59629 31514 28992 60506 31673 29685 61358 34646 32581 67227
5-9 26145 25186 51331 26841 25381 52222 30473 28757 59230 30955 29176 60131 30647 28637 59284 30278 28734 59012
10-14 27532 21854 49386 26867 21188 48055 27040 25698 52738 27491 26040 53531 29202 28077 57279 27435 26298 53733
15-19 25338 30710 56048 26024 31078 57102 27523 28817 56340 27961 29248 57209 28432 28446 56878 27618 28696 56314
20-24 32212 31506 63718 32935 31343 64278 29964 31924 61888 30505 32298 62803 28437 29397 57834 30867 31920 62787
25-29 32343 32515 64858 32939 32319 65258 30429 30372 60801 30931 30759 61690 29494 30708 60202 29642 29031 58673
30-34 30692 32126 62818 31101 32459 63560 28542 28323 56865 28956 28749 57705 29404 29899 59303 28645 28959 57604
35-39 24875 27232 52107 25642 27763 53405 26489 26440 52929 26887 26839 53726 27740 27622 55362 27192 27505 54697
40-44 24926 22456 47382 25740 22966 48706 22837 22617 45454 23083 23077 46160 24314 24156 48470 24975 24899 49874
45-49 16411 16436 32847 16993 17033 34026 18223 18453 36676 18352 18900 37252 19908 19881 39789 20498 20872 41370
50-54 14383 17013 31396 15171 18040 33211 15059 14497 29556 15288 14740 30028 16176 16016 32192 16767 16456 33233
55-59 9947 9903 19850 10747 10465 21212 10613 9558 20171 10789 9704 20493 11572 11011 22583 13238 12340 25578
60-64 6777 5981 12758 7006 6442 13448 6182 6931 13113 6286 7044 13330 7658 7874 15532 7307 7266 14573
65-69 9837 12636 22473 10205 12908 23113 4247 4767 9014 4345 4818 9163 4767 5505 10272 4740 5391 10131
70-74 0 0 0 0 0 0 2312 3447 5759 2327 3530 5857 2574 3606 6180 2529 3557 6086
75+ 0 0 0 0 0 0 1767 3551 5318 1779 3627 5406 1882 3629 5511 1990 3906 5896
Jumlah 313489 313756 627245 321068 317834 638902 312740 312741 625481 317449 317541 634990 323880 324149 648029 328367 328411 656788

Sumber :

 

 

  • Grafik 7. Penduduk Menurut Kelompok Umur Kota Banjarmasin Tahun 2008-2013
  • Grafik 7.1. Penduduk Menurut Kelompok Umur Kota Banjarmasin Tahun 2008

Data grafik diatas kelompok umur  di Kota Banjarmasin pada Tahun 2008 dapat diketahui jumlah total laki-laki adalah 313489 orang, sedangkan jumlah total kelompok umur perempuan 313756 orang, dari jumlah tersebut dapat dilihat bahwa kelompok umur perempuan lebih banyak dari pada kelompok umur laki-laki. Pada tahun 2008 Kelompok umur laki-laki tertinggi terdapat  pada usia  0-4 tahun yaitu ada 32071 orang, sedangkan kelompok umur laki-laki terendah terdapat pada usia 60-64 tahun yaitu 9837 dan usia 70-74, 75+ tahun tidak ada kelompok umur laki-laki. Dan pada tahun 2008 kelompok umur perempuan tertinggi terdapat pada usia 25-29 tahun yaitu 32515 orang, sedangkan kelompok umur perempuan terendah terdapat pada usia 60-64 tahun yaitu  5981. Dari data tersebut dapat dianalisis bahwa kelompok umur laki-laki  pada tahun 2008 di Kota Banjarmasin  tertinggi terdapat pada usia non produktif yaitu 0-4 tahun dan usia terendah pada usia non produktif juga yaitu pada usia 60-64 tahun,  jadi di Kota Banjarmasin 10 tahun yang akan datang akan  banyak kelompok umur produktif laki-laki yang akan berpengaruh pada banyaknya lapangan pekerjaan yang akan di cari, akan bertambahnya rumah tangga, tingkat ketahanan daerah aman dan juga akan bertambahnya pernikahan yang akan berpengaruh pada tingkat kelahiran.

Sedangkan kelompok umur perempuan tertinggi di Kota Banjarmasin terdapat pada usia 25-29 tahun yang akan mempengaruhi tingkat kelahiran yang akan meningkat. Dan kota banjarmasin 10 tahun yang akan datang banyak mempunyai usia nonproduktif perempuan yang akan menambah kepadatan penduduk dan beban bagi usia produktif.

  • Grafik 7.2. Penduduk Menurut Kelompok Umur Kota Banjarmasin Tahun 2009

Dari grafik 7.2. Penduduk menurut kelompok umur tahun 2009 pada kelompok umur 0-4 tahun lebih banyak anak laki-laki yang lahir di tahun ini dibanding anak perempuan. Dan beberapa tahun kemudian sekolah akan lebih banyak anak laki-laki yang bersekolah disbanding anak perempuan. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan jika perempuan yang akan lebih banyak yang bersekolah. Bisa jadi anak laki-laki di tahun ini ajalnya lebih pendek dibanding perempuan, dan bisa  jadi anak laki-lakinya mempunyai kelainan/anak luarbiasa. Dan bisa jadi anak laki-laki tersebut di tuntut untuk bekerja saja.

Sedangkan jumlah laki-laki yang paling sedikit di tahun ini adalah pada kelompok umur 60-64 kemungkinan karena jumlah kematian laki-laki sebelum mencapai kelompok umur ini mengalami peningkatan. Dan beberapa tahun kedepan akan menemui ajalnya.

Sedangkan untuk perempuan, jumlah perempuan yang paling banyak adalah pada kelompok umur 30-34 tahun. Pada umur ini para perempuan asyik-asyiknya berkarir dan menjadi ibu rumah tangga. Sedangkan yang paling sedikit adalah pada kelompok umur 60-64 tahun. Pada tahun ini banyak jumlah perempuan yang sudah meninggal dunia dari jumlah perempuan pada kelompok umur sebelumnya di tahun sebelumnya (2008).

  • Grafik 7.3. Penduduk Menurut Kelompok Umur Kota Banjarmasin Tahun 2010

Pada tahun 2010 kelompok umur di Kota Banjarmasin dapat diketahui jumlah umur kelompok laki-laki 31270 orang sedangkan jumlah kelompok umur perempuan 312741 orang, perbedaan jumlah kelompok umur laki-laki dan perempuan cuma selisih satu orang, jadi jumlah kelompok umur laki-laki dan perempuan tidak berbeda terlalu jauh dan penduduk perempuan laki-laki masih aman dan seimbang karena tidak ada perbedaan jumlah yang terlalu drastis. Usia kelompok umur laki-laki tertinggi pada tahun 2010 di Kota banjarmasin adalah pada usia 0-4 tahun yaitu 31040 orang, sedangkan kelompok umur laki-laki terendah adalah pada usia 75+ yaitu 1767 orang. Sedangkan  kelompok umur perempuan tertinggi pada tahun 2010 di Kota Banjarmasin adalah pada usia 25-29 tahun yaitu 60801 dan usia kelompok umur perempuan terendah adalah pada usia 70-74 tahun yaitu 3447 orang.

  • Grafik 7.4. Penduduk Menurut Kelompok Umur Kota Banjarmasin Tahun 2011

Penduduk menurut kelompok umur tahun 2011 yang paling banyak jumlah penduduk laki-lakinya adalah pada kelompok umur 0-4 tahun sebanyak 31514 anak laki-laki yang lahir pada tahun ini. Ini adalah calon generasi yang akan mengisi wilayah Banjarmasin beberapa puluh tahun kedepan. Dari mengisi instansi pendidikan, lapangan pekerjaan, pemerintahan, dan yang lainnya. Sedangkan yang paling sedikit jumlah laki-lakinya pada tahun ini adalah pada kelompok umur 75+ karena faktor umur yang sudah tidak mendukung lagi untuk hidup dan ajalnya sudah mendekati.

Sedangkan untuk penduduk perempuan yang paling banyak adalah pada kelompok umur 20-24 tahun. Pada kelompok umur ini adalah masa produktifnya seseorang, sehingga akan bermasalah jika penduduk perempuan yang paling banyak. Sedangkan penduduk perempuan yang paling sedikit adalah pada kelompok umur 70-74 tahun. Pada tahun ini hanya sedikit pengurangan jumlah penduduk yang terjadi pada tahun sebelumnya.

  • Grafik 7.5. Penduduk Menurut Kelompok Umur Kota Banjarmasin Tahun 2012

Penduduk menurut kelompok umur tahun 2012 yang paling banyak penduduk laki-lakinya adalah pada kelompok umur 0-4 tahun. Pada kelompok umur ini pada setiap tahunnya adalah paling banyak walaupun jumlahnya berbeda-beda. Tapi masih paling banyak dibanding dengan kelompok umur pada tahun lain.  Sedangkan penduduk yang paling sedikit adalah pada kelompok umur 75+, karena jumlah penduduk dari tahun 0-4 tahun sampai ke tahun 75+ mengalami pengurangan akibat kematian yang terjadi pada laki-laki.

Sedangkan penduduk perempuan yang paling banyak adalah pada kelompok umur 25-29 tahun. Dan paling sedikit pada kelompok umur 70-74 tahun. Jumlah ini lebih banyak di banding jumlah kelompok umur pada tahun sebelumnya yaitu tahun 2011. Pada tahun ini tidak ada pengurangan dari tahun sebelumnya akibat kematian.

  • Grafik 7.6. Penduduk Menurut Kelompok Umur Kota Banjarmasin Tahun 2013

Pada tahun 2013 kelompok umur di Kota Banjarmasin dapat diketahui jumlah umur kelompok laki-laki 328367 orang sedangkan jumlah kelompok umur perempuan 328411 orang. Usia kelompok umur laki-laki tertinggi pada tahun 2010 di Kota banjarmasin adalah pada usia 0-4 tahun yaitu 34646 orang, sedangkan kelompok umur laki-laki terendah adalah pada usia 75+ yaitu 1990 orang. Sedangkan  kelompok umur perempuan tertinggi pada tahun 2010 di Kota Banjarmasin adalah pada usia 0-4  tahun yaitu 32581 dan usia kelompok umur perempuan terendah adalah pada usia 70-74 tahun yaitu 3557 orang.

  1. Tabel 8. Persentase Penduduk Usia 15 Tahun Keatas Yang Bekerja Menurut Tingkat Pendidikan Kota Banjarmasin Tahun 2008-2013
Tabel 8. Persentase Penduduk Usia 15 Tahun Keatas Yang Bekerja Menurut Tingkat Pendidikan Kota Banjarmasin Tahun 2008-2013
Tingkat pendidikan Jenis Kelamin
2008 2009 2010 2011 2012 2013
L P L P L P L P L P L P
Tidak Punya Ijazah Sekolah 6,68 6,88 13,56 4,61 7,36 11,97 7,75 5,65 13,40 7,27 5,91 13,18 5,25 8,00 13,25 7,02 4,97 11,99
SD 12,28 7,83 20,11 9,03 11,68 20,71 14,84 7,09 21,93 13,73 10,64 24,37 8,89 8,59 17,48 11,89 5,95 17,84
SMP 11,87 6,77 18,64 10,88 10,78 21,66 12,96 7,20 20,16 12,09 6,36 18,45 8,53 10,02 18,55 10,04 5,26 15,30
SMA SEDERAJAT 22,07 14,44 36,51 18,72 16,69 35,41 21,82 12,18 34,00 20,82 10,91 31,73 18,62 18,55 37,17 25,44 12,18 37,62
Diploma I/II 0,56 0,71 1,27 0,06 0,56 0,62 0,33 1,00 1,33 0,18 0,45 0,63 0,24 0,60 0,84 0,39 0,39 0,78
Akademik/Diploma III 1,11 0,40 1,51 0,89 0,68 1,57 1,22 0,78 1,99 1,46 0,91 2,37 1,85 1,73 3,58 1,27 0,58 1,85
Universitas 4,65 3,73 8,38 4,87 3,18 8,05 4,10 3,10 7,20 5,18 4,09 9,27 4,18 3,34 7,52 6,82 6,04 12,86
S2 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,89 0,30 1,19 0,97 0,78 1,75
Jumlah 59,22 40,76 99,98 49,06 50,93 99,99 63,02 37,00 100,01 60,73 39,27 100,00 48,45 51,13 98,39 63,84 36,15 98,24

Sumber :

  • Grafik 8. Persentase Penduduk Usia 15 Tahun Keatas Yang Bekerja Menurut Tingkat Pendidikan Kota Banjarmasin Tahun 2008-2013
  • Grafik 8.1. Persentase Penduduk Usia 15 Tahun Keatas Yang Bekerja Menurut Tingkat Pendidikan Kota Banjarmasin Pada Tahun 2008

Persentase penduduk usia 15 tahun keatas yang bekerja menurut tingkat pendidikan pada tahun 2008, yang paling banyak penduduk laki-laki usia 15 tahun keatas yang bekerja menurut tingkat pendidikan adalah pada tingkat pendidikan SMA sederajat karena di wilayah Indonesia wajib belajar 9 tahun. Jadi otomatis banyak para pekerja yang lulusan di tingkat itu. Dan yang paling sedikit adalah lulusan S2 karena kebanyakan dari masyarakat tidak mampu untuk membanyar biaya kuliah S2. Sedangkan untuk perempuan kurang lebih sama dengan laki-laki, tapi alasan tambahan untuk perempuan adalah perempuan cukup di rumah saja mengatur urusan rumah tangganya dan mengurus buah hatinya.

  • Grafik 8.2. Persentase Penduduk Usia 15 Tahun Keatas Yang Bekerja Menurut Tingkat Pendidikan Kota Banjarmasin Pada Tahun 2009

Dari grafik 8.2 Persentase penduduk usia 15 tahun keatas yang bekerja menurut tingkat pendidikan pada tahun 2009, yang paling banyak penduduk laki-laki usia 15 tahun keatas yang bekerja menurut tingkat pendidikan adalah pada tingkat pendidikan SMA sederajat karena lapangan pekerjaan kebanyakan menargetkan orang yang bekerja di tempatnya minimal lulusan SMA sederajat. Sedangkan yang paling sedikit adalah S2, karena di satu sisi instansi pendidikan S2 belum banyak bahkan belum adadi dukung dengan tidak adanay biaya yang mencukupi untuk melanjutkan ke pendidikan yang lebih tnggi.

Sedangkan untuk perempuannya kurang lebih sama dengan laki-laki, hanya saja kuantitasnya agak berbeda dari laki-laki. Pada SMA sederajat, laki-laki lebih banyak pekerjanya di banding perempuan. Karena tenaga laki-laki lebih dibutuhkan daripada perempuan. Dan perempuan lebih di tuntut untuk tinggal di rumah saja agar dia bisa menyelesaikan tugasnya sebagai pengurus rumah tangga dan menjadi ibu bagi anak-anaknya.

  • Grafik 8.3. Persentase Penduduk Usia 15 Tahun Keatas Yang Bekerja Menurut Tingkat Pendidikan Kota Banjarmasin Pada Tahun 2010

Dari grafik 8.3 persentase penduduk usia 15 tahun keatas yang bekerja menurut tingkat pendidikan pada tahun 2010, yang paling banyak penduduk laki-laki usia 15 tahun keatas yang bekerja menurut tingkat pendidikan adalah pada tingkat pendidikan SMA sederajat karena bisa jadi pada tahun sebelumnya yang lulus SMA Sederajat dan tidak melanjutkanpendidikan dan juga belum dapat pekerjaan dan pada tahun ini mendapat pekerjaan sehingga jumlah pekerja tahun ini lebih banyak dari tingkat pendidikan yang lain. Sedangkan terendah pada tingkat pendidikan S2 yang bisa jadi pada saat itu masih belum banyak instansi pendidikan S2 dan jika adapun banyak berada di luar Kalimantan. Dan juga sedikitnya jumlah instansi pendidikan mengakibatkan mahalnya biaya pendidikan pada tingkat ini.

Sedangkan untuk perempuan terbanyak dan tersedikit adalah kurang lebih sama dengan laki-laki, hanya saja kuantitasnya agak berbeda dari laki-laki. Pada SMA sederajat, laki-laki lebih banyak pekerjanya di banding perempuan. Karena perempuan lebih banyak melanjutkan pendidikan lebih tinggi.

  • Grafik 8.4. Persentase Penduduk Usia 15 Tahun Yang Bekerja Menurut Tingkat Pendidikan Kota Banjarmasin Tahun 2011

Persentase penduduk usia 15 tahun keatas yang bekerja menurut tingkat pendidikan pada tahun 2011, yang paling banyak penduduk laki-laki usia 15 tahun keatas yang bekerja menurut tingkat pendidikan adalah pada tingkat pendidikan SMA sederajat karena laki-laki di tuntut untuk mencari nafkah. Entah untuk dirinya sendiri atau orangtuanya atau juga untuk istri dan anaknya. Sedangkan yang sedikit adalah pada tingkat pendidikan S2 karena masih belum banyak instansi pendidikan pada tingkat S2 dan di karenakan biaya yang tidak mencukupi untuk melanjutkan pendidikan ke yang lebih tinggi dan mereka juga sibuk dengan mencari nafkah untuk orang yang di tanggungnya.

Sedangkan untuk perempuan kurang lebih sama dengan laki-laki tapi berbeda alasannya, bukan karena mereka mencari nafkah tapi karena belum ada kesadaran secara penuh dalam meningkatkan ilmu pengetahuannya agar bisa digunakan untuk mendidik anak-anaknya dan mengatur urusan rumah tangga yang luar biasa banyaknya.

  • Grafik 8.5. Persentase Penduduk Usia 15 Tahun Keatas Yang Bekerja Menurut Tingkat Pendidikan Kota Banjarmasin Pada Tahun 2012

Persentase penduduk usia 15 tahun keatas yang bekerja menurut tingkat pendidikan pada tahun 2012, yang paling banyak penduduk laki-laki dan perempuan pada usia 15 tahun keatas yang bekerja menurut tingkat pendidikan adalah pada tingkat pendidikan SMA sederajat karena sudah mulai para perempuan ingin berkarir seperti laki-laki. Dan juga tuntutan ekonomi yang semakin hari semakin mahal.

Sedangkan yang terendah dari usia 15 tahun keatas yang bekerja menurut tingkat pendidikannya adalah untuk laki-laki pada tingkat Diploma I/II karena mereka setelah lulus dari SMA Sederajat, mereka melanjutkan pendidikan ke yang lebih tinggi. Sedangkan untuk perempuan adalah S2 karena masih kurangnya kesadaran untuk melanjutkan pendidikan ke yang lebih tinggi. Dan juga masih adanya persepsi masyarakat yang membuat perempuan enggan untuk melanjutkan pendidikan ke yang lebih tinggi.

  • Grafik 8.6. Persentase Penduduk Usia 15 Tahun Keatas Yang Bekerja Menurut Tingkat Pendidikan Kota Banjarmasin Pada Tahun 2013

Persentase penduduk usia 15 tahun keatas yang bekerja menurut tingkat pendidikan pada tahun 2013, yang paling banyak penduduk laki-laki dan perempuan pada usia 15 tahun keatas yang bekerja menurut tingkat pendidikan adalah pada tingkat pendidikan SMA sederajat karena masih ada yang belum mampu untuk melanjutkan pendidikan ke yang lebih tinggi.

Sedangkan untuk terendah dari usia 15 tahun keatas yang bekerja menurut tingkat pendidikannya baik laki-laki dan perempuan adalah Diploma I/II karena beberapa setelah lulus SMA Sederajat mereka melanjutkan pendidikan ke yang lebih tinggi dan adayang tidak bekerja, entah karena tidak di terima bekerja di lapangan pekerjaan tertentu atau Karena memang tidak mau bekerja. Tapi di tahun ini kesadaran untuk menuntut ilmu sudah meningkat disbanding tahu-tahun sebelumnya karena tuntutan zaman.

  1. Tabel 9. Kepadatan Penduduk Menurut Kecamatan Kota Banjarmasin Tahun 2008-2013
Tabel 9.  Kepadatan Penduduk Menurut Kecamatan Kota Banjarmasin Tahun 2008-2013
Kecamatan Kelurahan Kepadatan Penduduk
2008 2009 2010 2011 2012 2013
Banjarmasin Selatan 11 7444 7582 3817 3873 3950 4004,55
Banjarmasin Timur 9 10249 10440 4690 4721 4826 4892,12
Banjarmasin Barat 9 11201 11409 10926 11071 11154 11232,4
Banjarmasin Tengah 12 9827 10010 13769 13701 13989 14063,1
Banjarmasin utara 9 6209 6306 8001 8314 8591 8806,29
Jumlah 50 44930 45747 41203 41680 42510 42998,5

Sumber :

  • Grafik 9. Kepadatan Penduduk Menurut Kecamatan Kota Banjarmasin Tahun 2008-2013

Dari tabel dan grafik di atas dapat kita simpulkan bahwa Kepadatan Penduduk tertinggi tahun 2008-2013 terdapat di kecamatan Banjarmasin Tengah dengan rata-rata kepadatan penduduk sebesar  12559,84  dan luas wilayah sebesar 11,66 Km2 hal ini bisa terjadi karena luas wilayah di Banjarmasin tengah relatif kecil (sesudah Banjarmasin Timur). Sedangkan kepadatan penduduk terendah terdapat di kecamatan banjarmasin selatan dengan rata-rata kepadatan penduduk 5111,758  dengan luas wilayahnya sebesar 20,18 Km2, karena luas Banjarmasin Selatan inilah yang menyebabkan kepadatan Penduduknya rendah. Selain itu kepadatan penduduk sangat dipengaruhi oleh jumlah penduduk dan luas wilayah.

Selain itu kecamatan Banjarmasin Tengah juga mempunyai daya tarik tersendiri  dari segi wisata maupun ekonominya yaitu berupa kampung wisata seperti Pasar Terapung, Pulang Kembang serta adanya sarana Transportasi Laut yang menghubungkan antara Kabupaten Barito Kuala dengan kota Banjarmasin. Sehingga menarik perhatian masyarakat luar baik untuk sekedar berkunjung  bahkan bermukin di sana. Selain itu pola pikir masyarakat yang menganggap kehidupan di perkotaan lebih mudah apalagi untuk mencari pekerjaan, sedangkan SDM yang mereka miliki tak mampu bersaing di perkotaan. Akhirnya kebanyakan dari mereka hanya bekerja dengan upah minim dan tak mampu untuk pulang kekampung asal karena pendapatan yang tak mencukupi dan terpaksa harus bermukim di sana, pemikiran seperti inilah yang biasanya juga menyebabkan kepadatan penduduk tinggi selain karena  adanya daya tarik dari Banjarmasin Tengah.


BAB III

PENUTUP

  1. KESIMPULAN

Didalam laporan ini memuat sedikit data mengenai luas wilayah beserta jumlah Kelurahan Kota Banjarmasin dan sebagian kecil data kependudukan Kota Banjarmasin. Adapun data kependudukan yang dibahas dalam laporan ini adalah :

  1. Jumlah Penduduk.
  2. Kepadatan Penduduk.
  3. Jumlah Rumah Tangga.
  4. Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Sex ratio.
  5. Jumlah Akseptor KB Aktif Pemakain Alat kontrasepsi.
  6. Bayi Lahir Hidup.
  7. Penduduk Menurut Kelompok Umur.
  8. Persentase Penduduk Usia 15 Tahun Keatas Yang Bekerja Menurut Tingkat Pendidikan.

Data dalam laporan ini diambil dari timeseries enam tahun (2008-2013). Sumber data ini didapatkan dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Banjarmasin.

Laporan ini masih banyak kesalahan dan kekurangan, adapun faktor-faktor kendala kekurangan dalam laporan ini antara lain sebagai berikut :

  1. Kurang lengkapnya data yang didapatkan dari Badan Pusat Statistik Kota Banjarmasin.
  2. Semua data yang ada didalam laporan ini diambil dari data sekunder dan tidak pengambilan data langsung kelapangan.

Khususnya sebagai penyusun laporan ini masih belum bisa mencukupi standar penulisan laporan yang ditetapkan. Penyusun laporan masih perlu kritik dan saran untuk kesempurnaan laporan ini.

MAKALAH KLIMATOLOGI JUDUL PENGARUH PERUBAHAN IKLIM TERHADAP KESEHATAN MANUSIA

BAB I

PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang

Perubahan iklim antropogenik (anthropogenic climate change)a telah diakui sebagai tantangan terberat yang sekarang dihadapi umat manusia. Perubahan iklim memberi dampak terhadap segala macam kehidupan di dunia, yaitu kehidupan flora, fauna, dan manusia. Sejak 1860, mulai secara sistematik dilakukan pengamatan, pengukuran, serta pencatatan iklim dan dite­mu­kan bahwa temperatur dunia terus naik dengan kecepatan yang makin meningkat. Perubahan iklim adalah proses yang berkembang lambat dengan hasil yang relatif kecil, tetapi cukup bermakna untuk me­nyebab­kan kejadian-kejadian cuaca ekstrim (extreme weather events) seperti gelombang panas, banjir, kekeringan, badai, dan last-not-least kenaikan permukaan air laut. Kenaikan permukaan air laut (sea-level rise) di kepustakaan masih kurang mendapat perhatian, tetapi justru untuk Indonesia sebagai negara kepulauan sangat penting dan akan diberi perhatian khusus.

Pada awal pengamatan iklim, ditemukan suatu kenaikan temperatur dunia dan fenomen­a ini diberi nama pemanasan dunia (global warming). Pada 2001, semua hasil peng­amat­an dan penelitian diuji ulang oleh Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC)b dengan kesimpulan bahwa pema­nasan dunia bukan suatu kejadian alamiah, tetapi hasil perbuatan manusia sehingga naman­ya diganti menjadi perubahan iklim antropogenik.

Indonesia telah meratifikasi Protokol Kyoto melalui undang-undang nomor 17/2004. Dengan demikian, menegaskan komitmennya untuk bersama seluruh dunia mengadakan mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim. Namun, masih cukup ba­nyak unsur pemerintahan, kalangan politik, dunia usaha swasta, masyarakat ilmiah, dan masyarakat luas belum cukup memahami masalah perubahan iklim dengan dampaknya terhadap kesejahteraan serta kesehatan masya­rakat Indonesia. Maksud utama penyusunan makalah adalah menyampaikan informasi guna meningkatkan pemahaman ten­tang masalah perubahan iklim di Indo­nesia. Karena kekurangpahaman tentang perub­ahan iklim masih banyak ditemukan di masyarakat ilmu kesehatan/kedokteran maka Medika merupakan media publikasi yang paling tepat.

Perubahan iklim atau yang lebih popular dengan istilah climate change mungkin bagi sebagian orang merupakan hal krusial yang sedang menjadi buah bibir di dunia. Secara tidak langsung mau tidak mau kita harus menyumbangkan kepedulian kita tentang tajuk rencana ini. Walaupun belum bisa memberikan suatu sumbangan nyata yang besar, tapi dengan membaca artikel ini semoga pembaca dapat lebih mengerti dan berpikir lalu selanjutnya bisa menjadi orang yang peduli terhadap bumi kita tercinta yang sekarang sudah mulai rusak.

Pada awalnya bumi dan alam ini memang stabil, namun bumi selalu mengalami perubahan baik secara alami maupun tidak. Tapi apakah yang kita rasakan sekarang? Jika mungkin masih ada yang belum bisa merasakan bahwa bumi kita sedang sakit maka penulis akan berbagi cerita melalui artikel ini.

Menurut penelitian para ahli dibidang ini, perubahan iklim yang kita alami sekarang ini sudah berlangsung sejak abad ke-19. Cuaca sekarang sudah sangat sulit untuk diprediksi. Dulu dengan mudah bagi kita untuk menentukan musim hujan yang biasanya terjadi pada bulan Oktober-Februari. Tapi untuk akhir-akhir ini yang penulis alami adalah prediksi seperti itu sudah tidaklah tepat lagi. Apakah pembaca merasa bahwa udara sekarang sudah sangat panas dan musim kemarau pun lebih terasa panjang? Tentunya kejadian seperti itu akan menimbulkan dampak di berbagai bidang cotohnya kesehatan.

Apabila berbicara tentang perubahan cuaca maka sangat erat hubungannya dengan global warming tentu saja karena yang penulis ketahui bahwa perubahan cuaca diakibatkan oleh global warming. Global warming atau pemanasan global adalah meningkatnya suhu rata-rata permukaan Bumi dan laut akibat peningkatan jumlah emisi Gas Rumah Kaca (GRK) di atmosfer. Gas rumah kaca adalah faktor utama yang menyebabkan pemanasan global ini terjadi. Selanjutnya adalah gas CO2 sisa pembakaran, contohnya saja pembakaran yang tidak sempurna yang menghasilkan gas CO2. Dan yang ketiga adalah efek dari gas metan yang banyak dihasilkan oleh aktivitas persawahan, peternakan, dan pembuangan sampah.

Dampak perubahan iklim ini sangat berkaitan dengan kesehatan oleh karena itu kita tidak boleh menganggap sepele hal ini. Menurut artikel yang penulis baca, 3 hal yang menjadi dasar untuk kesehatan adalah makanan, air dan udara, tentunya pembaca paham bukan keterkaitan perubahan cuaca ini terhadap ketiga hal tersebut? Berikut akan dijelaskan uraian mengenai dampak dari perubahan iklim yang tidak menentu :

  1. Dengan naiknya permukaan air laut maka akan terjadi banjir di wilayah pesisir dengan kondisi iklim kita yang menjadikan intensitas curah hujan semakin meningkat. Apabila sudah terjadi banjir, maka akan banyak sekali penyakit yang akan menghampiri kita, sehingga kesehatan kita pun akan terganggu.
  2. Sebaliknya, musim kemarau akan lebih lama berlangsung, ini menyebabkan kekeringan pun akan terjadi. Dan yang akan kita terima adalah gagal panen. Bila itu terjadi tentu saja ancaman mendapatkan konsumsi makanan akan sulit dan akibatnya adalah GIZI BURUK.
  3. Musim yang sudah tidak dapat diprediksi sehingga terjadinya musim pancaroba yang tak menentu. Peralihan musim tersebut biasanya banyak menyebabkan kesehatan kita terganggu karena air bersih akan sulit kita dapat dan udara pun akan semakin tercemar dan bisa mengganggu pernafasan kita.
  4. Perubahan iklim di Indonesia ini sudah mulai terasa dengan ditandainya kenaikan permukaan laut yang menyebabkan rusaknya ekosistem laut seperti terumbu karang. Yang penulis ketahui perubahan iklim ini mempunya efek terhadap terumbu karang karena panas yang meninggi maka terumbu karang akan mengalami bleching atau pemutihan yang menyebabkan daerah tempat hewan lain mencari makan, memijah ataupun tempat berlindung akan hilang perlahan. Dampaknya adalah kita akan sulit mengkonsumsi makanan laut padahal makanan laut bernilai gizi yang tinggi. Tentu saja itu akan berpengaruh pada kesehatan kita.
  5. Kenaikan suhu tidak saja menimbulkan efek bagi kehidupan laut, di darat pun akan mengalami perubahan. Jika di laut tadi terjadi penurunan ekosistem terumbu karang maka di darat kita akan merasakan penungkatan populasi jumlah nyamuk. Tentu saja itu berbahaya karena hewan yang meskipun kecil ini akan membawa banyak penyakit untuk tubuh kita. Contohnya penyakit malaria, demam berdarah, kaki gajah dan lain-lain.
  1. Rumusan Masalah
  2. Apa yang dimaksud dengan Iklim ?
  3. Apa yang dimaksud Kesehatan ?
  4. Apa pengaruh Iklim terhadap Kesehatan ?
  1. Tujuan

Tujuan dari pembahasan makalah ini adalah:

Mengkaji permasalahan-permasalahan yang timbul akibat perubahan iklim di Indonesia, khususnya pada sektor kesehatan. Membahas permasalahan tersebut secara lebih mendalam lagi khususnya pada sektor kesehatan.

BAB II

DASAR TEORI

  1. Pengertian Iklim

Iklim adalah keadaan rata-rata cuaca pada suatu wilayah dalam jangka waktu yang relatif lama.

Iklim juga didefinisikan sebagai berikut:

  • Sintesis kejadian cuaca selama kurun waktu yang panjang, yang secara statistik cukup dapat untuk menunjukkan nilai statistik yang berbeda dengan      keadaan pada setiap saatnya. (World Climate Conference, 1979)
  • Konsep abstrak yang menyatakan kebiasaan cuaca dan unsur-unsur atmosfer di suatu daerah selama kurun waktu yang panjang. (Gleen T. Trewantha,      1980)
  • Peluang statistik berbagai keadaan atmosfer, antara lain suhu, tekanan, angin, kelembaban, yang terjadi di suatu daerah selama kurun waktu yang panjang    (Gibbs,1978)
  1. Perubahan Iklim

Kondisi iklim di dunia selalu berubah, baik menurut ruang maupun waktu. Perubahan iklim ini dapat dibedakan berdasarkan wilayahnya (ruang) yaitu perubahan iklim secara lokal dan global. Berdasarkan waktu, iklim dapat berubah dalam bentuk siklus, baik secara harian, musiman, tahunan, maupun puluhan tahun. Perubahan iklim adalah suatu perubahan unsur-unsur iklim yang memiliki kecenderungan naik atau turun secara nyata.

  1. Pengertian Kesehatan

Kesehatan dapat diartikan sebagai keadaan sejahtera pada seseorang. Kesajahteraan yang meliputi aspek raga, jiwa dan sosial sehingga dapat hidup secara produktif baik dari segi ekonomi dan sosial. Ada banyak pengertian kesehatan, berikut beberapa di antaranya:

  • Kesehatan adalah keadaan prima baik secara mental dan fisik sehingga seseorang dapat berinteraksi dan bersosialisasi dengan baik dalam lingkungannya.
  • Kesehatan dapat juga diartikan sebagai kemampuan merawat diri sendiri yang ditunjukkan dengan menjaga dan meningkatkan fungsi kejiwaan, spiritual dan sosial.

Lawan dari kesehatan adalah sakit. Sakit merupakan suatu kondisi di mana jasmani, rohani dan sosial terganggu. Sehingga keadaaan yang tidak menyenangkan terjadi pada diri individu dan berakibat pada terganggunya berbagai aktivitas.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan kita, pada umumnya terbagi menjadi lima (5) faktor utama:

  1. Faktor pertama: Gen yang kita warisi dari orang tua kita.

Orang lahir sempurna/ normal dan orang yang lahir dengan kekurangan fisik/ mental (Cacat). Apabila kita lahir termasuk dalam kategori kedua, kita harus berusaha memberikan makna kepada kehidupan yang diberikan kepada kita dan tidak mempertanyakan keadilan Tuhan. Namun pasti Tuhan menganugerahi kita dengan kemampuan lain untuk menutup kecacatan kita. Sedangkan, bagi kita yang lahir dengan sempurna, sudah merupakan keharusan kita untuk bersyukur dan hidup menyesuaikan diri dengan alam. Kita harus memperhatikan dan merawat tubuh yang lengkap agar tetap tumbuh sehat.

  1. Faktor kedua: Makanan.

Makanan merupakan faktor penting dalam kesehatan kita. Bayi lahir dari seorang ibu yang telah siap dengan persediaan susu yang merupakan makanan lengkap untuk seorang bayi. Saat bayi tadi tumbuh dan beranjak dewasa, alam pun menyediakan makanan yang sesuai baginya. Mereka yang memelihara tubuhnya dengan makanan yang cocok, menikmati tubuh yang benar-benar sehat. Kecocokan makanan ini menurut waktu, jumlah, dan harga yang tepat. Hanya saat kita makan secara berlebihan makanan yang tidak cocok dengan tubuh kita, maka tubuh akan bereaksi sebaliknya. Sakit adalah salah satu reaksi tubuh, dan bila kemudian dicegah atau dirawat dengan benar, tubuh kembali sehat. Penyakit merupakan peringatan untuk mengubah kebiasaan kita. Perlu diingat selalu bahwa tubuh kita hanya memerlukan makanan yang tepat dalam jumlah yang sesuai. Makanan yang berlebihan hanya menjadi beban dan mempercepat penuaan.

  1. Faktor ketiga: Kebiasaan yang kita lakukan sehari-hari.

Beberapa kegiatan yang mungkin kita lakukan seperti: berolah raga, tidur, merokok, minum, dll. Apabila kita mengembangkan kebiasaan yang bagus dari sejak awal, hal tersebut berpengaruh positif terhadap kesehatan tubuh. Sekali-kali atau dalam batas-batas tertentu untuk waktu yang lebih lama, kita bebas melakukan kebiasaan-kebiasaan harian. Namun, bagaimanapun juga sikap yang tidak berlebihan merupakan suatu keharusan agar benar-benar sehat. Tubuh kita memerlukan tidur, olah raga, dan rutinitas yang sehat dalam jumlah tertentu untuk mempertahankan kesejahteraannya.

  1. Faktor keempat: Lingkungan tempat kita hidup.

Semakin kita hidup dalam lingkungan yang alami, semakin kita menikmati kesehatan kita. Karena kehidupan di bumi hanya memungkinkan apabila terdapat lingkungan yang cocok untuk kehidupan.

  1. Faktor kelima: Sikap dan kualitas pikiran kita.

Setiap pemikiran positif akan sangat berpengaruh, pikiran yang sehat dan bahagia semakin meningkatkan kesehatan tubuh kita. Tidak sulit memahami pengaruh dari pikiran terhadap kesehatan kita. Yang diperlukan hanyalah usaha mengembangkan sikap yang benar agar tercapai kesejahteraan.

  1. Hubungan Perubahan Iklim Terhadap Kesehatan

Perubahan iklim sekarang ini sudah tidak bisa dihindari tapi kita harus melakukan mitigasi dan adaptasi untuk menghadapi bahaya akibat perubahan iklim tersebut. Untuk melakukan sebuah perubahan ke arah yang lebih baik memang akan terasa sulit apalagi jika tidak ada dukungan dari orang banyak.

Beberapa mitigasi yang berguna kita kerjakan untuk mengatasi perubahan iklim ialah:

  1. Hemat air, hemat energi dan tentunya hemat sumber daya alam. Kita bisa memulai hidup hemat karena yang di takuti ketiga hal tersebut akan langka  di masa mendatang.
  2. Menanam pohon disekitar tempat tinggal kita akansangat bermanfaat untuk kesehatan bumi kita. Karena pohon itu berguna sebagai penyerap CO2 yang merupakan salah satu faktor utama penyebab gas rumah kaca. Pohon akan memecah CO2 itu melalui  fotosintesis dan menyimpan dalam kayunya. Atau usaha ini sering kita sama seperti penghijauan kembali hutan.
  3. Dalam sektor pertanian mungkin kita bisa mulai dari memperbaikim manejemen lahan dan menggunakan pupuk secara efisien.
  4. Menanam mangrove untuk kawasan pesisir sehingga akan mencegah terjadinya erosi yang bisa menyebabkan naiknya permukaan laut.
  5. Penekanan terhadap sumber sumber emisi gas rumah kaca yang bisa merupakan faktor dari perubahan iklim.

BAB III

PEMBAHASAN

Perubahan iklim adalah perubahan variabel iklim, khususnya suhu udara dan curah hujan yang terjadi secara berangsur-angsur dalam jangka waktu yang panjang antara 50 sampai 100 tahun (inter centenial).

Disamping itu harus dipahami bahwa perubahan tersebut disebabkan oleh kegiatan manusia (anthropogenic), khususnya yang berkaitan dengan pemakaian bahan bakar fosil dan alih-guna lahan. Jadi perubahan yang disebabkan oleh faktor-faktor alami, seperti tambahan aerosol dari letusan gunung berapi, tidak diperhitungkan dalam pengertian perubahan iklim. Dengan demikian fenomena alam yang menimbulkan kondisi iklim ekstrem seperti siklon yang dapat terjadi di dalam suatu tahun (inter annual) dan El-Nino serta La-Nina yang dapat terjadi di dalam sepuluh tahun (inter decadal) tidak dapat digolongkan ke dalam perubahan iklim global. Kegiatan manusia yang dimaksud adalah kegiatan yang telah menyebabkan peningkatan konsentrasi GRK di atmosfer, khususnya dalam bentuk karbon dioksida (CO2), metana (CH4), dan nitrous oksida (N2O).

Perubahan iklim bukanlah hal baru. Iklim global sudah selalu berubah-ubah. Jutaan tahun yang lalu, sebagian wilayah dunia yang kini lebih hangat, dahulunya merupakan wilayah yang tertutupi oleh es, dan beberapa abad terakhir ini, suhu rata-rata telah naik turun secara musiman, sebagai akibat fluktuasi radiasi matahari, misalnya, atau akibat letusan gunung berapi secara berkala. Namun, yang baru adalah bahwa perubahan iklim yang ada saat ini dan yang akan datang dapat disebabkan bukan hanya oleh peristiwa alam melainkan lebih karena berbagai aktivitas manusia. Kemajuan pesat pembangunan ekonomi kita memberikan dampak yang serius terhadap iklim dunia, antara lain lewat pembakaran secara besar-besaran batu bara, minyak, dan kayu, misalnya, serta pembabatan hutan.

Dalam laporan terbaru, Fourth Assessment Report, yang dikeluarkan oleh Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), satu badan PBB yang terdiri dari 1.300 ilmuwan dari seluruh dunia, terungkap bahwa 90% aktivitas manusia selama 250 tahun terakhir inilah yang membuat planet kita semakin panas.Sejak Revolusi Industri, tingkat karbon dioksida beranjak naik mulai dari 280 ppm menjadi 379 ppm dalam 150 tahun terakhir. Tidak main-main, peningkatan konsentrasi CO2 di atmosfer Bumi itu tertinggi sejak 650.000 tahun terakhir! IPCC juga menyimpulkan bahwa 90% gas rumah kaca yang dihasilkan manusia, seperti karbon dioksida, metana, dan dinitrogen oksida, khususnya selama 50 tahun ini, telah secara drastis menaikkan suhu Bumi. Sebelum masa industri, aktivitas manusia tidak banyak mengeluarkan gas rumah kaca, tetapi pertambahan penduduk, pembabatan hutan, industri peternakan, dan penggunaan bahan bakar fosil menyebabkan gas rumah kaca di atmosfer bertambah banyak dan menyumbang pada pemanasan global.

Tetapi, menurut Laporan Perserikatan Bangsa Bangsa tentang peternakan dan lingkungan yang diterbitkan pada tahun 2006 mengungkapkan bahwa, “industri peternakan adalah penghasil emisi gas rumah kaca yang terbesar (18%), jumlah ini lebih banyak dari gabungan emisi gas rumah kaca seluruh transportasi di seluruh dunia (13%). ” Hampir seperlima (20 persen) dari emisi karbon berasal dari peternakan. Jumlah ini melampaui jumlah emisi gabungan yang berasal dari semua kendaraan di dunia.

Ketika perubahan iklim datang, maka kesehatan manusia akan berada dalam ketidakpastian waktu. Kasus bisa terjadi sewaktu-waktu dengan kuantitas dan kualitas dampak yang juga tidak dapat dipastikan. Sistem pelayanan kesehatan akan menemui berbagai macam tantangan yang rumit seperti naiknya biaya pelayanan kesehatan, komunitas yang mengalami penuaan dini, dan berbagai tantangan lainnya sehingga strategi pencegahan yang efektif sangat dibutuhkan.

Frequensi timbulnya penyakit seperti malaria dan demam berdarah meningkat. Penduduk dengan kapasitas beradaptasi rendah akan semakin rentan terhadap diare, gizi buruk, serta berubahnya pola distribusi penyakit-penyakit yang ditularkan melalui berbagai serangga dan hewan. ”Pemanasan global” juga memicu meningkatnya kasus penyakit tropis seperti malaria dan demam berdarah. Penduduk dengan kapasitas beradaptasi rendah akan semakin rentan terhadap diare, gizi buruk, serta berubahnya pola distribusi penyakit-penyakit yang ditularkan melalui berbagai serangga dan hewan. Faktor iklim berpengaruh terhadap risiko penularan penyakit tular vektor seperti demam berdarah dengue (DBD) dan malaria. Semakin tinggi curah hujan, kasus DBD akan meningkat. suhu berhubungan negatif dengan kasus DBD, karena itu peningkatan suhu udara per minggu akan menurunkan kasus DBD. Penderita alergi dan asma akan meningkat secara signifikan. Gelombang panas yang melanda Eropa tahun 2005 meningkatkan angka “heat stroke” (serangan panas kuat) yang mematikan.

Secara langsung maupun tidak langsung, angin dan awan di permukaan bumi terkait dengan matahari. Panas dari matahari memproduksi perbedaan temperatur, yang mengarahkan pada perbedaan temperatur. Dan angin selalu bergerak dari tekanan tinggi ke rendah.

Laut menjadi tempat penyimpanan panas matahari, dan arus laut global menggerakkan energi yang tersimpan tersebut, menyebabkan adanya iklim global, dari angin sepoi-sepoi sampai adanya badai lautan. Studi mengenai perubahan kecerlangan matahari, memunculkan dugaan adanya kaitan dengan perubahan iklim. Meskipun masih lebih dipercaya bahwa perubahan iklim lebih disebabkan karena peningkatan kadar karbon dioksida di bumi, tetapi tidak tertutup kemungkinan bahwa matahari-pun memberikan sumbangan pada perubahan iklim.

Cuaca dan iklim merupakan dua kondisi yang hampir sama tetapi berbeda pengertian khususnya terhadap kurun waktu. Cuaca adalah keadaan atmosfer yang dinyatakan dengan nilai berbagai parameter, antara lain suhu, tekanan, angin, kelembaban dan berbagai fenomena hujan, disuatu tempat atau wilayah selama kurun waktu yang pendek (menit, jam, hari, bulan, musim, tahun). Sementara iklim didefinisikan sebagai Peluang statistik berbagai keadaan atmosfer, antara lain suhu, tekanan, angin kelembaban, yang terjadi disuatu daerah selama kurun waktu yang panjang (Gibbs,1987).

Trewartha and Horn (1995) mengatakan bahwa iklim merupakan suatu konsep yang abstrak, dimana iklim merupakan komposit dari keadaan cuaca hari ke hari dan elemen-elemen atmosfer di dalam suatu kawasan tertentu dalam jangka waktu yang panjang. Iklim bukan hanya sekedar cuaca rata-rata, karena tidak ada konsep iklim yang cukup memadai tanpa ada apresiasi atas perubahan cuaca harian dan perubahan cuaca musiman serta suksesi episode cuaca yang ditimbulkan oleh gangguan atmosfer yang bersifat selalu berubah, meski dalam studi tentang iklim penekanan diberikan pada nilai rata-rata, namun penyimpangan, variasi dan keadaan atau nilai-nilai yang ekstrim juga mempunyai arti penting. Indonesia mempunyai karakteristik khusus, baik dilihat dari posisi, maupun keberadaanya, sehingga mempunyai karakteristik iklim yang spesifik.

PEMANASAN GLOBAL

(GLOBAL WARMING)

Udara di sekeliling kita semakin panas, bukankah  hal itu sudah biasa terjadi di daerah tropis? Mengapa orang sedunia heboh? Pemanasan global  adalah  kejadian terperangkapnya radiasi gelombang panjang matahari (infra merah atau gelombang panas) yang dipancarkan oleh bumi, sehingga tidak dapat lepas ke angkasa dan akibatnya suhu di atmosfer bumi memanas.

Sebagian radiasi gelombang pendek yang dipancarkan oleh bumi diserap oleh gas-gas tertentu di dalam atmosfer  yang disebut Gas Rumah Kaca (GRK), selanjutnya GRK meradiasikan kembali panas tersebut ke bumi. Mekanisme ini disebut Efek Rumah Kaca (ERK) di atmosfer juga akan memaksa iklim untuk melalui ambang batas toleransinya, sehingga apabila hal ini terjadi iklim akan berubah secara drastis dan akan mengubah sistem-sistem dinamika alam yang sudah ada. Kontributor terbesar pemanasan global saat ini adalah sebagai berikut :

  1. Sumber Gas Rumah Kaca
  2. Uap Air, adalah gas rumah kaca yang timbul secara alami dan bertanggungjawab terhadap sebagian besar dari efek rumah kaca. Konsentrasi uap air berfluktuasi secara regional, dan aktifitas manusia tidak secara langsung mempengaruhi konsentrasi uap air kecuali pada skala lokal. Dalam model iklim, meningkatnya temperatur atmosfer yang disebabkan efek rumah kaca akibat gas-gas antropogenik akan menyebabkan meningkatnya kandungan uap air ditroposfer, dengan kelembapan relatif yang agak konstan. Meningkatnya konsentrasi uap air mengakibatkan meningkatnya ERK; yang mengakibatkan meningkatnya temperatur; dan kembali semakin meningkatkan jumlah uap air di atmosfer. Keadaan ini terus berkelanjutan sampai mencapai titik ekuilibrium (kesetimbangan). Oleh karena itu, uap air berperan sebagai umpan balik positif terhadap aksi yang dilakukan manusia yang melepaskan GRK seperti CO2. Perubahan dalam jumlah uap air di udara juga berakibat secara tidak langsung melalui terbentuknya awan.
  3. CO2 (Karbon dioksida), Karbon dioksida adalah gas terbanyak kedua. Ia timbul dari berbagai proses alami seperti: letusan gunung berapi, hasil pernafasan hewan dan manusia (yang menghirup oksigen dan menghembuskan karbon dioksida) dan pembakaran material organik seperti tumbuhan. Manusia telah meningkatkan jumlah karbon dioksida yang dilepas ke atmosfer ketika mereka membakar bahan bakar fosil, limbah padat, dan kayu untuk menggerakkan kendaraan dan menghasilkan listrik. Pada saat yang sama, jumlah pepohonan yang mampu menyerap karbon dioksida semakin berkurang akibat perambahan hutan untuk diambil kayunya maupun untuk perluasan lahan pertanian. Karbon dioksida dapat berkurang karena terserap oleh lautan dan diserap tanaman untuk digunakan dalam proses fotosintesis. Walaupun lautan dan proses alam lainnya mampu mengurangi karbon dioksida di atmosfer, aktifitas manusia yang melepaskan karbon dioksida ke udara jauh lebih cepat dari kemampuan alam untuk menguranginya.
  4. CH4 (Metan), Metana yang merupakan komponen utama gas alam juga termasuk GRK. Ia merupakan insulator yang efektif, mampu menangkap panas 20 kali lebih banyak bila dibandingkan karbondioksida. Metana dilepaskan ke atmosfir selama produksi dan transportasi batu bara, gas alam dan minyak bumi. Metana juga dihasilkan dari pembusukan limbah organik di tempat pembuangan sampah (landfill), bahkan dapat keluarkan oleh hewan-hewan tertentu, terutama sapi, sebagai produk samping dari pencernaan.
  5. N2O (Nitrous Oksida), Nitrogen oksida adalah gas insulator panas yang sangat kuat. Ia dihasilkan terutama dari pembakaran bahan bakar fosil dan oleh lahan pertanian. Nitrogen oksida dapat menangkap panas 300 kali lebih besar dari karbondioksida, HFCs (Hydrofluorocarbons), PFCs (Perfluorocarbons) dan SF6 (Sulphur hexafluoride). GRK lainnya dihasilkan dari berbagai proses manufaktur. Campuran berflourinasi dihasilkan dari peleburan aluminium. HFCs (Hydrofluorocarbons) terbentuk selama manufaktur berbagai produk, termasuk busa untuk insulasi, perabotan (furniture), dan tempat duduk di kendaraan. Lemari pendingin dibeberapa negara berkembang masih menggunakan PFCs (Perfluorocarbons) sebagai media pendingin yang selain mampu menahan panas atmosfer juga mengurangi lapisan ozon (lapisan yang melindungi Bumi dari radiasi ultraviolet). Para ilmuwan telah lama mengkhawatirkan tentang gas-gas yang dihasilkan dari proses manufaktur akan dapat menyebabkan kerusakan lingkungan.

Bagaimana gas rumah kaca berperan dalam efek rumah kaca dan merubah iklim bumi? Mekanismenya kurang lebih dapat dijelaskan sebagai berikut: “atmosfer,” adalah lapisan dari berbagai macam gas yang menyelimuti bumi, dan merupakan mesin dari sistem iklim secara fisik. Ketika pancaran/radiasi dari matahari yang berupa sinar tampak atau gelombang pendek memasuki atmosfer, beberapa bagian dari sinar tersebut direfleksikan atau dipantulkan kembali oleh awan-awan dan debu-debu yang terdapat di angkasa, sebagian lainnya diteruskan ke arah permukaan daratan. Dari radiasi yang langsung menuju ke permukaan daratan sebagian diserap oleh bumi, tetapi bagian lainnya “dipantulkan” kembali ke angkasa oleh es, salju, air, dan permukaan-permukaan reflektif bumi lainnya. Proses pancaran sinar matahari dari angkasa menembus atmosfer sampai menuju permukaan bumi hingga dapat kita rasakan suhu bumi menjadi hangat disebut efek rumah kaca (ERK). Tanpa ada ERK di sistem iklim bumi, maka bumi menjadi tidak layak dihuni karena suhu bumi terlalu rendah (minus).

Dari penjelasan di atas dapat kita mengerti bagaimana mekanisme terjadinya ERK di bumi. Lalu bagaimana keterkaitan antara ERK, pemanasan global dan perubahan iklim? Secara sederhana dijelaskan sebagai berikut sinar matahari yang tidak terserap permukaan bumi akan dipantulkan kembali dari permukaan bumi ke angkasa. Sebagaimana telah dijelaskan di atas, sinar tampak adalah gelombang pendek, setelah dipantulkan kembali berubah menjadi gelombang panjang yang berupa energi panas (sinar inframerah), yang kita rasakan. Namun sebagian dari energi panas tersebut tidak dapat menembus kembali atau lolos keluar ke angkasa, karena lapisan gas-gas atmosfer sudah terganggu komposisinya (komposisinya berlebihan). Akibatnya energi panas yang seharusnya lepas keangkasa (stratosfer) menjadi terpancar kembali ke permukaan bumi (troposfer) atau adanya energi panas tambahan kembali lagi ke bumi dalam kurun waktu yang cukup lama, sehingga lebih dari dari kondisi normal, inilah ERK berlebihan karena komposisi lapisan GRK di atmosfer terganggu, akibatnya memicu naiknya suhu rata-rata dipermukaan bumi maka terjadilah pemanasan global. Karena suhu adalah salah satu parameter dari iklim dengan begitu berpengaruh pada iklim bumi, terjadilah perubahan iklim secara global.

Meskipun pemanasan global hanya merupakan satu bagian dalam fenomena perubahan iklim, namun pemanasan global menjadi hal yang penting untuk dikaji. Hal tersebut karena perubahan temperatur akan memberikan dampak yang signifikan terhadap aktivitas manusia. Perubahan temperatur bumi dapat mengubah kondisi lingkungan yang pada tahap selanjutkan akan berdampak pada tempat dimana kita dapat hidup, apa tumbuhan yang kita makan dapat tumbuh, bagaimana dan dimana kita dapat menanam bahan makanan, dan organisme apa yang dapat mengancam. Ini artinya bahwa pemanasan global akan mengancam kehidupan manusia secara menyeluruh.

Namun beberapa penelitian beberapa tahun terakhir mulai meragukan kestabilan sirkulasi termohalin dalam menahan laju pemanasan global dalam jangka panjang. Dengan suhu bumi yang semakin meningkat, GRK yang terus meningkat dan es yang terus mencair, dapat menyebabkan kadar garam air laut berkurang yang pada gilirannya mengakibatkan titik bekunya meningkat. Pada musim dingin permukaan air di Kutub Utara akan membeku dan menghambat proses pertukaran panas sehingga dapat mengakibatkan perubahan sirkulasi air laut yang pada gilirannya mengakibatkan terjadinya perubahan iklim.

  1. Gejala Pemanasan Global

Perubahan iklim yang ekstrim dapat mengakibatkan hilangnya ciri dari sebuah daratan. Entah itu naiknya permukaan laut, penggurunan, angin musim yang deras, gletser meleleh atau pengasaman laut, perubahan iklim dengan cepat akan mengubah daratan planet kita.

Tanda-tanda pemanasan global mungkin sudah terlihat di permukaan bumi. Bukan hanya di Indonesia, sejumlah hutan di negara-negara lain juga ikut terbakar ludes. Dalam beberapa dekade ini, kebakaran hutan meluluhlantakan lebih banyak area dalam tempo yang lebih lama juga. Ilmuwan mengaitkan kebakaran yang merajalela ini dengan temperatur yang kian panas dan salju yang meleleh lebih cepat. Musim semi datang lebih awal sehingga salju meleleh lebih awal juga. Area hutan lebih kering dari biasanya dan lebih mudah terbakar.  Situs purbakala cepat rusak akibat alam yang tak bersahabat, sejumlah kuil, situs bersejarah, candi dan artefak lain lebih cepat rusak dibandingkan beberapa waktu silam. Banjir, suhu yang ekstrim dan pasang laut menyebabkan itu semua.

Tahun 2010, cuaca ekstrim melanda Eropa dan Australia. Warga bumi mengalami perubahan cuaca yang tidak biasa. Setelah Asia dilanda hujan terus menerus, sejumlah negara Eropa kini mengalami musim dingin ekstrim. Badai salju terus turun, dan suhu udara turun drastis. Badan Prakiraan Cuaca Inggris menilai cuaca dingin ini adalah yang terparah pemanasan global. Dengan iklim yang hangat membuat udara lebih lembab, yang dapat memicu badai salju yang lebih parah.

Pada tahun yang sama, peristiwa menarik terjadi di Australia. Tak begitu jauh dari garis katulistiwa, sebagian wilayah di timur Australia mengalami cuaca dingin, bahkan sampai bersalju. Bagi kalangan publik dan pengamat setempat, perubahan cuaca ini terbilang tak biasa. Sejumlah wilayah di Australia, seperti di New South Wales dan Victoria, umumnya menikmati musim panas di akhir tahun dengan suhu sekitar 30 derajat celsius. Namun saat itu, suhu bisa mencapai hampir nol derajat celcius, dengan hujan salju setebal 10 hingga 30 sentimeter. Menurut ahli cuaca di badan prakiraan cuaca Australia, cuaca yang tidak biasa ini terjadi akibat udara bertekanan rendah di laut Selatan, yaitu dari perairan Antartika di Kutub Selatan. Ini menyebabkan cuaca dingin ekstrim yang sedang melanda Eropa terbawa hingga ke Australia.

Bagaimana nasib Indonesia jika terjadi perubahan iklim? Indonesia akan kehilangan lahan pesisir dan produksi pangan yang terdapat di daerah dekat pantai terganggu.  Hal ini akan terjadi jika pemanasan global berkelanjutan, sehingga menimbulkan permukaan air laut naik.

Di Indonesia sendiri, tanda-tanda perubahan iklim akibat pemanasan global telah lama terlihat. Misalnya, sudah beberapa kali ini kita mengalami musim kemarau yang panjang. Tahun 1982-1983, 1987 dan 1991, kemarau panjang menyebabkan kebakaran hutan yang luas. Hampir 3,6 juta hektar hutan habis di Kalimatan Timur akibat kebakaran tahun 1983. Musim kemarau tahun 1991 juga menyebabkan 40.000 hektar sawah dipusokan dan produksi gabah nasional menurun drastis dari 46,451 juta ton menjadi 44,127 juta ton pada tahun 1990. Akibatnya, pemerintah Indonesia yang sudah mencapai swasembada beras sejak 1984, terpaksa mengimpor beras dari India, Thailand dan Korea Selatan seharga Rp 200 miliar.

Tahun 2009, Lebih kurang 1.600 hektare sawah di kawasan Pantai Utara (Pantura) Kabupaten Subang, Jawa Barat (Jabar) dilanda kekeringan, dan 11.380 hektare sawah lainnya terancam kekeringan menyusul musim kemarau panjang yang melanda daerah itu. Kondisi ini diperparah minimnya pasokan air ke ribuan hektare area pertanian warga.

Kemarau panjang yang mulai sering terjadi, menurut beberapa pakar diakibatkan oleh fenomena El Nino, yaitu naiknya suhu di Samudera Pasifik sampai 31°C sehingga membawa kekeringan di Indonesia. Para ahli klimatologi menyatakan bahwa siklus kejadian El Nino berlangsung antara 7 sampai 10 tahun. Jika kita berasumsi bahwa kemarau pada 1982-83 adalah akibat El Nino, maka seharusnya kemarau panjang berikutnya terjadi sekitar 1989-90. Namun kita mengalami kemarau panjang berikutnya di 1987, lima tahun kemudian. Setelah itu, kemarau panjang kembali terjadi pada 1991, atau empat tahun setelah kemarau 1987.

Selain itu, pada akhir 2004, terjadi gempa bumi dahsyat di Samudra Hindia, lepas pantai barat Aceh. Gempa yang berkekuatan 9,3 menurut skala Richter merupakan gempa bumi terdahsyat dalam kurun waktu 40 tahun terakhir ini  sehingga mengakibatkan tsunami setinggi 9 meter. Lalu tahun 2011, hujan deras mengguyur berbagai daerah di Indonesia  lebih deras dari tahun-tahun yang lalu. Bahkan di beberapa daerah seperti  Jakarta, Bandung, Yogyakarta, dan wilayah Indonesia lainnya mengalami musim hujan bersifat di atas normal. Berdasarkan pemantauan Badan Meteorologi dan Geofisika, diketahui bahwa musim hujan 2011 sebesar 37,3 persen daerah mengalami curah hujan di atas normal.

Curah hujan yang tinggi disebabkan oleh fenomena kebalikan dari El Nino yaitu La Nina. La Nina adalah gejala menurunnya suhu permukaan samudera Pasifik yang membawa angin serta awan hujan ke Australia dan Asia bagian selatan, termasuk Indonesia. La Nina yang terjadi menyebabkan curah hujan tinggi disertai angin topan. Apakah kemarau panjang dan curah hujan di atas normal yang makin sering terjadi merupakan kejadian alam biasa atau merupakan akibat pemanasan global? Hal ini memang belum dapat dipastikan. Namun, jika pemanasan global benar-benar terjadi, maka yang akan kita alami adalah kemarau  panjang dan curah hujan di atas normal dalam  skala yang lebih besar dan  lebih luas sehingga dapat menimbulkan kerugian yang semakin besar.

Tanda-tanda perubahan iklim juga terlihat pada kondisi beberapa pulau di Kalimantan Timur, khususnya di pulau Tarakan.  Udara yang semakin panas serta sulitnya mendapatkan air bersih dirasakan oleh seluruh penduduk Tarakan yang mayoritas bermukim di kawasan pesisir. Tidak hanya itu, kawasan hutan lindung di Tarakan sudah melebihi dari 30 persen yang diprogramkan pemerintah kota. Namun hal tersebut baru sebatas luas kawasannya, bukan pada keberadaan hutannya. Kawasan hutan pantai juga sudah mulai hilang perlahan dan digantikan sebagai lahan aktifitas manusia sehingga ikut menyebabkan perubahan iklim. Berdasarkan hasil penelitian organisasi Tim Peduli Lingkungan Tarakan, pada tahun 2000-2005 lalu, tercatat 100 hektare hutan mangrove terdegradasi dan yang tersisa saat ini hanya 670 hektare dari sebelumnya seluas 1.250 hektare hutan mangrove. Selain itu, abrasi di bibir pantai kota Tarakan juga sudah terlihat dalam beberapa tahun belakangan ini. Berdasarkan pantauan Tim Peduli Lingkungan sejak 2007 lalu, abrasi tiap tahun mencapai antara 3 hingga 5 meter, salah satunya di Pantai Amal baru, kelurahan Pantai Amal. Dari data yang ada, dapat digambarkan bahwa kondisi hutan mangrove di pesisir pantai kota Tarakan sedang mengalami tekanan yang hebat oleh berbagai bentuk kegiatan sehingga menyebabkan hilangnya hutan mangrove dalam jumlah besar. Hal ini tentu dapat menimbulkan kerugian jika tidak diatasi secepatnya. Mengingat hutan mangrove merupakan pelindung pantai dari terjadinya abrasi, selain itu sumber ekonomi bagi masyarakat sekitar karena merupakan tempat perkembangbiakan ikan dan udang serta biota laut lainnya. Hutan mangrove mengandung zat hara yang dibutuhkan mahluk hidup serta merupakan tempat berlindung dan asuhan fauna. Banyak bencana dan kerugian yang terjadi akibat rusak/hilangnya hutan mangrove, seperti abrasi pantai, intrusi air laut, banjir, hancurnya pemukiman penduduk diterpa badai laut, hilangnya sumber perikanan alami, dan hilangnya kemampuan dalam meredam emisi gas rumah kaca.

  1. Bencana Besar Akibat Pemanasan Global

Selama 13 tahun terakhir, dua belas tahun diantaranya tercatat sebagai tahun-tahun terpanas. Dengan akumulasi GRK yang terus berlangsung seperti saat ini, pada dua sampai tiga dekade mendatang peningkatan pemanasan global akan melampaui perhitungan yang telah ada selama ini. Sebuah panel internasional para ahli yang tergabung dalam Inter-Governmental Panel on Climate Change (IPCC) memperkirakan bahwa pada tahun 2050 temperatur global akan naik 2-3 derajat celcius. Peningkatan temperature itu akan menimbulkan bencana besar yakni :

  1. Mencairnya es di kutub Utara dan Selatan

Kutub Utara berada di atas es yang lebih kecil dan lebih tipis dibandingkan dengan sebelumnya, sementara es tua yang kuat mulai digantikan es muda yang cepat mencair. Demikian dikatakan beberapa peneliti di NASA dan National Snow and Ice Data Center di Colorado. Menurut para peneliti tersebut, maksimum es laut Artik pada musim dingin ini bertambah 15 juta dan 150.000 kilometer persegi, sekitar 720.000 kilometer persegi lebih kecil dibandingkan dengan rata-rata wilayah Kutub Utara antara tahun 1979 dan 2000. Pada musim dingin normal, es seringkali memiliki ketebalan tiga meter atau lebih, Namun, pada tahun 2010, ketebalan lapisan es hampir-hampir tak dapat menembus sasaran yang tepat. Jumlah es laut tebal mencapai tingkat rendah pada musim dingin dengan luas 680.400 kilometer persegi sehingga turun 43 persen dari tahun sebelumnya.

Bila suhu bumi meningkat hingga 30ºC, diramalkan sebagian belahan bumi akan tenggelam, karena meningkatnya muka air laut akibat melelehnya es di daerah kutub. Sebagai contoh di negara Venesia pernah mengalami banjir parah pada bulan November 2009, ketika tingkat air mencapai 131 cm. Venesia telah lama tenggelam, tapi naiknya permukaan air laut telah membuat situasi lebih mengerikan. Frekuensi banjir meningkat setiap tahun, meninggalkan banyak pertanyaan berapa lama lagi Venesia bisa tinggal di atas air.

  1. Meningkatnya level permukaan laut (sea level rise)

Mencairnya es di kutub Utara dan kutub Selatan berdampak langsung pada naiknya level permukaan air laut. Peningkatan suhu atmosfer akan diikuti oleh peningkatan suhu di permukaan air laut, sehingga volume air laut meningkat maka tinggi permukaan air laut juga akan meningkat. Pemanasan atmosfer akan mencairkan es di daerah kutub terutama di sekitar pulau Greenland (di sebelah Utara Kanada), sehingga akan  meningkatkan volume air laut. Kejadian tersebut menyebabkan tinggi muka air laut di seluruh dunia meningkat antara 10 – 25 cm selama abad ke-20. Para ilmuwan IPCC memprediksi peningkatan lebih lanjut akan terjadi pada abad ke-21 sekitar 9 – 88 cm.

Perubahan tinggi muka laut akan sangat mempengaruhi kehidupan di daerah pantai. Dengan meningkatnya permukaan air laut, peluang terjadi erosi tebing, pantai, dan bukit pasir juga akan meningkat. Bila tinggi lautan mencapai muara sungai, maka banjir akibat air pasang akan meningkat di daratan. Bahkan dengan sedikit peningkatan tinggi muka laut sudah cukup mempengaruhi ekosistem pantai, dan menenggelamkan sebagian dari rawa-rawa pantai. Negara-negara kaya akan menghabiskan dana yang sangat besar untuk melindungi daerah pantainya, sedangkan negara-negara miskin mungkin hanya dapat melakukan evakuasi penduduk dari daerah pantai.

Indonesia, Amerika Serikat, dan Bangladesh adalah beberapa negara yang paling terancam tenggelam. Bahkan beberapa pulau di Indonesia sudah hilang tenggelam. Ini disebabkan mencairnya permukaan gletser di kutub yang membuat volume air laut meningkat drastis. Satu lagi pulau Indonesia terancam tenggelam yang di beritakan beberapa media pada April 2010. Setelah diketahui 13 pulau hilang sejak terjadi tsunami pada 1907 di periran Kabupaten Simueulu hingga tsunami 2005 di Nias, Sumatra Utara, sekarang di-informasikan ada satu pulau lagi mulai timbul tenggelam di permukaan laut yakni pulau Gosong Kasih. Kondisi Pulau Gosong Kasih sekarang sering timbul tenggelam. Ketika terjadi pasang, daratan itu tenggelam oleh air laut, sedangkan saat sedang surut tampak kembali ke atas permukaan perairan Samudera Hindia. Daratannya tidak hilang tapi sering tenggelam karena permukaan air laut naik. Hal ini tidak lain akibat dari efek pemanasan global atau pengaruh gempa bumi yang sering terjadi di perairan barat selatan Aceh. Oleh karena itu, pemukaan air semakin naik atau struktur daratan pulau turun dari posisi semula.

  1. Perubahan Iklim/cuaca yang semakin ekstrim

Pemanasan global berimbas pada semakin ekstrimnya perubahan cuaca dan iklim bumi. Pola curah hujan berubah-ubah tanpa dapat diprediksi sehingga menyebabkan banjir di satu tempat, tetapi kekeringan di tempat yang lain. Topan dan badai tropis baru akan bermunculan dengan kecenderungan semakin lama semakin kuat. Kita tentu menyadari betapa panasnya suhu di sekitar kita belakangan ini dan dapat melihat betapa tidak dapat diprediksinya kedatangan musim hujan ataupun kemarau yang mengakibatkan kerugian bagi petani karena musim tanam yang seharusnya dilakukan pada musim kemarau ternyata malah hujan. Ladang tani, perkebunan yang biasanya menghasilkan akan musnah oleh banjir atau kekeringan. Penduduk akan di buat makin menderita karena stok bahan pangan dan kebutuhan pokok lainnya akan jauh berkurang dan harganya pasti akan melambung naik. Pemerintah juga membutuhkan biaya yang banyak untuk membangun kembali wilayah yang terkena bencana dan menanggulangi penyakit yang mewabah. Afrika, India, dan daerah-daerah kering lainnya bakal menderita kekeringan lebih parah. Air akan makin sulit di dapat dan tanah tak bisa ditanami apa-apa lagi, hingga suplai makanan berkurang drastis. Ilmuwan memperkirakan hasil tani negara-negara Afrika akan menurun 50 persen di tahun 2020 , dan tingkat kekeringan di dunia meningkat 66 persen . Tak terbayang kalau kekeringan ini sampai terjadi di bumi ini.

Kita juga dapat mencermati kasus-kasus badai ekstrim yang belum pernah melanda wilayah-wilayah tertentu di Indonesia. Tahun-tahun belakangan ini kita makin sering dilanda badai-badai yang mengganggu jalannya pelayaran dan pengangkutan baik via laut maupun udara. Tidak ada satu benua pun di dunia ini yang luput dari perubahan iklim yang ekstrim ini. Cuaca ekstrim di Indonesia terbagi atas beberapa bagian, yaitu curah hujan yang tinggi (disertai petir dan angin kencang), naiknya gelombang air laut, terbatasnya jarak pandang, kecepatan angin kencang di atas rata-rata, adanya puting beliung, dan lain-lain. Efek yang paling dirasakan oleh Indonesia dari cuaca ekstrim adalah tingginya tingkat curah hujan, yang mengakibatkan timbulnya banjir di daerah-daerah tertentu.

  1. Gelombang panas menjadi semakin ganas

Pemanasan global mengakibatkan gelombang panas menjadi semakin sering terjadi dan semakin kuat. Pada tahun 2003, daerah Eropa Selatan pernah mendapat serangan gelombang panas hebat yang mengakibatkan tidak kurang dari 35.000 orang meninggal dunia dengan korban terbanyak dari Perancis (14.802 jiwa). Perancis merupakan negara dengan korban jiwa terbanyak karena tidak siapnya penduduk dan pemerintah setempat atas fenomena gelombang panas sebesar itu. Gelombang panas ini juga menyebabkan kekeringan parah dan kegagalan panen merata di daerah Eropa. Mungkin kita tidak mengalami gelombang-gelombang panas maha dahsyat seperti yang dialami oleh Eropa dan Amerika Serikat, tetapi melalui pengamatan dan dari apa yang kita rasakan sehari-hari betapa panasnya suhu di sekitar kita.

Sebanyak 30 persen mahkluk hidup yang ada  sekarang bakal musnah tahun 2050 kalau temperatur bumi terus naik. Spesies yang punah ini kebanyakan yang habitatnya di tempat dingin. Hewan-hewan laut diperkirakan banyak yang tak bisa bertahan setelah suhu air laut jadi menghangat. Kalau tumbuhan dan hewan makin berkurang, jelas manusia akhirnya terancam karena kekurangan bahan makanan.

  1. Menipisnya Gletser- sumber air bersih dunia

Gletser adalah daratan yang terbuat dari es. Gletser bakal ikut meleleh dan menciut seiring dengan bertambahnya suhu bumi. Suhu bumi meningkat karena tingginya emisi gas rumah kaca  di atmosfer. Selama tahun 1990- 2005  saja suhu bumi naik 0,15 – 0,3 derajat celcius.  Gletser Himalaya yang memasok air ke sungai Gangga sekaligus menyediakan irigasi dan suplai air minum untuk 500 juta penduduk,menyusut 37 meter pertahun.Gletser di kutub semakin cepat mencair hingga membuat permukaan air laut di bumi naik. Mencairnya gletser-gletser dunia mengancam ketersediaan air bersih, dan pada jangka panjang akan turut menyumbang peningkatan level air laut dunia. Dan sayangnya itulah yang terjadi saat ini. Gletser-gletser dunia saat ini mencair hingga titik yang mengkhawatirkan.

  1. Perubahan Lingkungan Picu Munculnya Konflik

Negara yang kekurangan air dan bahan pangan kemungkinan besar akan mengalami panik dan berubah jadi agresif. Lalu bukan tak mungkin mereka berusaha saling merebut lahan yang belum rusak.

Tony Karbo, Ph.D., program officer for UPEACE, mengatakan perubahan lingkungan dapat memicu munculnya konflik yang mengarah pada kekerasan. Perubahan tersebut timbul sebagai dampak eksploitasi sumber daya alam yang pada akhirnya mengakibatkan kelangkaan dan kerusakan lingkungan hidup. terdapat beberapa jenis perubahan lingkungan yang berpotensi melahirkan konflik. Perubahan lingkungan yang dimaksud, antara lain, perubahan iklim akibat efek rumah kaca, menipisnya lapisan ozon dan ketersediaan air bersih, serta menurunnya kualitas tanah pertanian akibat sistem konversi tanah. kelangkaan sumber daya alam mendorong migrasi secara besar-besaran. Adanya perpindahan penduduk berdampak pada berkurangnya produktivitas ekonomi yang melemahkan suatu wilayah. Pada akhirnya, hal tersebut akan melahirkan konflik antar-etnis dan berbagai bentuk kekerasan ekonomi.

BAB IV

KESIMPULAN

Dari uraian diatas kita dapat melihat bahwa  perubahan iklim bermula pada efek rumah kaca. Efek ini terjadi akibat adanya emisi dari karbon dioksida. Pada mulanya, karbon dioksida dianggap bukan sebagai sumber pencemar udara karena Karbon dioksida, merupakan senyawa normal yang ada di atmosfir sebagai hasil dari siklus karbon dan oksigen. Akan tetapi, karena semakin banyaknya penggunaan bahan bakar fosil dan adanya intervensi manusia dalam siklus karbon dan oksigen mengakibatkan produksi karbon dioksida lebih cepat dari pada siklus normal sehingga terjadi kepincangan, sebagai akibatnya konsentrasi rata-rata karbon dioksida di atmosfir meningkat.  Pemanasan global ini menyebabkan perubahan iklim.

Pengaruh laut sangat kuat terhadap iklim di bumi terutama untuk menyerap energy matahari dan mendistribusikannya kembali ke seluruh bagian bumi dalam bentuk arus air. Perubahan pola arus air yang hangat maupun dingin akan mengakibatkankekacauan iklim, seperti peristiwa El Nino yang di Indonesia telah dirasakan dalam bentuk temperature udara yang tinggi, kekeringan yang panjang, kebakaran hutan dan curah hujan yang sedikit. Hal ini dialami oleh berbagai sector yakni pertanian, kelautan dan perikanan, kesehatan bahkan sektor kehutanan. Pemanasan global mengakibatkan dampak yang luas dan serius bagi lingkungan bio-geofisik (seperti pelelehan es di kutub, kenaikan muka air laut, perluasan gurun pasir, peningkatan hujan, perubahan iklim, punahnya flora dan fauna tertentu, migrasi fauna dan hama penyakit, dsb).

Dampak negatif dari perubahan iklim global ini pun telah di rasakan saat ini  dengan adanya berbagai bencana yang melanda di seluruh lapisan dunia dan dipastikan bencana ini akan semakin meningkat pada masa mendatang. Bencana tersebut seperti terjadinya bencana banjir, tsunami, kekeringan, badai, tanah longsor dan sebagainya, sehingga mempengaruhi keterbatasan air bersih, kebutuhan sanitasi dasar, ketersediaan pangan yang akan menimbulkan masalah gizi dan menyebabkan rentan terhadap penyakit.Oleh karena itu, ketika manusia menyadari bahwa aktifitasnya telah mengakibatkan Efek Rumah Kaca yang berlebih, maka diperlukan usaha yang sungguh-sungguh untuk menguranginya sehingga mencapai keseimbangannya kembali.

Dunia masih mempunyai kesempatan realistis guna menghindari sebagian dari bencana meluas akibat pemanasan global (global warming). Hal tersebut harus dapat dilaksanakan dan dipersiapkan melalui berbagai upaya dan langkah – langkah implementasinya. Melindungi diri dari perubahan iklim dibagi atas upaya mitigasi  mengurangi emisi gas rumah kaca dari sumbernya) dan adaptasi (mengatasi dampak perubahan iklim ) yang seringkali tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Numberi Freddy. Perubahan Iklim, Implikasinya Terhadap Kehidupan Di  Laut, Pesisir dan pulau-pulau Kecil. Jakarta : Fortuna Prima Makmur, 2009

Asian Development Bank, Climate Change in Asia ; Indonesia Country Report on Socio-economic Impacts of Climate Change and a National Response Strategy, Regional Study on Global Environmental Issues, July 1994

Center for Global Environmental Research, Data Book of Sea Level Rise, National Institute for Environmental Studies, Environment Agency of Japan, 1996

Diposaptono S., Pengaruh Pemanasan Global terhadap Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil di Indonesia, Direktorat Bina Pesisir – Ditjen Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil – DKP, 2002.

Kusnoputaranto, Haryoto, dan Dewi Susanna. Kesehatan Lingkungan. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2000.

Water Borne Disease. 16 Desember 2009. www. en.wikipedia.org

IPCC (Intergovenrmental Panel on Climate Change), Climate Change 2007 : The Physical Science Basis. Summary for Policy Makers, Contribution of Working Group I to the Fourth Assessment Report of the Intergovenrmental Panel on Climate Change. Paris, February 2007. http://www.ipcc.ch/, 2007.

Dr. Tresna Dermawan Kunaefi, Materi Seminar Sehari World Water Day 2011, “Pengelolaan Sumber daya Air Terpadu dan Berkelanjutan dalam Rangka Adaptasi Perubahan Sistem Iklim Global” Bandung, 25 Maret 2011

Dirjen Penataan Ruang – Depkimpraswil, Kebijakan Kimpraswil dalam rangka Percepatan Pembangunan Kelautan dan Perikanan, Makalah pada Rapat Koordinasi Nasional Departemen Kelautan dan Perikanan Tahun 2002, Hotel Indonesia – Jakarta, 30 Mei 2002.

Slamet S Lilik (Peneliti Aplikasi Klimatologi dan Lingkungan, Pusat Pemanfaatan Sains Atmosfer dan Iklim, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) , Pemanasan dan Pendinginan Global > Efek Rumah Kaca. Harian Pikiran Rakyat  Bandung. 2009

Diposaptono S., Pengaruh Pemanasan Global terhadap Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil di Indonesia, Direktorat Bina Pesisir – Ditjen Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil – DKP, 2002.

Ditjen Penataan Ruang – Depkimpraswil, Review Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional : Kebijakan Spasial untuk Pengembangan Kemaritiman Indonesia, Bahan Sosialisasi RTRWN dalam rangka Roadshow dengan Departemen Kelautan dan Perikanan, Jakarta, 11 Oktober 2002.

Pengertian Iklim dan Perubahan Iklim. Februari 2009, http://www.dirgantara-lapan.or.id

  1. and M. van Noordwijk. 2007. CO2 emissions depend on two letters. Jakarta, 2009

Upaya Pengendalian Perubahan Iklim dan Pemanasan Global dengan One Man One Tree, 15 Mei 2009. http://www.dephut.go.id

Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia, Tanya-Jawab tentang Isu-isu Perubahan Iklim, Jakarta, 2001

Forest Destruction, Climate Change and Palm Oil Expansion in Indonesia, Jakarta, 2008

Newsweek, The Truth about Global Warming, Article on Science and Technology, Edition July 23, 2001.

The State Ministry of Environment – The Republic of Indonesia, Vulnerability and Adaptation Assessments of Climate Change in Indonesia, Indonesia Country Study on Climate Change, Jakarta, 1998.

Dampak Perubahan Iklim, Bidang Aplikasi Klimatologi dan Lingkungan, 3 Maret 2009

www. iklim.dirgantara-lapan

Perubahan Iklim dan Sirkulasi Global. 18 Desember 2009. www. edukasi.kompasiana.com

Hairiah Kurniatun. Tanpa Tahun. PERUBAHAN IKLIM GLOBAL: Penyebab dan dampaknya terhadap lingkungan dan kehidupan. Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya, Jl Veteran, Malang 65145. Email: K.hairiah@cgiar.org atau Safods.unibraw@telkom.net.

Asosiasi Pengembangan Ilmiah Amerika. Ilmu Pengetahuan dan Solusi Pemanasan Global.

www. perubahaniklim.net

Upaya Pengendalian Perubahan Iklim dan Pemanasan Global dengan One Man One, 15 Mei 2009.  http://www.dephut.go.id

Penanganan sumber air antisipasi perubahan iklim, 4 Februari 2008, www.atanitokyo.blogspot.com

Trewartha and Horn, The impact of international greenhouse gas emissions reduction on Indonesia. Report on Earth System Science, Max Planck Institute for Meteorology, Jerman,1995.

Meiviana, Armely, Diah R Sulistiowati, Moekti H Soejachmoen. BUMI MAKIN PANAS – ANCAMAN PERUBAHAN IKLIM DI INDONESIA. Kerjsama Kementerian Lingkungan Hidup Bidang Pelestarian Lingkungan, Pelangi dan JICA, 2004

Pietsau Amafnini, Upaya Indonesia, 6 Juni 2010, www. sancapapuana.blogspot.com

Stern Reviev : The Economic of  Climate Change (2006), Environmental and Resource Economics, 2001.

Iklim Global, 2 Mei 2007, www. angitselatan.com

Penyebab Perubahan Iklim. 14 Mei 2008, www. walkingonthemoon.multiply.com

Fajar Jasmin. Penyebab Perubahan Iklim. 4 Mei 2010, www. iklimkarbon.com

Perubahan Iklim Dan Dampaknya Terhadap Lingkungan. 17 Januari  2008 www.blogster.com

Apa itu Pemanasan Global,  24 mei 2004 http://www.pemanasanglobal.net

Konferensi Pemuda Internasional untuk Perubahan Iklim Hasilkan 32 Rekomendasi ,25 Februari 2011, www.ugm.ac.id

Strategi Adaptasi Sektor Kelautan dan Perikanan Menghadapi Perubahan Iklim Global 2 januari 2011, www. dahuri.wordpress.com

MAKALAH KLIMATOLOGI JUDUL PENGARUH PERUBAHAN IKLIM TERHADAP SEKTOR PERTANIAN

BAB I

PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang

Perubahan iklim terjadi di berbagai belahan dunia, sehingga menyebabkan perubahan pola curah hujan, kenaikan muka air laut, dan suhu udara, serta peningkatan kejadian iklim ekstrim berupa banjir dan kekeringan merupakan beberapa dampak serius perubahan iklim yang dihadapi masyarakat dunia, termasuk Indonesia.

Alam yang salah atau akibat ulah manusia yang serakah sehingga merusak alam, menurut beberapa ahli di Indonesia perubahan iklim akan menyebabkan: (a) seluruh wilayah Indonesia mengalami kenaikan suhu udara, dengan laju yang lebih rendah dibanding wilayah subtropis; (b) wilayah selatan Indonesia mengalami penurunan curah hujan, sedangkan wilayah utara akan mengalami peningkatan curah hujan. Perubahan pola hujan tersebut menyebabkan berubahnya awal dan panjang musim hujan.

Di wilayah Indonesia bagian selatan, musim hujan yang makin pendek akan menyulitkan upaya meningkatkan indeks pertanaman (IP) apabila tidak tersedia varietas yang berumur lebih pendek dan tanpa rehabilitasi ja-ringan irigasi. Meningkatnya hujan pada musim hujan menyebabkan tingginya frekuensi kejadian banjir, sedangkan menurunnya hujan pada musim kemarau akan meningkatkan risiko kekekeringan. Sebaliknya, di wilayah Indonesia bagian utara, meningkatnya hujan pada musim hujan akan meningkatkan peluang indeks penanaman, namun kondisi lahan tidak sebaik di Jawa. Tren perubahan ini tentunya sangat berkaitan dengan sektor pertanian.

Strategi antisipasi dan teknologi adaptasi terhadap perubahan iklim merupakan aspek kunci yang harus menjadi rencana strategis Departemen Pertanian dalam rangka menyikapi perubahan iklim. Hal ini bertujuan untuk mengembangkan pertanian yang tahan (resilience) terhadap variabilitas iklim saat ini dan mendatang.

Upaya yang sistematis dan terintegrasi, serta komitmen dan tanggung jawab bersama yang kuat dari berbagai pemangku kepentingan sangat diperlukan guna menyelamatkan sektor pertanian. Untuk mencapai tujuan tersebut, perlu disusun kebijakan kunci Departemen Pertanian dalam rangka melaksanakan agenda adaptasi mulai tahun 2007 sampai 2050, yang meliputi rencana aksi yang bersifat jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang. Berdasarkan hal tersebut penulis tertarik untuk mengkaji dan membahas masalah perubahan iklim khususnya yang terjadi pada sektor pertanian.

  1. Rumusan Masalah
  2. Pengertian Iklim

Iklim adalah keadaan rata-rata cuaca pada suatu wilayah dalam jangka waktu yang relatif lama.

Iklim juga didefinisikan sebagai berikut :

  • Sintesis kejadian cuaca selama kurun waktu yang panjang, yang secara statistik cukup dapat untuk menunjukkan nilai statistik yang berbeda dengan keadaan pada setiap saatnya (World Climate Conference, 1979)
  • Konsep abstrak yang menyatakan kebiasaan cuaca dan unsur-unsur atmosfer di suatu daerah selama kurun waktu yang panjang (Glenn T. Trewatha, 1980)
  • Peluang statistik berbagai keadaan atmosfer, antara lain suhu, tekanan, angin, kelembaban, yang terjadi di suatu daeraha selama kurun waktu yang panjang (Gibbs, 1978)
  1. Perubahan Iklim

Kondisi iklim di dunia selalu berubah, baik menurut ruang maupun waktu. Perubahan iklim ini dapat dibedakan berdasarkan wilayahnya (ruang) yaitu perubahan iklim secara lokal dan global. Berdasarkan waktu, iklim dapat berubah dalam bentuk siklus, baik secara harian, musiman, tahunan, maupun puluhan tahun. Perubahan iklim adalah suatu perubahan unsur-unsur iklim yang memiliki kecenderungan naik atau turun secara nyata.

 

  1. Pengertian Pertanian

Pertanian adalah kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang dilakukan manusia untuk menghasilkan bahan pangan, bahan baku industri, atau sumber energi, serta untuk mengelola lingkungan hidupnya. Kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang termasuk dalam pertanian biasa dipahami orang sebagai budidaya tanaman atau bercocok tanam (bahasa Inggris: crop cultivation) serta pembesaran hewan ternak (raising), meskipun cakupannya dapat pula berupa pemanfaatan mikroorganisme dan bioenzim dalam pengolahan produk lanjutan, seperti pembuatan keju dan tempe, atau sekedar ekstraksi semata, seperti penangkapan ikan atau eksploitasi hutan.

  1. Kaitan Iklim Terhadap Pertanian

Hasil pertanian selain dipengaruhi oleh faktor tanah juga ditentukan oleh faktor iklim. Hal itu bisa terjadi karena iklim merupaka kondisi alam dalam wilayah yang luas sehingga manusia tidak dapat menegndalikan iklim maupun cuaca yang akan terjadi.

           

  1. Tujuan

Tujuan dari pembahasan makalah ini adalah:

Mengkaji permasalahan-permasalahan yang timbul akibat perubahan iklim di Indonesia, khususnya pada sektor pertanian.

Membahas permasalahan tersebut secara mendalam khususnya pada sektor pertanian.

BAB II

PEMBAHASAN

                        Kajian Permasalahan Iklim pada Sektor Pertanian

Perubahan iklim dengan segala penyebabnya secara faktual sudah terjadi di tingkat lokal, regional maupun global. Peningkatan emisi dan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) mengakibatkan terjadinya pemanasan global, diikuti dengan naiknya tinggi permukaan air laut akibat pemuaian dan pencairan es di wilayah kutub.

Naiknya tinggi permukaan air laut akan meningkatkan energi yang tersimpan dalam atmosfer, sehingga mendorong terjadinya perubahan iklim, antara lain El Nino dan La Nina. Fenomena El Nino dan La Nina sangat berpengaruh terhadap kondisi cuaca/iklim di wilayah Indonesia dengan geografis kepulauan. Sirkulasi antara benua Asia dan Australia serta Samudera Pasifik dan Atlantik sangat berpengaruh, sehingga wilayah Indonesia sangat rentan terhadap dampak dari perubahan iklim. Hal ini diindikasikan dengan terjadinya berbagai peristiwa bencana alam yang intensitas dan frekuensinya terus meningkat.

Fenomena El Nino adalah naiknya suhu di Samudera Pasifik hingga menjadi 31°C, sehingga akan menyebabkan kekeringan yang luar biasa di Indonesia. Dampak negatifnya antara lain adalah peningkatan frekuensi dan luas kebakaran hutan, kegagalan panen, dan penurunan ketersediaan air.

Fenomena La Nina merupakan kebalikan dari El Nino, yaitu gejala menurunnya suhu permukaan Samudera Pasifik, yang menyebabkan angin serta awan hujan ke Australia dan Asia Bagian Selatan, termasuk Indonesia. Akibatnya, curah hujan tinggi disertai dengan angin topan dan berdampak pada terjadinya bencana banjir dan longsor besar.

Perubahan iklim sudah berdampak pada berbagai aspek kehidupan dan sektor pembangunan di Indonesia. Sektor kesehatan manusia, infrastruktur, pesisir dan sektor lain yang terkait dengan ketersediaan pangan (pertanian, kehutanan dan lainnya) telah mengalami dampak perubahan tersebut.

Di sektor pertanian, sama dengan sektor lainnya, belum ada studi tingkat nasional yang mengkaji dampak perubahan iklim terhadap sumber daya iklim, lahan, dan sistem produksi pertanian (terutama pangan). Beberapa studi masih dilakukan pada tingkat lokal, seperti pengkajian dampak perubahan iklim pada hasil padi dengan menggunakan model simulasi.

Kerentanan suatu daerah terhadap perubahan iklim atau tingkat ketahanan dan kemampuan beradaptasi terhadap dampak perubahan iklim, bergantung pada struktur sosial-ekonomi, besarnya dampak yang timbul, infrastruktur, dan teknologi yang tersedia. Di Indonesia, upaya-upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim sebenarnya telah dimulai sejak tahun 1990, walaupun Indonesia tidak memiliki kewajiban untuk memenuhi target penurunan emisi GRK. Untuk memperkuat pelaksanaan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim di Indonesia pada sektor pertanian, perlu ditetapkan strategi nasional mitigasi dan adaptasi perubahan iklim secara ter-integrasi, yang melibatkan berbagai instansi terkait.

Perlunya pemahaman yang baik terhadap fenomena dan dampak perubahan iklim global pada sektor pertanian dan strategi antisipasi yang harus dilakukan. Untuk itu, hasil kegiatan penelitian/pengkajian dan adaptasi yang telah dilakukan oleh lembaga-lembaga penelitian perlu diinventarisasi untuk dirumuskan dan disosialisasikan ke berbagai kalangan.

Perlu penelitian/pengkajian yang lebih komprehensif dan intensif terhadap komponen sumber daya, infrastruktur, dan subsektor pertanian, serta daerah-daerah rawan atau yang telah terkena dampak perubahan iklim, serta adaptasi yang telah, sedang dan akan diterapkan.

Dalam menghadapi dan menanggulangi dampak perubahan iklim, terutama kekeringan dan banjir perlu adanya

(a) Standard Operating Procedure (SOP) tentang informasi perubahan iklim serta mekanisme penyampaiannya ke pengguna terutama petani, dan

(b) Sekolah Lapang Pertanian (SLP) yang terintegrasi untuk berbagai aspek seperti pengelolaan informasi iklim/air, pengendalian hama terpadu, agribisnis, dan lain-lain.

Program Penelitian Konsorsium “Dampak Perubahan Iklim Terhadap Sektor Pertanian, Strategi Antisipasi, dan Teknologi Adaptasi” dibangun dengan tujuan untuk:

  1. Menggalang komunikasi di antara Lembaga Penelitian/Perguruan Tinggi, baik nasional maupun internasional.
  2. Mengintegrasikan dan mensinegri kegiatan-kegiatan penelitian yang berkaitan dengan perubahan iklim, dan
  3. Melaksanakan penelitian secara terintegrasi yang melibatkan berbagai lembaga penelitian dan perguruan tinggi.

Program penelitian konsorsium lebih ditujukan pada pengkajian/analisis dampak biofisik (sumber daya, infrastruktur/ sarana, sistem produksi dan aspek sosial ekonomi), konsep strategi antisipasi, mitigasi dan penanggulangan (adaptasi teknologi), dan membangun kemampuan prediksi dan penyampaian informasi.

Kegiatan yang berkaitan dengan perakitan teknologi, terutama varietas unggul, akan dikaitkan dengan program penelitian balai penelitian komoditas. Penyusunan dan penyampaian hasil prakiraan musim yang menjadi otoritas BMG perlu dilakukan lebih sering dan cepat, minimal 4 kali setahun. Hasil prakiraan tersebut perlu diformulasikan oleh Pokja Anomali Iklim dan Badan Litbang Pertanian, agar menjadi informasi yang lebih aplikatif dan mudah dipahami penyuluh dan petani. Selanjutnya, informasi matang tersebut perlu segera disampaikan kepada masyarakat pertanian agar kegiatan adaptasi pertanian dapat segera dilakukan.

Selain melakukan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim, kita perlu memanfaatkan perubahan iklim tersebut, agar menjadi “sahabat” dalam sektor pertanian.

Klimatologi merupakan ilmu tentang atmosfer. Mirip dengan meteorologi, tapi berbeda dalam kajiannya, meteorologi lebih mengkaji proses di atmosfer sedangkan klimatologi pada hasil akhir dari proses-proses atmosfer.

Klimatologi berasal dari bahasa Yunani Klima dan Logos yang masing-masing berarti kemiringan (slope) yang di arahkan ke Lintang tempat sedangkan Logos sendiri berarti Ilmu. Jadi definisi Klimatologi adalah ilmu yang mencari gambaran dan penjelasan sifat iklim, mengapa iklim di berbagai tempat di bumi berbeda , dan bagaimana kaitan antara iklim dan dengan aktivitas manusia. Karena klimatologi memerlukan interpretasi dari data-data yang banyak dehingga memerlukan statistik dalam pengerjaannya, orang-orang sering juga mengatakan klimatologi sebagai meteorologi statistik (Tjasyono, 2004).

Iklim merupakan salah satu faktor pembatas dalam proses pertumbuhan dan produksi tanaman. Jenis-jenis dan sifat-sifat iklim bisa menentukkan jenis-jenis tanaman yang tumbuh pada suatu daerah serta produksinya. Oleh karena itu kajian klimatologi dalam bidang pertanian sangat diperlukan. Seiring dengan dengan semakin berkembangnya isu pemanasan global dan akibatnya pada perubahan iklim, membuat sektor pertanian begitu terpukul. Tidak teraturnya perilaku iklim dan perubahan awal musim dan akhir musim seperti musim kemarau dan musim hujan membuat para petani begitu susah untuk merencanakan masa tanam dan masa panen. Untuk daerah tropis seperti indonesia, hujan merupakan faktor pembatas penting dalam pertumbuhan dan produksi tanaman pertanian.

Selain hujan, unsur iklim lain yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman adalah suhu, angin, kelembaban dan sinar matahari.

Setiap tanaman pasti memerlukan air dalam siklus hidupnya, sedangkan hujan merupakan sumber air utama bagi tanaman. Berubahnya pasokan air bagi tanaman yang disebabkan oleh berubahnya kondisi hujan tentu saja akan mempengaruhi siklus pertumbuhan tanaman. Itu merupakan contoh global pengaruh ikliim terhadap tanaman. Di indonesia sendiri akibat dari perubahan iklim, yaitu timbulnya fenomena El Nino dan La Nina. Fenomena perubahan iklim ini menyebabkan menurunnya produksi kelapa sawit. Tanaman kelapa sawit bila tidak mendapatkan hujan dalam 3 bulan berturut-turut akan menyebabkan terhambatnya proses pembungaan sehingga produksi kelapa sawit untuk jangka 6 sampai 18 bulan kemudian menurun. Selain itu produksi padi juga menurun akibat dari kekeringan yang berkepanjangan atau terendam banjir. Akan tetapi pada saat fenomea La Nina produksi padi malah meningkat untuk masa tanam musim ke dua.

Selain hujan, ternyata suhu juga bisa menentukkan jenis-jenis tanaman yang hidup di daerah-daerah tertentu. Misalnya perbedaan tanaman yang tumbuh di daerah tropis, gurun dan kutub. Indonesia merupakan daerah tropis, perbedaan suhu antara musim hujan dan musim kemarau tidaklah seekstrim perbedaan suhu musim panas dan musim kemarau di daerah sub tropis dan kutub. Oleh karena itu untuk daerah tropis, klasifikasi suhu lebih di arahkan pada perbedaan suhu menurut ketinggian tempat. Perbedaan suhu akibat dari ketinggian tempat (elevasi) berpengaruh pada pertumbuhan dan produksi tanaman. Sebagai contoh, tanaman strowbery akan berproduksi baik pada ketinggian di atas 1000 meter, karena pada ketinggian 1000 meter pebedaan suhu antara siang dan malam sangat kontras dan keadaan seperti inilah yang dibutuhkan oleh tanaman strowbery.

Secara umum iklim merupakan hasil interaksi proses-proses fisik dan kimiafisik dimana parameter-parameternya adalah seperti suhu, kelembaban, angin, dan pola curah hujan yang terjadi  pada suatu tempat di muka bumi. Iklim merupakan suatu kondisi rata-rata dari cuaca, dan untuk mengetahui kondisi iklim suatu tempat, diperlukan nilai rata-rata parameterparameternya selama kurang lebih 10 sampai 30 tahun. Iklim muncul setelah berlangsung suatu proses fisik dan dinamis yang kompleks yang terjadi di atmosfer bumi. Kompleksitas proses fisik dan dinamis di atmosfer bumi ini berawal dari perputaran planet bumi mengelilingi matahari dan perputaran bumi pada porosnya. Pergerakan planet bumi ini menyebabkan besarnya energi matahari yang diterima oleh bumi tidak merata, sehingga secara alamiah ada usaha pemerataan energi yang berbentuk suatu sistem peredaran udara, selain itu matahari dalam memancarkan energi juga bervariasi atau berfluktuasi dari waktu ke waktu. Perpaduan antara proses-proses tersebut dengan unsur-unsur iklim dan faktor pengendali iklim menghantarkan kita pada kenyataan bahwa kondisi cuaca dan iklim bervariasi dalam hal jumlah, intensitas dan distribusinya.

Secara alamiah sinar matahari yang masuk ke bumi, sebagian akan dipantulkan kembali oleh permukaan bumi ke angkasa. Sebagian sinar matahari yang dipantulkan itu akan diserap oleh gas-gas di atmosfer yang menyelimuti bumi –disebut gas rumah kaca, sehingga sinar tersebut terperangkap dalam bumi. Peristiwa ini dikenal dengan efek rumah kaca (ERK) karena peristiwanya sama dengan rumah kaca, dimana panas yang masuk akan terperangkap di dalamnya, tidak dapat menembus ke luar kaca, sehingga dapat menghangatkan seisi rumah kaca tersebut.

Peristiwa alam ini menyebabkan bumi menjadi hangat dan layak ditempati manusia, karena jika tidak ada ERK maka suhu permukaan bumi akan 33 derajat Celcius lebih dingin. Gas Rumah Kaca (GRK) seperti CO2 (Karbon dioksida),CH4(Metan) dan N2O (Nitrous Oksida), HFCs (Hydrofluorocarbons), PFCs (Perfluorocarbons) and SF6 (Sulphur hexafluoride) yang berada di atmosfer dihasilkan dari berbagai kegiatan manusia terutama yang berhubungan dengan pembakaran bahan bakar fosil (minyak, gas, dan batubara) seperti pada pembangkitan tenaga listrik, kendaraan bermotor, AC, komputer, memasak. Selain itu GRK juga dihasilkan dari pembakaran dan penggundulan hutan serta aktivitas pertanian dan peternakan. GRK yang dihasilkan dari kegiatan tersebut, seperti karbondioksida, metana, dan nitroksida, menyebabkan meningkatnya konsentrasi GRK di atmosfer.

Berubahnya komposisi GRK di atmosfer, yaitu meningkatnya konsentrasi GRK secara global akibat kegiatan manusia menyebabkan sinar matahari yang dipantulkan kembali oleh permukaan bumi ke angkasa, sebagian besar terperangkap di dalam bumi akibat terhambat oleh GRK tadi. Meningkatnya jumlah emisi GRK di atmosfer pada akhirnya menyebabkan meningkatnya suhu rata-rata permukaan bumi, yang kemudian dikenal dengan Pemanasan Global.

Sinar matahari yang tidak terserap permukaan bumi akan dipantulkan kembali dari permukaan bumi ke angkasa. Setelah dipantulkan kembali berubah menjadi gelombang panjang yang berupa energi panas. Namun sebagian dari energi panas tersebut tidak dapat menembus kembali atau lolos keluar ke angkasa, karena lapisan gas-gas atmosfer sudah terganggu komposisinya. Akibatnya energi panas yang seharusnya lepas keangkasa (stratosfer) menjadi terpancar kembali ke permukaan bumi (troposfer) atau adanya energi panas tambahan kembali lagi ke bumi dalam kurun waktu yang cukup lama, sehingga lebih dari dari kondisi normal, inilah efek rumah kaca berlebihan karena komposisi lapisan gas rumah kaca di atmosfer terganggu, akibatnya memicu naiknya suhu rata-rata dipermukaan bumi maka terjadilah pemanasan global. Karena suhu adalah salah satu parameter dari iklim dengan begitu berpengaruh pada iklim bumi, terjadilah perubahan iklim secara global.

Pemanasan global dan perubahan iklim menyebabkan terjadinya kenaikan suhu, mencairnya es di kutub, meningkatnya permukaan laut, bergesernya garis pantai, musim kemarau yang berkepanjangan, periode musim hujan yang semakin singkat, namun semakin tinggi intensitasnya, dan anomaly-anomali iklim seperti El Nino – La Nina dan Indian Ocean Dipole (IOD). Hal-hal ini kemudian akan menyebabkan tenggelamnya beberapa pulau dan berkurangnya luas daratan, pengungsian besar-besaran, gagal panen, krisis pangan, banjir, wabah penyakit, dan lain-lainnya.

Contoh Beberapa Kejadian Iklim yang Merugikan Masyarakat Indonesia Selama Tahun 2013-2014

  • 53 Desa di Banyuwangi Kekurangan Air (Senin, 21 Oktober 2013 | 12:41 WIB)

Ilustrasi kekeringan. REUTERS/Mohamed Abd El Ghany

TEMPO.CO, Banyuwangi- Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, Achmad Wiyono, mengatakan 53 desa yang tersebar di 10 kecamatan kekurangan air. “ Kekurangan air untuk kebutuhah pertanian dan konsumsi,” kata dia kepada wartawan, Senin, 21 oktober 2013.

Sepuluh kecamatan itu, antara lain, berada di Wongsorejo, Tegaldlimo, Kaliporo, Porwuharjo, Srono, Pesanggaran, dan Siliragung. Namun BPBD mencatat kekeringan terparah berada di Kecamatan Wongsorejo. Keadaan ini sangat merugikan semua pihak terkhusus masyarakat yang bekerja mencari nafkah pada sektor pertanian.

  • Kemtan inventarisasi pertanian yang kebanjiran (Oleh Fahriyadi – Rabu, 22 Januari 2014 | 13:18 WIB)

JAKARTA. Menteri Pertanian, Suswono mengaku sedang menginvestarisasi lahan pertanian yang terkena banjir selama bulan januari ini. Menurutnya ia telah melakukan pengamatan ke Purwerojo, Jawa Tengah yang merupakan salah satu sentra pertanian di Pulau Jawa. Ia bilang sejauh ini masih terkendali dan ada beberapa lahan pertanian yang tetap bisa tumbuh dan tak perlu diganti oleh pemerintah.

Menurutnya dengan cuaca buruk yang berpotensi terjadi dalam beberapa bulan ke depan, maka distribusi pangan saat ini harus dicukupkan sehingga tak terjadi lonjakan herga saat puncak musim huja di seluruh Indonesia.

BAB III

PENUTUP

Dari kajian masalah dan pembahasan permasalahan di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa permasalahan perubahan iklim perlu terus dikaji, karena menyebabkan pada berbagai sektor, sektor pertanian, kesehatan, kehutanan, ekonomi dan lain sebagainya. Ketika iklim tidak bersahabat ketika itu melanda pada sektor pertanian. Disini akan mengakibatkan kekurangannya sektor pengahasilan yang tidak seperti biasa lagi dan bahkan menimbulkan kelangkaan pada bahan makanan. Dari kelangkaan ini akan muncul pasar yang tidak sehat atau akan mengakibatkan naiknya suatu barang yang tergolong langka. Sehingga perlu upaya sinergis dari pihak-pihak terkait serta peran serta masyarakat dalam menjaga dan melestarikan lingkungan. Upaya sekecil apapun sangat berarti bagi kelangsungan kehidupan manusia di dunia ini. Alam tidak akan menghadirkan bencana kalu kita menjaga dan bersahabat kepada mereka. Semua yang terjadi sekarang dan akan datang itu adalah hasil perbuatan kita pada masa sekarag.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. Status of National Activities to Cope with Global Climate Change. 29 Juni 2005.

Aron JL, Patz JA. 2001. Ecosystem Change and Public Health; A Global Perspective. Johns Hopkins University Press.

Benyamin. L, 1994. Lama penyinaran akan berpengaruh terhadap aktivitas makhluk hidup. http://agroklimatologi.blogspot.com/lama penyinaran dan pengaruhnya. (diakses: 31 Oktober 2010).

Danial. C, 2008. Ancaman Hama Penyakit Padi dari Anomali Iklim. http://www.kompasonline.com. (diakses: 31 Oktober 2010).

Glantz, M 1998. Current of Change: El-Nino impacts on Elimate and Society. Cambridge Univ. Press.

Handoko. 1994. Klimatologi Dasar. Pustaka jaya, Bogor.

Handoko. A, 1994. Penerimaan Radiasi Surya Di Permukaan Bumi Sangat Bervariasi Menurut Tempat Dan Waktu. Jakarta: Balai Pustaka.

Hidayati, Rini. Masalah Perubahan Iklim di Indonesia Beberapa Contoh Kasus, 2001.

Lakitan Benyamin. 1994. Dasar-dasar Klimatologi. PT Rajagrafindo persada.

Las, Irianto & Surmaini. 2000 “ Pengantar Agroklimat dan Beberapa Pendekatannya” Balitbang Pertanian, Jakarta.

Makarim, dkk. 1999. “Efisiensi Input Produksi Tanaman Pangan melalui Prescription Farming”. Simposium Tanaman pangan IV. Puslitbang Tanaman Pangan, Bogor.

Mudiyarso, Daniel. Protokol Kyoto. Implikasinya bagi Negara Berkambang. Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2003.

Musofa. B, 2009. Pengaruh Iklim Pada Tanah. http://BalaiPenelitian Tanah.com. (diakses: 31 Oktober 2010).

Pawitan, H 1998. Antisipasi bencana banjir dan kekeringan serta upaya penanggulangan makalah dalam diskusi panel PERAGI, Jakarta

MAKALAH KLIMATOLOGI JUDUL PENGARUH PERUBAHAN IKLIM TERHADAP SEKTOR PETERNAKAN

BAB I

PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang

Dunia peternakan adalah dunia yang berkaitan dengan hewan ternak. Siapa pun yang berkecimpung di dalam dunia peternakan biasanya mengusahakan produksi hasil ternak yang maksimal dengan waktu yang lebih cepat dan menyalurkan ke berbagai anggota masyarakat untuk segera dikonsumsikan.

Untuk menghasilkan hasil ternak yang maksimal harus memerhatikan kebutuhan dari ternak tersebut. Contohnya pada hewan ternak sapi perah, sapi perah akan mencapai hasil produksi susu yang maksimal apabila di tempatkan di daerah yang sejuk atau dataran tinggi. Berarti unsur iklim dalam peternakan sapi perah sangat penting karena sapi perah temasuk hewan ternak yang adaptasinya rendah atau termasuk hewan yang sulit beradaptasi.

Ilmu klimatologi sangat berguna untuk penempatan ternak yang baik untuk menghasilkan produksi yang maksimal. Contohnya sapi perah dapat menghasilkan susu 56 % daripada daerah tropis dan iklim mempengaruhi kandungan susu, lemak, bahan kering tanpa lemak, dan jumlah produksinya.

Dalam ternak juga ada proses yang kompleks dimana seekor hewan menyesuaikan diri pada lingkungan dimana ternak itu hidup disebut aklimatasi.

Berikut penggolongan ternak berdasarkan aklimatasi :

  1. Aklimatasi tinggi: Unta, Kambing, dan Domba.
  2. Aklimatasi rendah: Sapi, Ayam, dan Babi.

Peternakan yang baik harus memperhatikan kualitas dan kuantitas yang tersedia di daerah sekitar kandang ternak itu sendiri seperti makanan atau hijauan pada sapi perah dan air yang diminum mempengaruhi daya produksi.

Jadi pada intinya iklim yang meliputi curah hujan, temperatur, kelembaban udara, radiasi matahari, kecepatan angin, dan pH harus kita pelajari dan harus bisa mengaplikasikannya karena berpengaruh besar terhadap kehidupan dan produksi ternak.

  1. Rumusan Masalah
  2. Apa yang dimaksud dengan Iklim ?
  3. Apa yang dimaksud Peternakan ?
  4. Apa pengaruh Iklim terhadap Pertanian ?
  1. Tujuan

            Tujuan dari pembahasan makalah ini adalah:

Mengkaji permasalahan-permasalahan yang timbul akibat perubahan iklim di Indonesia, khususnya pada sektor peternakan. Membahas permasalahan tersebut secara lebih mendalam lagi khususnya pada sektor peternakan.

BAB II

DASAR TEORI

  1. Pengertian Iklim

                        Iklim adalah keadaan rata-rata cuaca pada suatu wilayah dalam jangka waktu yang relatif lama.

Iklim juga didefinisikan sebagai berikut:

  • Sintesis kejadian cuaca selama kurun waktu yang panjang, yang secara statistik cukup dapat untuk menunjukkan nilai statistik yang berbeda dengan      keadaan pada setiap saatnya. (World Climate Conference, 1979)
  • Konsep abstrak yang menyatakan kebiasaan cuaca dan unsur-unsur atmosfer di suatu daerah selama kurun waktu yang panjang. (Gleen T. Trewantha,      1980)
  • Peluang statistik berbagai keadaan atmosfer, antara lain suhu, tekanan, angin, kelembaban, yang terjadi di suatu daerah selama kurun waktu yang panjang    (Gibbs,1978)
  1. Perubahan Iklim

                        Kondisi iklim di dunia selalu berubah, baik menurut ruang maupun waktu. Perubahan iklim ini dapat dibedakan berdasarkan wilayahnya (ruang) yaitu perubahan iklim secara lokal dan global. Berdasarkan waktu, iklim dapat berubah dalam bentuk siklus, baik secara harian, musiman, tahunan, maupun puluhan tahun. Perubahan iklim adalah suatu perubahan unsur-unsur iklim yang memiliki kecenderungan naik atau turun secara nyata.

  1. Pengertian Peternakan

      Peternakan adalah kegiatan mengembangbiakkan dan membudidayakan hewan ternak untuk manfaat dan hasil dari kegiatan tersebut.

Pengertian peternakan tidak terbatas pada pemeliharaan saja, memelihara dan peternakan perbedaanya terletak pada tujuan yang ditetapkan. Tujuan peternakan adalah mencari keuntungan dengan penerapan prinsip-prinsip manajemen pada faktor-faktor produksi yang telah dikombinasikan secara optimal.

Kegiatan di bidang peternakan dapat dibagi atas golongan, yaitu peternakan hewan besar seperti sapi, kerbau dan kuda, sedang kelompok kedua yaitu peternakan hewan kecil seperti ayam, kelinci dan lain-lain.

  1. Hubungan Iklim Terhadap Peternakan

                        Hasil peternakan sering dipengaruhi oleh faktor keadaan banyak atau tidaknya hewan ternak yang dibudidayakan serta baik atau tidaknya kualitas hewan yang dibudidayakan. Selain dipengaruhi oleh semua itu juga dipengaruhi oleh faktor iklim, karena iklim merupakan kondisi alam dalam wilayah yang luas sehingga manusia tidak dapat mengendalikan iklim maupun cuaca yang akan terjadi.

 

BAB III

Peternakan yang baik harus memperhatikan kualitas dan kuantitas yang tersedia di daerah sekitar kandang ternak itu sendiri seperti makanan atau hijauan pada sapi perah dan air yang diminum mempengaruhi daya produksi.

Jadi pada intinya iklim yang meliputi curah hujan, temperatur, kelembaban udara, radiasi matahari, kecepatan angin, dan pH harus kita pelajari dan harus bisa mengaplikasikannya karena berpengaruh besar terhadap kehidupan dan produksi ternak.

Iklim adalah kondisi rata-rata cuaca dalam waktu yang panjang. Iklim mempunyai pengaruh yang besar terhadap ternak, yaitu dapat membantu atau menganggu kelangsungan hidup dari ternak. Iklim sendiri meliputi :

  1. Curah hujan

Curah hujan sangat penting bagi peternakan. Dengan curah hujan penyediaan air minum dan kelangsungan pengadaan makanan ternak sepanjang tahun dan sebaiknya peternak mengetahui peta hujan. Curah hujan ini sangat berguna, karena dengan begitu para peternak bisa merencanakan dan memanajemen dengan baik masa birahi.

  1. Temperatur

Dengan mengetahuinya temperatur suatu daerah para peternak dapat menempatkan jenis ternak apa yang sesuai dengan tempat yang dipilih. Karena temperatur yang panas atau terlalu dingin sangat mempengaruhi produktififtas ternak. Ternak lokal dapat bertahan dengan suhu yang panas, sedangkan ternak yang berasal dari subtropics yang telah disilangkan dengan ternak lokal dapat bertahan ditempat yang bersuhu sedang.

  1. Kelembaban udara

Kelembaban udara yang terlalu tinggi sangat mempengaruhi kesehatan ternak, baik itu pada pernafasannya, pertumbuhan parasit pada ternak, ataupun penyakit lainnya yang merugikan. Kelembaban ini berbanding terbalik dengan temperature.

  1. Kecepatan angin

Dengan kecepatan udara yang normal sangat baik untuk kesegaran ternak dan kecepatan angin dapat juga digunakan untuk kincir angin yang dapat digunakan untuk kebutuhan manusia dalam sumber listrik juga pengadaan air untuk daerah yang kecepatan angin juga membantu ternak dalam melepaskan panas temperatur tubuhnnya.

  1. Pengaruh Iklim Terhadap Ternak

Dunia peternakan adalah dunia yang berkaitan dengan hewan ternak. Siapa pun yang berkecimpung di dalam dunia peternakan biasanya mengusahakan produksi hasil ternak yang maksimal dengan waktu yang lebih cepat dan menyalurkan ke berbagai anggota masyarakat untuk segera dikonsumsikan.

Untuk menghasilkan hasil ternak yang maksimal harus memerhatikan kebutuhan dari ternak tersebut. Contohnya pada hewan ternak sapi perah, sapi perah akan mencapai hasil produksi susu yang maksimal apabila di tempatkan di daerah yang sejuk atau dataran tinggi. Berarti unsur iklim dalam peternakan sapi perah sangat penting karena sapi perah temasuk hewan ternak yang adaptasinya rendah atau termasuk hewan yang sulit beradaptasi.

Pengaruh iklim terhadap ternak ada 2 yaitu:

  • Pengaruh secara langsung

» Perilaku merumput

Lamanya waktu merumput saat siang hari sangat dipengaruhi oleh iklim, bangsa, kualitas, tipe mamalia, dan pastur yang tersedia (padang rumput). Jika ternak digembalakan pada daerah bukan asalnya, maka masa merumput akan berkurang .

» Pengunaan makanan dan pengambilan makanan

Jika suatu tempat memiliki temperatur yang tinggi maka akan mempengaruhi pengambilan makanan pada ternak semakin tinggi temperatur maka semakin sedikit makan karena akan lebih banyak minum. Jika temperatur lebih dari 40°maka ternak akan berhenti memamah biak.

» Air yang diminum (water intake )

Air sangat penting bagi ternak sebab air mempunyai peran yang penting dalam metabolisme ternak, selain itu air juga membantu ternak melepaskan panas tubuhnya secara konduksi dan penguapan, keperluan air ini akan meningkat apabila temperatur naik.

» Mempengaruhi efisiensi pengunaan makanan

Ternak dapat mengalami heat stress apabila iklim suatu tempat panas, sehingga ternak tidak banyak melakukan gerak untuk menjaga suhu tubuhnya tetap stabil.

» Hilangnya zat-zat makanan

Semakin sering ternak berkeringat dan mengeluarkan air ludah maka akan semakin banyak zat makanan yang hilang. Ternak mamalia apabila mereka berkeringat maka mereka akan kehilangan air dan mineral dari dalam tubuhnya.

» Pengaruh terhadap pertumbuhan

Menurunnya nafsu makan pada ternak disebabkan temperatur yang sangat tinggi akibatnya feed intake ternak pun akan menurun dan juga mempengaruhinya lamanya merumput dan akhirnya juga mempengaruhi produktififtas dari ternak.

» Pengaruh iklim terhadap produksi susu

Sapi perah dapat menghasilkan susu 56 % pada daerah subtropics, berbeda dengan daerah tropis sapi perah lebih sedikit menghasilkan susu. Iklim juga sangat mempengaruhi kandungan susu, lemak, bahan kering.

» Pengaruhi tingkah laku ternak

Iklim dapat mengakibatkan ternak mengalami stress yang dapat dilihat dari tingkah laku ternak itu sendiri. Faktor internal dan eksternal merupakan faktor yang dapat menyebabkan strees pada ternak.

Faktor Internal terdiri dari : penyakit ,vaksinasi ,penyapihan.

Faktor Eksternal terdiri dari : cuaca ,makanan dan lingkungan

 

  • Pengaruh Secara Tidak Langsung

» Kualitas dan kuantitas makanan yang tersedia

Seperti: makanan yang dimakan, air yang diminum, dan mempengaruhi kandungan gizi dari tanaman yang dimakan serta daya cerna yang rendah karena serat kasarnya sangat tinggi akan mempengaruhi daya produsi menjadi rendah.

» Adanya parasit dan penyakit

Lingkungan dengan panas dan kelembaban yang tinggi merupakan tempat yang baik bagi jamur, parasit, nyamuk, lalat, dan penyakit lain. Pengaruh iklim secara tidak langsung terhadap parasit penyakit karena pada daerah tropis yang curah hujannya hanya cukup untuk tumbuhnya semak-semak. Dengan adanya semak-semak menyebabkan berkembangbiaknya nyamuk yang dapat mengakibatkan penyakit tidur dan dapat menyebabkan kematian yang mempengaruhi proses metabolisme ternak terserang.

» Penyimpanan dan panangan hasil ternak

Iklim tropis baik lembab/kering dapat merusak hasil ternak dan oleh sebab itu maka biaya prosessing dan penanganya bertambah Aklimatasi merupakan proses yang kompleks dimana seekor hewan menyesuaikan diri pada lingkungan dimana ternak tersebut hidup.

Pada dasarnya semua hewan atau ternak yang berdarah panas disebut Hormoiotermis yaitu hewan atau ternak yang relatif berusaha mempertahankan suhu tubuhnya pada kisaran yang cocok agar terjadi aktifitas biologis yang optimum, sedangkan untuk hewan atau ternak yang suhu tubuhnya tidak dipengaruhi lingkungan disebut Polikolitermis.

  1. FISIOLOGIS TERNAK

                        Fisiologis ternak meliputi suhu tubuh, respirasi dan denyut jantung. Suhu tubuh hewan homeotermi merupakan hasil keseimbangan dari panas yang diterima dan dikeluarkan oleh tubuh. Dalam keadan normal suhu tubuh ternak sejenis dapat bervariasi karena adanya perbedaan umur, jenis kelamin, iklim, panjang hari, suhu lingkungan, aktivitas, pakan, aktivitas pencernaan dan jumlah air yang diminum. Suhu normal adalah panas tubuh dalam zone thermoneutral pada aktivitas tubuh terendah. Respirasi adalah proses pertukaran gas sebagai suatu rangkaian kegiatan fisik dan kimis dalam tubuh organisme dalam lingkungan sekitarnya. Oksigen diambil dari udara sebagai bahan yang dibutuhkan jaringan tubuh dalam proses metabolisme. Kecepatan respirasi meningkat sebanding dengan meningkatnya suhu lingkungan. Kelembaban udara yang tinggi disertai suhu udara yang tinggi menyebabkan meningkatnya frekuensi respirasi. Pada suhu lingkungan tinggi denyut nadi meningkat. Peningkatan ini berhubungan dengan peningkatan respirasi yang menyebabkab meningkatnya aktivitas otot-otot respirasi, sehingga dibutuhkan darah lebih benyak untuk menyuplai O2 nutrien melaui peningkatan aliran darah dengan jalan peningkatan denyut nadi. Bila cekaman panas akibat temperatur lingkungan yang tinggi maka frekuensi pulsus ternak akan meningkat, hal ini berhubungan dengan peningkatan frekuensi respirasi yang menyebabkan meningkatnya aktivitas otot-otot respirasi, sehingga mempercepat pemompaan darah ke permukaan tubuh dan selanjutnya akan terjadi pelepasan panas tubuh.

  1. STRES

Stres adalah respon fisiologi, biokimia dan tingkah laku ternak terhadap variasi faktor fisik, kimia dan biologis lingkungan. Dengan kata lain, stres terjadi apabila terjadi perubahan lingkungan yang ekstrim, seperti peningkatan temperatur lingkungan atau ketika toleransi ternak terhadap lingkungan menjadi rendah. Stres panas terjadi apabila temperatur lingkungan berubah menjadi lebih tinggi di atas ZTN. Pada kondisi ini, toleransi ternak terhadap lingkungan menjadi rendah atau menurun, sehingga ternak mengalami cekaman. Stres panas ini akan berpengaruh terhadap pertumbuhan, reproduksi dan laktasi sapi perah termasuk di dalamnya pengaruh terhadap hormonal, produksi susu dan komposisi susu.

  1. EFEK TERHADAP HORMONAL

Temperatur berhubungan dengan fungsi kelenjar endokrin. Stres panas memberikan pengaruh yang besar terhadap sistem endokrin ternak disebabkan perubahan dalam metabolisme. Ternak yang mengalami stres panas akibat meningkatnya temperatur lingkungan, fungsi kelenjar tiroidnya akan terganggu. Hal ini akan mempengaruhi selera makan dan penampilan. Stres panas kronik juga menyebabkan penurunan konsentrasi growth hormone dan glukokortikoid. Pengurangan konsentrasi hormon ini berhubungan dengan pengurangan laju metabolik selama stres panas. Setelah itu, selama stres panas konsentrasi prolaktin meningkat dan diduga meningkatkan metabolismeair dan elektrolit. Hal ini akan mempengaruhi hormon aldosteron yang berhubungan dengan metabolisme elektrolit tersebut. Pada ternak yang menderita stres panas kalium yang disekresikan melalui kerin gat tinggi menyebabkan pengurangan konsentrasi aldosteron.

  1. Contoh Beberapa Hasil Peternakan yang dipengaruhi Oleh Keadan Iklim di Lingkunganya
  • AYAM PETELUR

Pengelolaan Ayam Petelur

Pengelolaan ayam petelur yang baik adalah sanagt penting untuk memeperoleh tingkat produksi telur yang tinggi. Apabila ayam petelur dipupuk sebagai sumber penghasilan yang menguntungkan, maka mereka harus tumbuh berkesinambungan sepanjang masa perkembanganya. Pedoman berikut ini dapat membantu dalam mensukseskan proses pertumbuhan dan perkembangan ayam petelur selama masa pertumbuhannya.

Ruangan: Untuk setiap 100 ayam petelur harus memiliki ruang antara 25 m2 sampai 100 m2. Sediakan 0,2-0,3 m2. Sediakan 0,2-0,3 m2 per ayam.

Makanan: Sediakan pakan penumbuh (growing mash) yang baik di depan ayam sepanjang waktu. Pakan yang komplit dari pabrik biasanya telah mengandung semua nutrisi yang diperlukan.

  • Sapi Perah

Jenis Sapi Perah

Secara garis besar, bangsa-bangsa sapi (Bos) yang terdapat di dunia ada dua, yaitu:

  1. Kelompok yang berasal dari sapi Zebu (Bos indicus) atau jenis sapi yang berpunuk, yang berasal dan tersebar di daerah tropis.
  2. Kelompok dari Bos proigenius, yang tersebar di daerah sub ropis atau lebih dikenal dengan Bos Taurus.

Jenis sapi perah yang unggul dan paling banyak dipelihara adalah sapi Shorhorn (dari Inggris), Friesian Holstein (dari Belanda), Yersey (dari selat Channel antara Inggris dan Perancis, dan lain-lain.

  • Beternak Kambing Etawa

Beternak kambing Etawa

Beternak Kambing etawa sebenarnya sama saja dengan beternak kambing       biasa. Bedanya terletak pada harga yang dipelihara. Memang harga    kambinhg etawa lebih mahal dibandingkan harga kambing biasa (Kambing        Kacang).

 

BAB IV

KESIMPULAN

Lingkungan berpengaruh besar terhadap sifat genetik ternak. Penerapan ternak di daerah yang sesuai akan menunjang dihasilkannya produksi secara optimal. Suhu dan kelembaban lingkungan yang tinggi dapat menyebabkan stress terhadap ternak sehingga fisiologi ternak tersebut meningkat dan konsumsi pakan menurun, sehingga produktivitasnya menurun. Suhu tubuh dengan suhu rektal dan suhu kulit saling berpengaruh karena suhu tubuh didapat dari kedua suhu tersebut. Frekuensi pernapasan berpengaruh kapada lingkungan, apabila suhu dan kelembaban naik maka frekuensi respirasi dan denyut jantung akan meningkat. Daya tahan terhadap panas dapat dihitung dengan melihat jumlah keringat yang diekskresikan oleh hewan ataua ternak.

.

DAFTAR PUSTAKA

Reksohadiprojo S. 1984. Pengantar Ilmu Peternakan Tropik. NPFE, Yogyakarta

Sientje. 2003. Stres Panas pada Sapi Perah Laktasi. IPB. Bogor

Wiroretno, Dyah Kusumo Utari, 1983. Cara Pengukuran Ekskresi Keringat untuk Mengetahui Daya Tahan Panas Sapi Potong. UNPAD University Press, Bandung.

MAKALAH GEOGRAFI TANAH DAN LINGKUNGAN JUDUL METHANOGENESIS SAWAH PASANG SURUT

BAB I

PENDAHULUAN

  • LATAR BELAKANG

Methanogenesis adalah pembentukan gas  metana oleh mikroba yang dikenal sebagai metanogen, metana ini merupakan sebuah  langkah terakhir dalam pembusukan bahan organik. Selama proses pembusukan, akseptor elektron (seperti oksigen, besi-besi, sulfat, dan nitrat). Selain itu Methanogenesis juga dapat menguntungkan dieksploitasi, untuk mengolah limbah organik, menghasilkan senyawa yang berguna, dan metana dapat dikumpulkan serta digunakan sebagai biogas, bahan bakar bagi manusia. CH4 (gas metana ) memiliki potensi global warming di urutan ke 21 yang di sebabkan sebagian besar dari sumber aktivitas manusia, seperti halnya pembakaran fosil, pembuangan sampah, peternakan dan yang lebih khususnya kegiatan persawahan.

Methanogenesis sering juga dikatakan sebagai biomethanation adalah pembentukan metana oleh mikroba yang dikenal sebagai metanogen. Organisme yang mampu menghasilkan metana telah diidentifikasi hanya dari domain Archaea, kelompok filogenetis berbeda dari kedua eukariota dan bakteri, meskipun banyak tinggal dalam hubungan erat dengan bakteri anaerob. Produksi metana merupakan bentuk penting dan luas metabolisme mikroba. Dalam kebanyakan lingkungan, itu adalah langkah terakhir dalam dekomposisi biomassa.

Lahan pasang surut adalah lahan yang pada  musim penghujan (bulan desember-mei) permukaan air pada sawah akan naik sehingga tidak dapat di tanami padi. Pada musim kemarau (bulan juli-september) air permukaan akan surut yang mana pada saat itu tanaman padi sawah baru dapat ditanam (pada lokasi yang berair), (LIPI Kalimantan, 1994).

Lahan pasang surut mempunyai potensi cukup besar untuk dikembangkan menjadi lahan pertanian berbasis tanaman pangan dalam menunjang ketahanan pangan nasional. Lahan pasang surut Indonesia cukup luas sekitar 20,1 juta ha dan 9,3 juta diantaranya mempunyai potensi untuk pengembangan tanaman pangan (Ismail et al. 1993). Pemanfaatan lahan tersebut untuk pertanian merupakan alternatif yang dapat mengimbangi berkurangnya lahan produktif terutama di pulau Jawa yang beralih fungsi untuk berbagai keperluan pembangunan non pertanian.

Sumber utama methan dari budidaya padi sawah adalah melalui aktivitas bakteri pada kondisi anaerob yang merombak bahan organik tanah menjadi methan. Peningkatan luas tanah guna memperbesar produksi padi berinplikasi terhadap semakin besarnya methan yang teremisi. Mitigasi merupakan upaya preventif, yakni strategi untuk mengurangi emesi methan dengan biaya yang rendah atau pengurangan produksi padi yang minimal. Upaya mitigasi emetisi methan dapat dilakukan melalui pengaturan air irigasi, seleksi varietas dan pengelolaan hara.

Penelitian ini bertujuan mencari alternatif terbaik mitigasi gas methan pada padi sawah. Ada tiga tahap analisi yang dilakukan. Pertama, studi pustaka guna mencari koefisien mitigasi gas methan dan produktivitas padi untuk tiga kategori perlakuan, pengelolaan air, seleksi varietas dan penggunaan hara. Kedua, menjalankan simulasi berdasarkan persamaan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) dan melakukan analisis usahatani metode R/C (Rasio antara  revenue dan cost). Ketiga, menyeleksi berbagai alternatif hasil simulasi menjadi empat alternatif. Dari simulasi yang dilakukan didapatkan empat pilihan alterantif upaya mitigasi gas methan dari padi sawah di Indonesia.

Pilihan pada alternatif berdasarkan pada pertimbangan finansial dan ekologis di pandang lebih bijak, karena selain menguntungkan juga realtif lebih ramah lingkungan.

  • RUMUSAN MASALAH
  1. Apa pengertian methanogenesis ?
  2. Jelaskan sumber pembentuk gas methan ?
  3. Bagaimana mitigasi gas metan pada padi sawah di Indonesia ?
  4. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi emisi methan dari padi sawah ?
  • TUJUAN
  1. Untuk mengetahui pengertian methanogenesis.
  2. Untuk mengetahui sumber pembentuk gas methan.
  3. Untuk mengetahui mitigasi gas metan pada padi sawah di Indonesia.
  4. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi emisi methan dari padi sawah.
  • MANFAAT

Kita dapat mengetahui alternatif terbaik mitigasi gas methan pada padi sawah. Terbaik berdasarkan produktivitas padi tertinggi, faktor emisi methan rataan terendah, dan nilai R/C (Revenue Cost Ratio) tertinggi serta alternatif terbaik berdasarkan finansial dan ekologis.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. METHANOGENESIS

Methanogenesis merupakan sebuah pembentukan gas  metana oleh mikroba yang dikenal sebagai metanogen, metana ini merupakan sebuah  langkah terakhir dalam pembusukan bahan organik. Selama proses pembusukan, akseptor elektron (seperti oksigen, besi besi, sulfat, dan nitrat). Selain itu Methanogenesis juga dapat menguntungkan dieksploitasi, untuk mengolah limbah  organic, menghasilkan senyawa yang berguna, dan metana dapat dikumpulkan serta digunakan sebagai biogas, bahan bakar bagi manusia. CH4 (gas metana ) memiliki potensi global warming di urutan ke 21 yang di sebabkan sebagian besar dari sumber aktivitas manusia, seperti halnya pembakaran fosil, pembuangan sampah, peternakan dan yang lebih khususnya persawahan.

2.2. LAHAN SAWAH PASANG SURUT

Sawah adalah lahan usaha pertanian yang secara fisik berpermukaan rata, dibatasi oleh pematang, serta dapat ditanami padipalawija atau tanaman budidaya lainnya.

Lahan pasang surut adalah lahan yang pada  musim penghujan (bulan desember-mei) permukaan air pada sawah akan naik sehingga tidak dapat di tanami padi. Pada musim kemarau (bulan juli-september) air permukaan akan surut yang mana pada saat itu tanaman padi sawah baru dapat ditanam (pada lokasi yang berair), (LIPI Kalimantan, 1994).

2.3. SUMBER PEMBENTUK GAS METHAN

Sumber pembentuk gas methan berasal dari sumber alami yaitu rawa, rayap, laut, kebakaran dan geologis mencapai 150 Tg pertahun (30% dari total emesi), sedangkan dari sumber antropogenik yaitu padi sawah, ruminan, manure, landfill, pengelolaan air limbah, pembekaran biomassa, pertambangan batubara dan gas alam sekitar 360 Tg pertahun (70%) dari total emisi (Bouwman, 1982; Tyler, 1991 ; Cruzten, 1991).

2.4. MITIGASI GAS METHAN PADA PADI SAWAH DI INDONESIA

Penelitian ini bertujuan mencari alternatif terbaik mitigasi gas methan pada padi sawah. Ada tiga tahap analisi yang dilakukan. Pertama, studi pustaka guna mencari koefisien mitigasi gas methan dan produktivitas padi untuk tiga kategori perlakuan, pengelolaan air, seleksi varietas dan penggunaan hara. Kedua, menjalankan simulasi berdasarkan persamaan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) dan melakukan analisis usahatani metode R/C (Rasio antara  revenue dan cost). Ketiga, menyeleksi berbagai alternatif hasil simulasi menjadi empat alternatif. Dari simulasi yang dilakukan didapatkan empat pilihan alterantif upaya mitigasi gas methan dari padi sawah di Indonesia.

Pilihan pada alternatif berdasarkan pada pertimbangan finansial dan ekologis di pandang lebih bijak, karena selain menguntungkan juga realtif lebih ramah lingkungan.

Adapun pengertian mitigasi merupakan tahap penanggulangan bencana alam yg pertama. Mitigasi bencana merupakan langkah yg sangat perlu dilakukan sebagai suatu titik tolak utama dari manajemen dampak bencana. Arti lain mitigasi adalah segala upaya yg dilakukan untuk mengurangi dan memperkecil dampak bencana alam.

2.5. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EMISI METHAN DARI PADI    SAWAH

Faktor-faktor yang mempengaruhi emisi methan dari padi sawah meliputi, varietas padi dan suhu tanah (Husin, 1994), Pemberian pupuk dan jerami (Sunar, 1993), Tipe tanah (Murdiyarso, et al., 1995; Sutopo, et al., 1995; Subadiyasa, et al ., 1995), serta Sistem pengelolaan air (Makarim, 1994; Rusli, 1994 ; Husin 1994). Sedangkan arti emisi secara umum, emisi dapat di analogikan sebagai pancaran, misalnya: pancaran sinar, elektron atau ion. Berdasarkan peristiwanya, dapat terjadi akibat terganggunya suatu sistem yang melampaui suatu batas energi sehingga terjadi suatu emisi.

Pengertian emisi menurut peraturan : emisi adalah zat, energi dan/atau komponen lain yang dihasilkan dari suatu kegiatan yang masuk dan/atau dimasukkannya ke dalam udara ambien yang mempunyai dan/atau tidak mempunyai potensi sebagai unsur pencemar. (PP 41/1999).

BAB III

PEMBAHASAN

Methanogenisis merupakan sebuah pembentukan gas  metana oleh mikroba yang dikenal sebagai metanogen, methana ini merupakan sebuah  langkah terakhir dalam pembusukan bahan organik. Selama proses pembusukan, akseptor elektron (seperti oksigen, besi besi, sulfat, dan nitrat) menjadi habis, pembusukan bahan organik ini dapat menjadi kontributor yang cukup besar untuk pemanasan global. Selain itu Methanogenesis juga dapat menguntungkan dieksploitasi, untuk mengolah limbah organik, yang menghasilkan senyawa berguna, dan metana dapat dikumpulkan serta digunakan sebagai biogas, bahan bakar bagi manusia. CH4 (gas metana ) memiliki potensi global warming di urutan ke 21 yang di sebabkan sebagian besar dari sumber aktivitas manusia, seperti halnya pembakaran fosil, pembuangan sampah, peternakan dan yang lebih khususnya kegiatan persawahan, lihat gambar 1.1

Methan diproduksi salam tanah pada sawah yang tergenang oleh bakteri methanogen, pada kondisi anaerov dan merupakan dekomposisi dari bahan organik (Boone, 1993). Metan di emisikan melalui tiga cara, yaitu lewat sistem aerenchyma tanaman padi sebesar 90% (Nouchi, 1992) dan melalui ebullition (gelembung udara ) serta difusi sekitar 10%.

Sumber pembentuk gas methan berasal dari sumber alami yaitu rawa, rayap, laut, kebakaran dan geologis mencapai 150 Tg pertahun (30% dari total emesi), sedangkan dari sumber antropogenik yaitu padi sawah, ruminan, manure, landfill, pengelolaan air limbah, pembekaran biomassa, pertambangan batubara dan gas alam sekitar 360 Tg pertahun (70%) dari total emisi (Bouwman, 1982; Tyler, 1991 ; Cruzten, 1991).

Emisi dari sumber antropogenik terbesar diduga berasal dari padi sawah yakni sebesar 20% (khalil, et al., 1993). Sementara luas sawah terbesar terpusat di asia yaitu 90% dari luas total dunia (Bouwman, 1991) di indonesia terdapat sebesar 6,6% atau seluas 9,494 juta hektar (Biro pusat statistik, 1996). Di duga luas ini akan terus meningkat sejalan dengan upaya pemenrintah untuk mencetak sawah baru, sehingga sumber emisi metan antropogenik yang berasal dari sawah akan terus meningkat. Hasil hitungan terakhir emisi metan dari padi sawah di Indonesia sebesar 2.46-2.62 Tg/tahun untuk periode 1989-1993 atau sekitar 6% dari total emisi padi sawah dunia (Handoko, et al., 1996)

Kontribusi metan terhadap pemanasan global menempati ukuran kedua setelah CO2 sumber utama metan dari budidaya padi sawah adalah melalui aktifitas bakteri pada kondisi aneorob yang merombak bahan organik  tanah menjadi metan.

Peningkatan luas sawah guna memperbesar produksi padi berimplikasi terhadap semakin besarnya metan  teremisi. Mitigasi merupakan upaya preventif, yakni strategi untuk mengurangi emisi metan dengan biaya rendah atau pengurangan produksi padi yang minimal. Upaya mitigasi emisi metan dapat dilakukan di antaranya melalui pengaturan air irigasi, seleksi varietas dan pengelolaan hara.

Penelitian ini bertujuan untuk mencari alternatif terbaik mitigasi gas metan pada padi sawah. Ada tiga tahap analisis yang dilakukan. Pertama, studi pustaka guna mencari koefisien mitigasi gas methan dan produktivitas padi untuk tiga kategori perlakuan, pengelolaan air, seleksi varietas dan penggunaan hara. Kedua, menjalankan simulasi berdasarkan persamaan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) dan melakukan analisis usahatani metode R/C (Rasio antara  revenue dan cost). Ketiga, menyeleksi berbagai alternatif hasil simulasi menjadi empat alternatif.

Alternatif terbaik dari berbagai upaya mitigasi metan pada padi sawah:

Pertama, alternatif terbaik berdasarkan produktifitas tertinggi yaitu alternatif ke empat (irigasi teknis varietas IR-64, pupuk organik dan mineral) dengan nilai sebesar 5.70 ton/h. Hasil ini di capai karena semua kebutuhan padi terpenuhi optimal, air terpenuhi kontinu, varietas mempunyai produktifitas tinggi dengan lama musim tanam yang singkat serta paduan pupuk organik dan mineral. Pupuk organik dan mineral memenuhi kebutuhan akan unsur makro (N, P dan K) serta unsur mikro (Na, Mg, Cl, dan Fe) secara porposional dalam waktu singkat maupun panjang.

Pilihan pada alternatif pertama tersebut mengandung resiko faktor emisi metan yang besar (3.17 kg/ha/hari) diatas nilai acuan. Nilai faktor emisi metan yang besar didukung oleh 2 hal. Pertama irigasi teknis memberikan kondisi aneorob berkepanjangan sehingga aktivitas bakteri methanogen dalam bentuk metan semakin besar. Kedua perpaduan pupuk organik dan mineral menyebabkan tersedia bahan baku yakni karbon organik dari pupuk organik untuk menjadi metan, serta pupuk mineral menyebabkan makin baiknya pertumbuhan padidalam hal jumlah anakan, dan diameter jaringan aeranchyma. Jumlah anakan lebih banyak, diameter jaringan aeranchyma cenderung memperbesar fungsi cerobong padi mengemisi metan (Husin, 1994). Pendapat ini di buktikan oleh Handoko et al.,(1996) sekitar 50-60% emisi metan di Indonesia berasal dari sawah beririgasi teknis.

Di kaji dari sudut nilai R/C, alternatif pertama mempunyai nilai 2.17 di bawah nilai acuan. Nilai R/C rendah di sebabkan oleh biaya yang harus dikeluarkan untuk menggunakan pupuk mineral serta operational irigasi teknis.

Kedua, alternatif tebaik berdasarkan faktor emisi metan terrendah adalah alternatif ke-13 dan ke-21 (irigasi semi teknis atau sederhana, varietas Cisadane dengan perlakuan tanpa pupuk) sebesar 1.67 kg/ha/hari.

Tabel 1. Berbagai alternatif mitigasi emesi methan pada padi sawah

Alternatif Produktivitas Faktor Emisi

(CH4)

Analsisis Keterangan
(ton/ha) (kg/ha/hari) R/C
1 5.00 2.57 2.32 Irigasi teknis, IR-64, tanpa pupuk
2 5.57 2.73 2.13 Irigasi teknis, IR-64, pupuk mineral
3 5.27 3.03 2.40 Irigasi teknis, IR-64, pupuk organik
4 5.70 3.17 2.17 Irigasi teknis, IR-64, organik+mineral
5 4.90 2.30 2.29 Irigasi teknis, Cisadane, tanpa pupuk
6 5.47 2.47 2.10 Irigasi teknis, Cisadane, pupuk mineral
7 5.17 2.77 2.37 Irigasi teknis, Cisadane, pupuk organik
8 5.60 2.90 2.14 Irigasi teknis, Cisadane, organik+mineral
9 4.90 1.93 2.32 Irigasi semi teknis, IR-64, tanpa pupuk
10 5.47 2.10 2.12 Irigasi semi teknis, IR-64, pupuk mineral
11 5.17 2.40 2.39 Irigasi semi teknis, IR-64, pupuk organik
12 5.60 2.53 2.16 Irigasi semi teknis, IR-64, organik+mineral
13 4.80 1.67 2.28 Irigasi semi teknis, Cisadane, mineral
14 5.37 1.83 2.10 Irigasi semi teknis, Cisadane, pupuk mineral
15 5.07 2.13 2.36 Irigasi semi teknis, Cisadane, pupuk organik
16 5.50 2.27 2.13 Irigasi teknis, Cisadane, organik+mineral
17 4.83 1.93 2.33 Irigasi sederhana, IR-64, tanpa pupuk
18 5.40 2.10 2.13 Irigasi sederhana, IR-64, pupuk mineral
19 5.10 2.40 2.41 Irigasi sederhana, IR-64, pupuk organik
20 5.53 2.53 2.16 Irigasi sederhana, IR-64, organik+mineral
21 4.73 1.67 2.29 Irigasi sederhana, Cisadane, tanpa pupuk
22 5.30 1.83 2.10 Irigasi sederhana, Cisadane, pupuk mineral
23 5.00 2.13 2.37 Irigasi sederhana, Cisadane, pupuk organik
24 5.43 2.27 2.14 Irigasi sederhana, Cisadane, organik+mineral
MAX 5.70 3.17 2.41 Nilai tertinggi
MIN 4.73 1.67 2.12 Nilai terendah

Irigasi semi teknis dan sederhana mengemesikan methan lebih rendah dibandingkan irigasi teknis (Husein, 1994; Rusli, 1994 dan Handoko et al ., 1996). Hal ini terjadi karena kondisi irigasi semi teknis dan sederhana menciptakan suasana anaeorob yang bergantian dengan eorob saat irigasi dihentikan. Kondisi anaerob cenderung mempercepat laju emisi methan, sedangkan  kondisi eorob mencegah pembentuk pksidasi methan menjadi CO2 oleh bakteri methanothrop. Pilihan pada varietas cesadane menekan emisi methan lebih efektif karena jumlah anakan lebih sedikit. Alternatif ini tetap mengandung resiko yakni produktifitas terendah dan nilai R/C dibawah nilai acuan.

Ketiga, alternatif terbaik berdasarkan nilai R/C tertinggi yakni 2.41 adalah alternatif ke-19 (Irigasi sederhana, IR-64 dan pupuk organik). Analisis R/C mengandung rasio antara keluaran dan memasukkan, nilai memasukkan pada perlakuan pupuk organik adalah realtif rendah jika dibandingkan dengan pupuk mineral, didukung pula oleh perlakukan irigasi sederhana, biaya operasi relatif lebih murah.

Keempat, alternatif terbaik karena memenuhi persyaratan yang ditentukan yaitu, nilai produktivitas diatas 5.06 ton/ha, faktor emisi CH4 dibawah 2.43 kg/ha/hari dan nilai R/C diatas 2.39 adalah alternatif ke-19 (Irigasi sederhana, IR-64 dan pupuk organik), alternatif ini bisa diterapkan di Indonesia. Semua lahan berigirasi teknis, semi teknis dijadikan irigasi sederhana, dengan car mengatur pengairan dari kontinu menjadi berselang. Irigasi sederhana lebih efisien dalam konservasi air, biaya operasional dan inpestasi awal dibandingkan dengan irigasi teknis. Pilihan pada varietas IR-64 merupakan varietas berumur relatif singkat dengan produktivitas lebih tinggi dibandingkan cisadane. Penggunaan pupuk organik dapat memacu hasil walau tidak maksimal dibandingkan pupuk mineral, tetapi dapat menekan biaya operasional.

  • Uji Model Simulasi

Uji kelayakan untuk melihat logika setiap alternatif yang disimulasi adalah membandingkan nilai simulasi dengan hasil opserpasi atau hitungan (nilai acuan). Hasil uji dinilai layak bila hasil simulasi dari ketiga keluaran yang dikaji berkisar antara nilai acuan. Hasil uji disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Uji kelayakan model simulasi.

No Keluaran Nilai terendah Niali tertinggi Nilai acuan Keterangan
1 Rataan faktor emisi CH4 (Kg/ha/hari) 1.67 2.12 2.43 Hasil hitungan (Handoko at al., 1996)
2 Produktivitas (ton/ha) 4.73 5.70 5.06 Rataan pulau Jawa
3 Nilai R/C 2.12 2.41 2.39 (29% dari nilai R/C Indonesia 1994)

Dari tabel 2 terlihat bahwa hasil simulasi untuk semua konsumen keluaran yang dikaji berada diantara nilai acuan. Hal ini membuktikan kelayakan model simulasi.

Uji kepakan simulasi untuk melihat perlakuan yang paling berpengaruh tehadap kelauaran yang dikaji. Tiga perlakuan utama pengaturan air, seleksi varietan dan pengolahan hara bila dilihat nilai rata-ratanya terhadap salah satu komponen keluaran yaitu rataan faktor emisi methan disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Uji kepakaan model simulasi.

No Variabel yang diuji Kisaran rataan faktor emisi CH4 (Kg/ha/hari) Selisih Ranking
1 Pengaturan air 2.11-2.74 0.63 0.60
2 Seleksi varietas 2.19-2.45 0.26 3
3 Pengolahan hara 2.01-2.61 0.60 2

Dari tabel 3 dapat dilihat bahwa pengaturan air merupakan perlakuaan yang paling peka terhadap keluaran faktor emisi methan mulai dari 2.11 untuk rata-rata perlakuan irigasi sederhana dan semi teknis hingga 2.74 Kg/ha/hari untuk rata-rata perlakuan irigasi teknis. Disusul perlakuan pengolalaan hara yang mempunyai rata-rata 2.01 tanpa pupuk hingga 2.61 Kg/ha/hari untuk perlakuan pupuk organik dicampur mineral.

Uji kepekaan mineral memberi informasi bahwa pengaturan air merupakan perlakuan yang peeka dan bervariasi, sedikit perubahan perlakuan akan menghasilkan keluaran yang berbeda. Pendapat ini didukung oleh fakta hasil observasi Indonesia (Husein dan Rusli 1994, Makarine, 1996) dan penelitian luar Neue dan Roger (1993) yang menemukan bahwa teknik penggenangan sawah merupakan faktor utama pembentukan methan. Kondisi tergenang kontinu cenderung mengemisikan methan lebih besar. Sedangkan kondisi tergenang berselang pada irigasi sederhana mengemisikan methan lebih rendah. Hasil yang rendah disebabkan pada irigasi dihentikan kondisi sawah menjadi eorob yang menyebabkan pembentukan dan emisi methan menjadi terhambat.

Menurut Wassman et al., (2000), pengairan secara terus menerus dan pemberian pupuk anorganik memberikan nilai emisi yang bervariasi dari 15 sampai 200 kg CH4/ha/musim. Pada suhu rendah membatasi emisi CH4 di daerahiklim sedang dan subtropik seperti di Cina Utara dan India Utara. Perbedaan pada daerah beriklim sedang (sampai iklim tropika) mengindikasikan bahwa pentingnya karakteristik tanah dalam mempengaruhi potensi emisi CH4. Neue dan Roger (1994), menyatakan bahwa suhu dan pH tanah tidak membatasi proses metanogenesis tetapi mengontrol intensitasnya.Varietas padi yang digunakan dalam penelitian ini adalah pungur. Punggur merupakan varietas yang baik ditanam pada lahan potensial, gambut, dan sulfat masam (Suprihatno et al., 2007). Kondisi tanaman padi pada fase awal pertumbuhan terlihat sehat walaupun berada dalam boks penangkap gas. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.2.

Gambar 1.2

Sawah rawa pasang surut di Indonesia mulai memperoleh perhatian, kajian dan garapan secara serba cukup (comprehensive) sebagai suatu sumber daya pada tahun 1968. Kepedulian ini dibangkitkan oleh persoalan yang sangat mendesak akan pemenuhan kebutuhan beras yang terus meningkat. Gambar 1.3

Gambar 1.3

Usaha penyawahan lahan rawa pasang surut sebetulnya bukanlah hal baru. Orang-orang bugis sejak puluhan tahun sebelumnya telah menyawahkannya diberbagai tempat di pantai timur Sumatra dan di pantai selatan Kalimantan dengan beraneka tingkat keberhasilan. Dengan teknik tradisional sederhana, mereka dapat membuka persawahan, meskipun dengan hasil panen dan indeks pertanaman rendah menurut ukuran sekarang. Kandungan tanah yang biasanya terdapat pada lahan pasang surut adalah pirit. Pirit adalah Zat ini dibentuk pada waktu lahan digenangi oleh air laut yang masuk pada musim kemarau. Pada saat kondisi lahan basah atau tergenang, pirit tidak berbahaya bagi tanaman. Akan tetapi, bila terkena udara (teroksidasi), pirit berubah bentuk menjadi zat besi dan zat asam belerang yang dapat meracuni tanaman.

Jika Lahan rawa pasang surut dikembangkan secara optimal dengan meningkatkan fungsi dan manfaatnya maka bisa menjadi lahan yang potensial untuk dijadikan lahan pertanian di masa depan. Untuk mencapai tujuan pengembangan lahan pasang surut secara optimal, ada beberapa kendala. Kendala tersebut berupa faktor biofisik, hidrologi yang menyangkut tata air, agronomi, sosial dan ekonomi.

Kemudian tanah pasang surut biasanya dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan terutama untuk lahan persawahan. Luas lahan pasang surut yang dapat dimanfaatkan berfluktuasi antara musim kemarau dan penghujan. Pemanfaatan lahan pasang surut telah menjadi sumber mata pencaharian penting bagi masyarakat disekitarnya meskipun belum dapat menggunakannya sepanjang tahun. Rata – rata lahan pasang surut hanya dapat ditanami sekali dalam setahunnya selebihnya dibiarkan dalam keadaan bero karena tergenang air. Tergenangnya lahan pasang surut secara periodik ada kaitannya dengan kepentingan pembangkit tenaga listrik dan meluapnya air pada musim penghujan. ( Hanggari,2008).

Zona wilayah rawa pasang surut air asin/payau merupakan bagian dari wilayah rawa pasang surut terdepan, yang berhubungan langsung dengan laut lepas. Biasanya, wilayah rawa ini menempati bagian terdepan dan pinggiran pulau-pulau delta serta bagian tepi estuari, yang dipengaruhi langsung oleh pasang surut air laut/salin. Pada zona wilayah rawa, terdapat kenampakan-kenampakan (features) bentang alam (landscape) spesifik yang mempunyai bentuk dan sifat-sifat yang khas disebut landform. Sebagian besar wilayah zona I termasuk dalam landform marin. Pembagian lebih detail dari landform marin, disebut sub-landform, pada zona I rawa pasang surut air asin/payau dapat dilihat pada irisan vertikal tegak lurus pantai.

Bagian terdepan terdapat “dataran lumpur”, atau “mud-flats”, yang terbenam sewaktu pasang dan muncul sebagai daratan lumpur tanpa vegetasi sewaktu air surut. Di belakang dataran lumpur, pada pantai yang ombaknya kuat dan pantainya berpasir, dapat terbentuk bukit-bukit rendah (beting) pasir pantai. Tanah yang terbentuk di sini merupakan tanah berpasir. Di belakangnya terdapat danau-danau kecil dan sempit yang disebut laguna (lagoons), biasanya ditempati tanah-tanah basah bertekstur liat. Lebih ke dalam ke arah daratan, dijumpai rawa pasang surut bergaram (tidal salt marsh) yang sebagian masih selalu digenangi pasang dan ditumbuhi hutan bakau/ mangove. Sebagian lagi, di wilayah belakangnya terdapat bagian lahan yang kadang masih dipengaruhi air pasang melalui sungai-sungai kecil (creeks), namun juga sudah ada pengaruh air tawar (fresh-water) yang kuat dari wilayah hutan rawa dan gambut air tawar yang menempati depresi/cekungan lebih ke darat. Bagian lahan yang dipengaruhi air payau ini ditumbuhi banyak spesies, tetapi yang terutama adalah nipah (Nipa fruticans), panggang (Sonneratia acida), dan pedada (Araliceae).

Luas Lahan dan Penyebarannya Dengan menggunakan peta satuan lahan skala 1 : 250.000, Nugroho et al (1992) memperkirakan luas lahan rawa pasang surut di Indonesia, khususnya Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Irian Jaya mencapai 20,11 juta ha, yang terdiri dari 2,07 juta ha lahan potensial, 6,71 juta ha lahan sulfat masam, 10,89 juta ha lahan gambut dan 0,44 juta ha lahan salin. Sedangkan menurut wilayah dan statusnya, menunjukkan bahwa potensi lahan pasang surut terluas ada di Sumatera, Kalimantan dan Irian Jaya . Lahan tersebut tersebar terutama di pantai timur dan barat Sumatera, pantai selatan Kalimantan, pantai barat Sulawesi serta pantai utara dan selatan Irian Jaya sedangkan sebaran tipologi lahan berbeda menurut wilayah dalam arti bahwa tiap wilayah dapat mencakup beberapa tipologi lahan dan tipe luapan air.Dari luas lahan pasang surut tersebut, sekitar 9,53 juta hektar berpotensi untuk dijadikan lahan pertanian, sedangkan yang berpotensi untuk areal tanaman pangan sekitar 6 juta hektar. Areal yang sudah direklamasi sekitar 4,186 juta hektar, sehingga masih tersedia lahan sekitar 5,344 juta hektar yang dapat dikembangkan sebagai areal pertanian. Dari lahan yang direklamasi, seluas 3.005.194 ha dilakukan oleh penduduk lokal dan seluas 1.180.876 ha dilakukan oleh pemerintah yang utamanya untuk daerah transmigrasi dan perkebunan Pemanfaatan lahan yang direklamasi oleh pemerintah adalah 688.741 ha sebagai sawah dan 231.044 ha sebagai tegalan atau kebun, sedangkan 261.091 ha untuk keperluan lainnya.

Tipologi Lahan Pasang Surut berdasarkan tipologinya lahan pasang surut digolongkan ke dalam empat tipologi utama, yaitu:

  • Lahan Potensial

Lahan potensial adalah lahan yang paling kecil kendalanya dengan ciri lapisan pirit (2 %) berada pada kedalaman lebih dari 30 cm, tekstur tanahnya liat, kandungan N dan P tersedia rendah, kandungan pasir kurang dari 5 persen, kandungan debu 20 % dan derajat kemasaman 3,5 hingga 5,5 . (Manwan, I. dkk.1992). Lahan potensial yaitu lahan pasang surut yang tanahnya termasuk tanah sulfat masam potensial dengan lapisan pirit berkadar 2% terletak pada kedalaman lebih dari 50 cm dari permukaan tanah (Jumberi).

  • Lahan Sulfat Masam

Lahan sulfat masam adalah lahan yang lapisan piritnya berada pada kedalaman kurang dari 30 cm dan berdasarkan tingkat oksidadinya lahan sulfat masam ini dibagi lagi lahan sulfat masam potensial yaitu lahan sulfat masam yang belum mengalami oksidasi dan lahan sulfat masam aktual yaitu lahan sulfat masam yang telah mengalami oksidadi. (Manwan, I. dkk.1992).

Lahan sulfat masam ini dibedakan lagi menjadi : (a) lahan sulfat masam potensial, yaitu apabila lapisan piritnya belum teroksidasi dan (b) lahan sulfat masam aktual, yaitu apabila lapisan piritnya sudah teroksidasi yang dicirikan oleh adanya horizon sulfurik dan pH tanah < 3,5. (Jumberi,)

  • Lahan Gambut/bergambut

Lahan gambut/bergambut adalah lahan yang mempunyai lapisan gambut dan berdasarkan ketebalan gambutnya lahan ini dibagi ke dalam empat sub tipologi yaitu lahan bergambut, gambut dangkal, gambut dalam dan gambut sangat dalam, umumnya lahan gambut kahat beberapa unsur hara mikro yang ketersediaannya sangat penting untu pertumbuban dan pekermbangan tanaman(Manwan, I. dkk.1992).

Lahan gambut ini dibagi lagi menjadi : (a) lahan bergambut bila ketebalan lapisan gambut 20-50 cm, (b) gambut dangkal bila ketebalan lapisan gambut 50-100 cm, (c) gambut sedang bila ketebalan lapisan gambut 100-200 cm, (d) gambut dalam bila ketebalan lapisan gambut 200-300 cm dan (e) gambut sangat dalam bila ketebalan lapisan gambut > 300 cm. (Jumberi,)

  • Lahan Salin

Lahan salin adalah lahan pasang surut yang mendapat intrusi air laut, sehingga mempunyai daya hantar listrik 4 MS/cm, kandungan Na dalam larutan tanah 8 – 15 % (Manwan, I. dkk.1992).

Lahan salin adalah lahan pasang surut yang mendapat pengaruh atau intrusi air garam dengan kandungan Na dalam larutan tanah sebesar > 8% selama lebih dari 3 bulan dalam setahun, sedangkan lahannya dapat berupa lahan potensial, sulfat masam dan gambut. (Jumberi)

Berdasarkan pertimbangan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh dalam pemanfaatan dan pengelolaan lahan rawa adalah: (a) kedalaman lapisan mengandung pirit/bahan sulfidik, dan kondisinya masih tereduksi atau sudah mengalami proses oksidasi, (b) ketebalan dan tingkat dekomposisi gambut serta kandungan hara gambut, (c) pengaruh luapan pasang dari air salin/payau, (d) lama dan kedalaman genangan air banjir, dan (e) keadaan lapisan tanah bawah, atau substratum.

Penggolongan tipologi lahan pasng surut di atas sangat umum, sehingga menyulitkan transfer teknologi dalam satu tipologi lahan, oleh karena itu diusulkan penggelompokkan lahan yang lebih rinci dengan mempertimbangkan berbagai ciri dan karakteristik yang lebih spesifik.

Tipe Luapan air pasang surut berdasarkan tipe luapan air, tipe luapan lahan pasang surut: (1) Tipe luapan A bila lahan selalu terluapi air baik pada waktu pasang besar maupun pasang kecil dan Lahan bertipe luapan A selalu terluapi air pasang, baik pada musim hujan maupun musim kemarau. (2) Tipe luapan B bila lahannya hanya terluapi oleh air pasang besar. lahan bertipe luapan B hanya terluapi air pasang pada musim hujan saja. (3) Lahan tidak terluapi air pasang baik pasang besar maupun pasang kecil, tetapi permukaan air tanah kurang dari 30 cm dari permukaan tanah. Lahan bertipe luapan C tidak terluapi air pasang tetapi kedalaman muka air tanahnya kurang dari 50 cm. (4) Tipe luapan D bila lahannya tidak terluapi oleh air pasang baik pasang besar maupun pasang kecil, tetapi permukaan air tanahnya berada pada kedalaman lebih dari 30 cm dari permukaan tanah.

Tipologi lahan dan tipe luapan air merupakan acuan yang seharusnya dipatuhi dalam penerapan paket teknologi agar usahatani yang dikelola dapat memberikan hasil yang optimal. Paket teknologi usahatani itu sendiri pada garis besarnya berisi: (1) Teknik pengelolaan lahan dan air yang memuat pengaturan pemasukan dan pengeluaran air baik pada tingkat makro maupun tingkat mikro, penataan dan pengeolahan lahan; (2) Teknik budidaya yang memuat teknik budidaya tanaman, ikan dan ternak, di dalamnya meliputi vareitas/jenis yang cocok, pupuk dan pemupukkan, pencegahan dan pengendalian organisme penganggu tanaman (OPT), dan; (3) Teknik reklamsi lahan. Pengelolaan lahan dan air merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan pengelolaan usahatani di lahan pasang surut dalam kaitannya dengan optimalisasi pemanfaatan dan pelestarian sumberdaya lahannya (Alihamsyah, 2003).

Dalam keadaan alaminya lahan rawa pasang surut letaknya terpencil dan tidak ada penduduk yang menggarapnya. Pembukaan lahan rawa pasang surut dilakukan oleh Pemerintah terutama disepanjang pesisir timur pulau Sumatra dan di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Barat serta di bagian selatan Irian Jaya (sekarang Papua),  Potensi sumberdaya lahan rawa di 3 pulau utama , dalam 1.000 ha. (Kimpraswil, 2010). Lihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Pembagian potensi sumberdaya lahan rawa di Indonesia.

Sumatra Kalimantan Papua Total
Not cultivated 1,380 1,392 2,808 5,599
Cultivated 2,062 1,460 6 3,600

 

Profil melintang didaerah pasang surut

Kandungan Tanah Lahan Pasang Surut. Sifat tanah dan air pada lahan pasang surut ini adalah

  1. Tanah Sulfat Masam Dengan Senyawa Pirit

Pirit adalah zat yang hanya ditemukan di tanah di daerah pasang surut saja. Zat ini dibentuk pada waktu lahan digenangi oleh air laut yang masuk pada musim kemarau. pirit dapat berubah bentuk menjadi zat besi dan zat asam belerang yang dapat meracuni tanaman. Ciri tanah yang telah teracuni pirit adalah: Tampak gejala keracunan besi pada tanaman, Ada lapisan seperti minyak di permukaan air, Ada lapisan merah di pinggiran saluran, Tanaman mudah terserang penyakit, Hasil panen rendah, Tanah berbau busuk (seperti telur yang busuk), maka zat asam belerangnya banyak. Air di tanah tersebut harus dibuang dengan membuat saluran cacing dan diganti dengan air baru dari air hujan atau saluran, Bongkah tanah berbecak kuning jerami ditanggul saluran atau jalan, menunjukkan adanya pirit yang berubah warna menjadi kuning setelah terkena udara.

  1. Tanah gambut
  2. Air  pasang besar dan kecil
  3. Kedalaman air tanah
  4. Kemasaman air yang menggenangi lahan.

Lahan pasang surut dibagi menjadi beberapa golongan menurut tipe luapan air pasang, yaitu: A: Lahan terluapi oleh pasang besar (pada waktu bulan purnama maupun bulan mati), maupun oleh pasang kecil (pada waktu bulan separuh). B: Lahan terluapi oleh pasang besar saja. C: Lahan tidak terluapi oleh air pasang besar maupun pasang kecil, namun permukaan air tanahnya cukup dangkal, yaitu kurang dari 50 cm. D: Lahan tidak terluapi oleh air pasang besar maupun pasang kecil, namun permukaan air tanahnya dalam, lebih dari 50 cm.

BABA V

PENUTUP

Dari hasil simulasi didapatkan empat alternatif upaya mitigasi gas methan dari padi sawah: pertama, alternatif terbaik berdasarkan produktivitas padi tertinggi yakni, alternatif keempat (Irigasi teknis, varietas IR-64, pupuk organik dan mineral), dengan nilai produktivitas sebesar 5.70 ton/ha. Kedua, alternatif terbaik berdasarkan faktor emisi methan terendah yakni, alternatif ke-13 dan ke-21 (Irigasi semi teknis atau Irigasi sederhana, varietas cisadane dan tanpa pupuk), dengan nilai faktor emisi sebesar 1.67 Kg/ha/hari. Ketiga, alternatif terbaik berdasarkan nilai R/C tertinggi yaitu alternatif ke-19 (Irigasi sederhana, varietas IR-64 dan pupuk organik), dengan nilai produktivitas, faktor emisi methan dan R/C masing-masing sebesar 5.10 ton/ha, 2.40 Kg/ha/hari dan 2.41.

Hasil uji kelayakan menunjukkan bahwa model simulasi terbukti layak. Sedangkan hasil dari uji kepekaan diketahui bahwa pengaturan irigasi merupakan perlakuan yang paling berpengaruh terhadap faktor emisi methan.

Pilihan pada alternatif terbaik dari sudut finansial dan ekologis dipandang lebih bijak karena selain menguntungkan juga relatif lebih ramah lingkungan. Namun dalam penerapan masih diperlukan uji lapangan.

Kelebihan dan Kekurangan dari lahan pasang surut. Pencucian unsur hara dan kegiatan pemupukan yang menyebabkan eutrofikasi. Akibat pemupukan 300 Sittadewi, E. H. 2008 anorganik, menimbulkan adanya kekhawatiran bahwa pada saat air pasang, unsur – unsur terlarut masuk dalam lingkungan perairan. Hal ini dapat menimbulkan suburnya berbagai species tumbuhan aquatik maupun semi aquatik seperti eceng gondok, jenis rumput dll. Hal inilah yang dapat menyebabkan eutrofikasi. Peningkatan kadar keasaman lahan karena pelapukan bahan organik dan kelarutan zat tertentu serta pencucian zat kimia dan penyemprotan pestisida, herbisida, zat pengatur tumbuh yang dipergunakan oleh petani. Jika residu atau senyawa yang ikut terlarut dalam air irigasi dan masuk dalam lingkungan perairan rawa akan mempengaruhi kualitas air rawa dan kehidupan di dalamnya termasuk populasi ikan. Penggarapan lahan pasang surut menjadikan lahan subur bagi berbagai jenis tumbuhan liar, selain tanaman budidaya. Jika lahan tersebut kemudian dibiarkan menjadi bero, dengan cepat akan tumbuh berbagai jenis tumbuhan liar. Hadirnya species tumbuhan terjadi secara bergantian melalui proses adaptasi dan suksesi, dapat merubah lahan secara perlahan. Pengolahan lahan, pada dasarnya menyebabkan partikel tanah lepas sehingga rawan terhadap erosi. Bila hal ini terjadi, erosi tersebut akan mempercepat proses penambahan sedimen ke dasar perairan rawa.( Hanggari,2008)

  1. Kelebihan dari tanah pasang surut: Memanfaatkan lahan yang dulunya diperkirakan lahan itu tidak dapat di gunakan oleh lahan pertanian. Memaksimalkan lahan yang terdapat disuatu daerah. Mungurangi tingkat penggangguran di daerah yang memiliki lahan pasang surut
  2. kekurangan tanah pasang surut: Adanya perluasan wilayah pasang surut yang disebabkan karena pendangkalan di tepian rawa, sehingga wilayah rawa menyempit. Hal ini dapat dipercepat dengan kebiasaan membuang limbah sisa panen (jerami) ke dalam rawa.

DAFTAR PUSTAKA

http://scholar.google.com/scholar?hl=en&q=PROSES+PEMBENTUKAN+GAS+METHANOGENESIS+DI+LAHAN+SAWAH+PASANG+SURUT&btnG

Biro Pusat Statitiska. 1996. Statistical year book of indonesian from the year 1989-1995. Jakarta.

Boone, D. R. 1993. Biological formation and consumption of methane. In M.A.K. Khalil (ed.) Atmosphirec methane; source, sink and role global change. 102-127 pp.NATO ASI Series I: Global Env. Change. Vol.13. Springer-verlag. Berlin.

Bouwman, A. F. 1982. Exchange of greenhouse gases between terrestrial ecosystem and the atmosphire. In. A. F. Bouwman (ed.) Soil and greenhouse efect. 61-97 pp. Jhon Willey & Sons Ltd. Chichester.

Bouwman, A. F. 1991. Agronomic aspect opf weatland rice cultivation and assosiated methane emission. Biogeochemistry. 15 (2): 65-88.

Crutzen, P. J.  1991. Methane’s sink and source nature.350 : 380-381.

Direktorat Bina Usaha Tani dan Pengolahan Hasil. 995.Analisa usaha Tani Padi Palawija T. A. 1993/1994. Laporan Survey. Subdit Sumber Daya. Jakarta.

http://rajinpangkalsukses.wordpress.com/2010/02/14/gas-rumah-kaca/

MAKALAH GEOGRAFI TANAH DAN LINGKUNGAN JUDUL TEKSTUR TANAH

BAB I

PENDAHULUAN

  1. LATAR BELAKANG

Tanah adalah kumpulan tubuh alam yang menduduki sebagian besar daratan planet bumi, yang mampu menumbuhkan tanaman dan sebagai tempat mahluk hidup lainnya dalam melangsungkan kehidupannya. Tanah mempunyai sifat yang mudah dipengaruhi oleh iklim, serta jasad hidup yang bertindak terhadap bahan induk dalam jangka waktu tertentu.

Seorang Pedolog, melihat tanah sebagai lapisan kulit bumi yang lunak dan gembur yang berasal dari batuan induk. Tanah mempunyai lapisan-lapisan yang berbeda warna sampai ke dalam terdapat bagian keras yang sulit ditembus disebut batuan induk. Tanah mempunyai beberapa sifat yang menentukan kualitas tanah seperti sifat biologi, sifat fisik dan sifat kimia. Tanah bagian paling atas sering disebutTop Soil, selanjutnya ada lapisan-lapisan dibawahnya sehingga terbentuk profil tanah.

Pengertian tentang tekstur tanah adalah banyaknya setiap bagian tanah menurut ukuran partikel-partikelnya ditentukan oleh besarnya butiran tanah. Sehingga pengertian dan definisinya adalah perbandingan antara banyaknya liat, lempung dan pasir yang terkandung dalam tanah.

Badan Pertanahan Nasional mendefinisikan bahwa tekstur tanah adalah keadaan tingkat kehalusan tanah yang terjadi karena terdapatnya perbedaan komposisi kandungan fraksi pasir, debu dan liat yang terkandung pada tanah. Dari ketiga jenis fraksi tersebut partikel pasir mempunyai ukuran diameter paling besar yaitu 2 – 0.05 mm, debu dengan ukuran 0.05 – 0.002 mm dan liat dengan ukuran < 0.002 mm.

Maka dapat terjadi bahwa pada suatu tanah, butiran pasir merupakan penyusun yang dominan, pada kasus lain liat merupakan penyusun tanah yang terbesar. Sebaliknya pada tempat lain, kandungan pasir, liat dan lempung terdapat sama banyaknya. Tekstur tanah merupakan dasar dari kebanyakan sifat-sifat tanah. Susunan menurut besarnya butir-butir suatu jenis tanah biasanya dilihat pada grafik segitiga. Menurut besarnya tersusun dari butir-butir pasir 60%, lempung 15% dan liat 25%.

  1. RUMUSAN MASALAH
  2. Apa pengertian tanah ?
  3. Apa pengertian tekstur tanah?
  4. Apa jenis-jenis tekstur tanah?
  5. Bagaimana cara penetapan tekstur tanah ?
  1. TUJUAN

Tujuan pembuatan makalah ini adalah antara lain sebagai berikut :

  1. Agar dapat mengetahui definisi tanah.
  2. Agar dapat mengetahui definisi tekstur tanah.
  3. Agar dapat mengidentifikasi jenis-jenis tekstur tanah.
  4. Agar dapat mengidentifikasi dan mengkaji cara penetapan tekstur tanah.

BAB II

DASAR TEORI

  1. PENGERTIAN TANAH MENURUT PARA AHLI

Adapun definisi tanah menurut para ahli antara lain sebagi berikut :

Menurut Ensiklopedi Indonesia Tanah adalah campuran bagian – bagian batuan dengan material serta bahan organik yang merupakan sisa kehidupan yang timbul pada permukaan bumi akibat erosi dan pelapukan karena proses waktu.

Menurut Pendekatan Ahli Geologi Ahli geologi akhir abad XIX mendefinisikan tanah sebagai lapisan permukaan bumi yang berasal dari bebatuan yang telah mengalami serangkaian pelapukan oleh gaya-gaya alam, sehingga membentuk regolit yaitu lapisan partikel halus.

Menurut Darmawijaya (1990) Tanah sebagai akumulasi tubuh alam bebas, menduduki sebagain besar permukaan palnet bumi, yang mampu menumbuhkan tanaman, dan memiliki sifat sebagai akibat pengaruh iklim dan jasad hidup yang bertindak terhadap bahan induk dalam keadaan relief tertentu selama jangka waktu tertentu pula.

Menurut Soil Survey Staff  (1999) Tanah merupakan suatu benda alam yang tersusun dari padatan (bahan mineral dan bahan organik), cairan dan gas, yang menempati permukaan daratan, menempati ruang, dan dicirikan oleh salah satu atau kedua berikut: horison-horison, atau lapisan-lapisan, yang dapat dibedakan dari bahan asalnya sebagai hasil dari suatu proses penambahan, kehilangan, pemindahan dan transformasi energi dan materi, atau berkemampuan mendukung tanaman berakar di dalam suatu lingkungan alam.

Menurut Schoeder (1972) Tanah sebagai suatu sistem tiga fase yang mengandung air, udara dan bahan-bahan mineral dan organik serta jasad-jasad hidup, yang karena pengaruh berbagai faktor lingkungan pada permukaan bumi dan kurun waktu, membentuk berbagai hasil perubahan yang memiliki ciri-ciri morfologi yang khas, sehingga berperan sebagai tempat tumbuh bermacam-macam tanaman.

Menurut Jooffe dan Marbut (1949), dua orang ahli Ilmu Tanah dari Amerika Serikat Tanah adalah tubuh alam yang terbentuk dan berkembang sebagai akibat bekerjanya gaya-gaya alam terhadap bahan-bahan alam dipermukaan bumi. Tubuh alam ini dapat berdiferensiasi membentuk horizon-horizon mieneral maupun organik yang kedalamannya beragam dan berbeda-beda sifat-sifatnya dengan bahan induk yang terletak dibawahnya dalam hal morfologi, komposisi kimia, sifat-sifat fisik maupun kehidupan biologinya.

  1. PENGERTIAN TEKSTUR TANAH MENURUT PARA AHLI

Tekstur merupakan sifat kasar-halusnya tanah dalam percobaan yang ditentukan oleh perbandingan banyaknya zarah-zarah tunggal tanah dari berbagai kelompok ukuran, terutama perbandingan antara fraksi-fraksi lempung, debu, dan pasir berukuran 2 mm ke bawah (Notohadiprawito, 1978).

Tekstur tanah menunjukkan perbandingan kasar-halusnya suatu tanah, yaitu perbandingan pasir, liat, debu serta pertikel-partikel yang ukurannya lebih kecil daripada kerikil. Partikel-partikel tersebut dapat berupa bahan-bahan induk yang belum terurai sempurna (Tan, 1991).

  1. IDENTIFIKASI JENIS-JENIS TEKSTUR TANAH

Tekstur merupakan sifat yang sangat penting karna berpengaruh pada sifat–sifat kimia, fisik dan biologi tanah. Tanah secara garis besar dapat dibagi menjadi 2 kelas yaitu tanah bertekstur kasar dan tanah bertekstur halus.

Tanah bertekstur halus (dominant liat) memiliki permukaan yang lebih halus dibanding dengan tanah bertekstur kasar (dominan pasir). Sehingga tanah-tanah yang bertekstur halus memiliki kapasitas adsorpsi unsur-unsur hara yang lebih besar. Dan umumnya lebih subur dibandingkan dengan tanah bertekstur kasar. Karna banyak mengandung unsure hara dan bahan organik yang dibutuhkan oleh tanaman. Tanah bertekstur kasar lebih porus dan laju infiltrasinya lebih cepat. Walaupun demikian tanah bertekstur halus memiliki kapasitas memegang air lebih besar dari pada tanah pasir karna memiliki permukaan yang lebih luas. Tanah-tanah berliat memiliki persentase porus yang lebih banyak yang berfungsi dalam retensi air (water retension). Tanah-tanah bertekstur kasar memiliki makro porus yang lebih banyak, yang berfungsi dalam pergerakan udara dan air.

  1. IDENTIFIKASI DAN PENGKAJIAN CARA PENETAPAN TEKSTUR TANAH

Penentuan tekstur tanah dapat ditentukan dengan metode analisis kualitatif, dengan merasakan tanah langsung dengan menggunakan jari tangan sehingga dapat diketahui tingkat kehalusan dan kekasarannya. Hal ini disebabkan karena penentuan tekstur tanah merupakan perbandingan fraksi tanah yang meliputi kandungan liat, debu, dan pasir dalam suatu massa tanah yang memiliki bentuk partikel yang berbeda-beda. Bila terasa halus maka tanah memiliki kandungan liat yang dominan dan bila kasar maka kandungan pasirnya dominan.

Penetapan tekstur tanah secara garis besar dapat dibagi dua, yaitu:

  1. Penetapan kasar yaitu menurut perasaan di lapang.
  2. Penetapan di laboratorium.

BAB III

PEMBAHASAN

  1. PENGERTIAN TANAH

Definisi dan pengertian dari Tanah adalah kumpulan tubuh alam yang menduduki sebagian besar daratan planet bumi, yang mampu menumbuhkan tanaman dan sebagai tempat mahluk hidup lainnya dalam melangsungkan kehidupannya. Tanah mempunyai sifat yang mudah dipengaruhi oleh iklim, serta jasad hidup yang bertindak terhadap bahan induk dalam jangka waktu tertentu.

Menurut Ensiklopedi Indonesia Tanah adalah campuran bagian – bagian batuan dengan material serta bahan organik yang merupakan sisa kehidupan yang timbul pada permukaan bumi akibat erosi dan pelapukan karena proses waktu. Menurut Pendekatan Ahli Geologi Ahli geologi akhir abad XIX mendefinisikan tanah sebagai lapisan permukaan bumi yang berasal dari bebatuan yang telah mengalami serangkaian pelapukan oleh gaya-gaya alam, sehingga membentuk regolit yaitu lapisan partikel halus. Menurut Hanafiah, tanah adalah lapisan permukaan bumi yang secara fisik berfungsi sebagai tempat tumbuh dan berkembangnya perakaran penopang tumbuh tegaknya tanaman dan menyuplai kebutuhan air dan udara; secara kimiawi berfungsi sebagai gudang hara dan sumber penyuplai hara atau nutrisi (meliputi: senyawa organik dan anorganik sederhana dan unsur-unsur essensial seperti N, P, K, Ca, Mg, S, Cu, Zn, Fe, Mn, B, dan Cl); dan secara biologi berfungsi sebagai habitat biota (organisme) yang berpartisipasi aktif dalam penyediaan hara tersebut dan zat-zat aditif (pemacu tumbuh, proteksi) bagi tanaman, yang ketiganya secara integral mampu menunjang produktivitas tanah untuk menghasilkan biomass dan produksi baik tanaman pangan, tanaman obat-obatan, industri perkebunan, maupun kehutanan.

Menurut Darmawijaya (1990) Tanah sebagai akumulasi tubuh alam bebas, menduduki sebagain besar permukaan palnet bumi, yang mampu menumbuhkan tanaman, dan memiliki sifat sebagai akibat pengaruh iklim dan jasad hidup yang bertindak terhadap bahan induk dalam keadaan relief tertentu selama jangka waktu tertentu pula. Menurut Soil Survey Staff  (1999) Tanah merupakan suatu benda alam yang tersusun dari padatan (bahan mineral dan bahan organik), cairan dan gas, yang menempati permukaan daratan, menempati ruang, dan dicirikan oleh salah satu atau kedua berikut: horison-horison, atau lapisan-lapisan, yang dapat dibedakan dari bahan asalnya sebagai hasil dari suatu proses penambahan, kehilangan, pemindahan dan transformasi energi dan materi, atau berkemampuan mendukung tanaman berakar di dalam suatu lingkungan alam. Menurut Schoeder (1972), tanah sebagai suatu sistem tiga fase yang mengandung air, udara dan bahan-bahan mineral dan organik serta jasad-jasad hidup, yang karena pengaruh berbagai faktor lingkungan pada permukaan bumi dan kurun waktu, membentuk berbagai hasil perubahan yang memiliki ciri-ciri morfologi yang khas, sehingga berperan sebagai tempat tumbuh bermacam-macam tanaman.

Menurut Jooffe dan Marbut (1949), dua orang ahli Ilmu Tanah dari Amerika Serikat Tanah adalah tubuh alam yang terbentuk dan berkembang sebagai akibat bekerjanya gaya-gaya alam terhadap bahan-bahan alam dipermukaan bumi. Tubuh alam ini dapat berdiferensiasi membentuk horizon-horizon mieneral maupun organik yang kedalamannya beragam dan berbeda-beda sifat-sifatnya dengan bahan induk yang terletak dibawahnya dalam hal morfologi, komposisi kimia, sifat-sifat fisik maupun kehidupan biologinya. Tanah adalah tubuh alamiah yang terdiri dari lapisan (horison tanah) dari unsur mineral ketebalan variabel, yang berbeda dari bahan induk dalam morfologi, fisik, kimia, dan karakteristik mineralogi.

Tanah terdiri dari partikel pecahan batuan yang telah diubah oleh proses kimia dan lingkungan yang meliputi pelapukan dan erosi. Tanah berbeda dari batuan induknya karena interaksi antara, hidrosfer atmosfer litosfer, dan biosfer. Ini adalah campuran dari konstituen mineral dan organik yang dalam keadaan padat, gas dan air. Partikel tanah pak longgar, membentuk struktur tanah yang penuh dengan ruang pori. Pori-pori mengandung larutan tanah (cair) dan udara (gas). Oleh karena itu, tanah sering diperlakukan sebagai sistem negara tiga. Tanah Kebanyakan memiliki kepadatan antara 1 dan 2 g / cm ³.

  1. PENGERTIAN TEKTUR TANAH

Pengertian tentang tekstur tanah adalah banyaknya setiap bagian tanah menurut ukuran partikel-partikelnya ditentukan oleh besarnya butiran tanah. Sehingga pengertian dan definisinya adalah perbandingan antara banyaknya liat, lempung dan pasir yang terkandung dalam tanah.

Badan Pertanahan Nasional mendefinisikan bahwa tekstur tanah adalah keadaan tingkat kehalusan tanah yang terjadi karena terdapatnya perbedaan komposisi kandungan fraksi pasir, debu dan liat yang terkandung pada tanah. Dari ketiga jenis fraksi tersebut partikel pasir mempunyai ukuran diameter paling besar yaitu 2 – 0.05 mm, debu dengan ukuran 0.05 – 0.002 mm dan liat dengan ukuran < 0.002 mm.

Maka dapat terjadi bahwa pada suatu tanah, butiran pasir merupakan penyusun yang dominan, pada kasus lain liat merupakan penyusun tanah yang terbesar. Sebaliknya pada tempat lain, kandungan pasir, liat dan lempung terdapat sama banyaknya.

Perbandingan tersebut akan mudah terlihat pada grafik segitiga.

GAMBAR 1. GRAFIK SEGITIGA PERBANDINGAN

Setiap kaki segitiga menggambarkan suatu fraksi ukuran butir-butir tanah :

  • Pasir berukuran 2 mm – 20 mµ
  • Lempung berukuran 20 mµ – 2 mµ
  • Liat kurang dari 2 mµ.

Sesuai dengan klasifikasi USDA (The United States Department of Agriculture) butiran atau partikel tanah dikelompokan dalam :

  • Sand : > 0.05 mm
  • Silt : 0.002 – 0.05 mm
  • Clay: < 0.002 mm

Tabel butiran atau partikel tanah.

Name of soil separate Diameter limits (mm) (USDAclassification)
Clay less than 0.002
Silt 0.002–0.05
Very fine sand 0.05–0.10
Fine sand 0.10–0.25
Medium sand 0.25–0.50
Coarse sand 0.50–1.00
Very coarse sand 1.00–2.00

TABEL 1. TABEL TENTANG BUTIRAN ATAU PARTIKEL

Menurut tempatnya dalam segitiga ini dapat dibaca teksturnya. Maka tekstur berarti perbandingan antara banyaknya liat, lempung dan pasir, yang dalam garis besarnya lebih dari :

  • 30% liat adalah tanah liat
  • 35% lempung adalah tanah lempung
  • 60% pasir adalah tanah pasir.

Dari ketiga bagian liat, lempung dan pasir jika hanya satu bagian saja belum dapat mencerminkan jenis tanah. Lazimnya disebut dua bagian tanah yang terpenting. misalnya : tekstur liat berpasir, pasir berlempung dan seterusnya. dimana bagian yang terbanyak disebut lebih dahulu.

Pada segitiga tidak menyebutkan kandungan pasir dan bahan organik, walaupun kapur dan bahan organik sangat ikut menentukan sifat-sifat tanah. Jika kandungan ini besar maka perlu disebut juga, misalnya tanah mengandung 20% liat dan 10-30% kapur; selanjutnya disebut tanah liat berkapur.

Bila setiap bagian merupakan perbandingan yang merata, disebut tanah yang baik. Umpamanya saja mengandung 50-70% pasir (halus dan kasar), 10-15% lempung, 5-10% liat, 1-5% kapur, 3-5% bahan organik.

Tekstur tanah merupakan dasar dari kebanyakan sifat-sifat tanah. Susunan menurut besarnya butir-butir suatu jenis tanah biasanya dilihat pada grafik segitiga. Menurut besarnya tersusun dari butir-butir pasir 60%, lempung 15% dan liat 25%.

Perlu diketahui : bahwa ada perbedaan penyebutan nama dan istilah dari partikel tekstur tanah dalam bahasa Indonesia. Misalnya Istilah untuk “Loam” artinya Geluh dipergunakan oleh UGM dan Lempung dipergunakan oleh IPB, sedangkan untuk istilah “Clay” artinya Lempung dipergunakan UGM dan Liat dipergunakan oleh IPB.

Tekstur tanah merupakan satu sifat fisik tanah yang secara praktis dapat dipakai sebagai alat evaluasi atau jugging (pertimbangan) dalam suatu potensi penggunaan tanah. Tekstur tanah menunjukkan perbandingan relatif antara Pasir (sand) berukuran 2 mm – 50 mikron, debu (silt) berukuran 50 – 2 mikron dan liat (clay) berukuran < 2 mikron. Klasifikasi tekstur ini berdasarkan jumlah partikel yang berukuran < 2 mm. Jika dijumpai partikel yang > 2 mm dengan jumlah yang nyata, maka penambahan / penyisipan kata – kata berkerikil atau berbatu ditambahkan pada nama kelas tekstur tadi. Sebagai contoh lempung berbatu. Untuk keperluan pemilihan ada 12 kelas tekstur tanah. Dan pembagian itu kemudian disederhanakan menjadi 7 kelas yang terdiri dari pasir, lempung kasar, lempung halus, debu kasar, debu halus, liat debu dan liat sangat halus.

  1. IDENTIFIKASI JENIS-JENIS TEKSTUR TANAH

Tekstur merupakan sifat yang sangat penting karna berpengaruh pada sifat–sifat kimia, fisik dan biologi tanah. Tanah secara garis besar dapat dibagi menjadi 2 kelas yaitu tanah bertekstur kasar dan tanah bertekstur halus.

Tanah bertekstur halus (dominant liat) memiliki permukaan yang lebih halus dibanding dengan tanah bertekstur kasar (dominan pasir). Sehingga tanah–tanah yang bertekstur halus memiliki kapasitas adsorpsi unsur–unsur hara yang lebih besar. Dan umumnya lebih subur dibandingkan dengan tanah bertekstur kasar. Karna banyak mengandung unsure hara dan bahan organik yang dibutuhkan oleh tanaman. Tanah bertekstur kasar lebih porus dan laju infiltrasinya lebih cepat. Walaupun demikian tanah bertekstur halus memiliki kapasitas memegang air lebih besar dari pada tanah pasir karna memiliki permukaan yang lebih luas. Tanah–tanah berliat memiliki persentase porus yang lebih banyak yang berfungsi dalam retensi air (water retension). Tanah-tanah bertekstur kasar memiliki makro porus yang lebih banyak, yang berfungsi dalam pergerakan udara dan air.

Adapun beberapa gambar mengenai identifikasi jenis-jenis tekstur tanah, antara lain sebagai berikut :

GAMBAR 2. TANAH LEMPUNG BERDEBU

GAMBAR 3. LEMPUNG LIAT BERPASIR

Tekstur tanah adalah perbandingan relatif persen fraksi-fraksi penyusun tanah (fraksi pasir, debu dan lempung), dan dapat menunjukkan kasar halusnya suatu tanah menurut perabaan.

Fraksi tanah adalah sekelompok butir-butir tanah yang mempunyai kisaran tanah yang sama, yang digolongkan menjadi 3 yaitu fraksi pasir debu dan lempung dan klasifikasi sebagai berikut : 1. Pasir (sand) : 2-0,05mm, 2. Debu () : 0,05 mm-0,002 mm, dan 3. Lempung (clay) : < 0,002 mm.

Adapun kllasifikasi tekstur tanah menurut USDA antara lain sebagai berikut :

  1. Klasifikasi Dasar Tekstur
  2. Kasar : Pasir & pasir bergeluh, Pasir, Pasir bergeluh, Pasir & pasir bergeluh, Geluh berpasir, dan Geluh berpsir halus.
  3. Sedang : Geluh, Geluh berpasir sangat halus, Geluh, Geluh berdebu, dan
  4. Agak berat : Geluh lempung berpasir, Geluh berlempung, dan Geluh lempung berdebu.
  5. Halus : Lempung, Lempung berpasir, Lempung berdebu dan Lempung.

Adapun ciri-ciri dari masing-masing tekstur :

Tekstur Pasir: Kadar pasir ³ 70%, Bersifat lepas-lepas, Tidak liat dan tidak lekat, Terasa kasar kalau dipilin dan tidak meninggalkan selaput, Aerasi dan drainase baik, Kemampuan menyerap air dan ion rendah, dan Ringan bila diolah.

Tekstur geluh/sedang, Mengandung ke 3 fraksi secara se-imbang sehingga sifat-sifatnya terletak diantara 2 tekstur yang ekstrem, Tanah ini yang paling disukai oleh tanaman, dan Pori makro dan mikro seimbang.

Tanah lempung, Mengandung lempung ³ 35 %, Berat bila diolah, Sangat liat dan lekat, Aerasi dan drainase buruk, dan Kemampuan mengikat ion dan menyerap air tinggi.

  1. IDENTIKASI DAN PENGKAJIAN CARA PENETAPAN TEKSTUR TANAH

Penentuan tekstur tanah dapat ditentukan dengan metode analisis kualitatif, dengan merasakan tanah langsung dengan menggunakan jari tangan sehingga dapat diketahui tingkat kehalusan dan kekasarannya. Hal ini disebabkan karena penentuan tekstur tanah merupakan perbandingan fraksi tanah yang meliputi kandungan liat, debu, dan pasir dalam suatu massa tanah yang memiliki bentuk partikel yang berbeda-beda. Bila terasa halus maka tanah memiliki kandungan liat yang dominan dan bila kasar maka kandungan pasirnya dominan.

Dari hasil penelitian Laboratorium Tanah Umum, Jurusan Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada. Pada praktikum ini digunakan lima jenis sampel tanah yang akan diuji dengan menggunakan metode analisis kualitatif. Tanah-tanah tersebut adalah entisol, vertisol, alfisol, ultisol, dan rendzina. Metode analisis kualitatif silakukan untuk menentukan jenis sampel-sampel tanah tersebut termasuk kategori tanah lempung, pasir, liat. Metode ini dilakukan dengan pemberian air pada masing-masing jenis tanah dan dilakukan secara manual, lalu dibemtuk atau dirasakan tingkat kekasaran dari sampel-sampel tanah tersebut. Tujuan dari perlakuan ini untuk mengetahui unsur dominan penyusun tanah. Diperoleh hasil pengamatan berupa bahan tanah entisol bertekstur kasar berupa pasir lempung debuan dan rendzina bertekstur lempung debuan.

Dari hasil pengamatan didapatkan hasil dalam tabel sebagai berikut :

Kelompok Nama Tanah Tekstur
I Entisol Pasir Geluhan
II Vertisol Lempung debuan
III Alfisol Lempung pasiran
IV Ultisol Lempung debuan
V Rendzina Lempung debuan

TABEL 2. TENTANG HASIL PENGAMATAN

Secara umum penetapan tekstur tanah antara lain sebagai beriut :

  1. Penentuan  tekstur tanah dapat menggunakan metode analisis kualitatif.
  2. Tanah entisol dapat digolongkan ke pasir geluhan.
  3. Tanah alfisol digolongkan tanah bertekstur lempung pasiran.
  4. Tanah vertisol, ultisol, dan rendzina termasuk tanah lempung debuan.
  5. Tekstur tanah mempengaruhi sifat fisika tanah.

Penetapan tekstur tanah secara garis besar dapat dibagi dua, yaitu: Penetapan kasar yaitu menurut perasaan di lapang, dan Penetapan di laboratorium.

BAB IV

PENUTUP

Menurut Ensiklopedi Indonesia Tanah adalah campuran bagian-bagian batuan dengan material serta bahan organik yang merupakan sisa kehidupan yang timbul pada permukaan bumi akibat erosi dan pelapukan karena proses waktu. Menurut Pendekatan Ahli Geologi Ahli geologi akhir abad XIX mendefinisikan tanah sebagai lapisan permukaan bumi yang berasal dari bebatuan yang telah mengalami serangkaian pelapukan oleh gaya-gaya alam, sehingga membentuk regolit yaitu lapisan partikel halus. Menurut Hanafiah, Tanah adalah lapisan permukaan bumi yang secara fisik berfungsi sebagai tempat tumbuh dan berkembangnya perakaran penopang tumbuh tegaknya tanaman dan menyuplai kebutuhan air dan udara; secara kimiawi berfungsi sebagai gudang hara dan sumber penyuplai hara atau nutrisi (meliputi: senyawa organik dan anorganik sederhana dan unsur-unsur essensial seperti N, P, K, Ca, Mg, S, Cu, Zn, Fe, Mn, B, dan Cl); dan secara biologi berfungsi sebagai habitat biota (organisme) yang berpartisipasi aktif dalam penyediaan hara tersebut dan zat-zat aditif (pemacu tumbuh, proteksi) bagi tanaman, yang ketiganya secara integral mampu menunjang produktivitas tanah untuk menghasilkan biomass dan produksi baik tanaman pangan, tanaman obat-obatan, industri perkebunan, maupun kehutanan.

Pengertian tentang tekstur tanah adalah banyaknya setiap bagian tanah menurut ukuran partikel-partikelnya ditentukan oleh besarnya butiran tanah. Sehingga pengertian dan definisinya adalah perbandingan antara banyaknya liat, lempung dan pasir yang terkandung dalam tanah.

Badan Pertanahan Nasional mendefinisikan bahwa tekstur tanah adalah keadaan tingkat kehalusan tanah yang terjadi karena terdapatnya perbedaan komposisi kandungan fraksi pasir, debu dan liat yang terkandung pada tanah. Dari ketiga jenis fraksi tersebut partikel pasir mempunyai ukuran diameter paling besar yaitu 2 – 0.05 mm, debu dengan ukuran 0.05 – 0.002 mm dan liat dengan ukuran < 0.002 mm.

Tekstur tanah dapat digolongkan :

  1. Apabila terasa kasar, berarti pasir, pasir geluhan.
  2. Apabila terasa agak kasar, berarti geluh pasiran, dan geluh pasiran halus.
  3. Apabila terasa sedang, berari geluh pasiran sangat halus, geluh, geluh debuan, dan debu.
  4. Agak halus, berarti geluh lempungan, geluh lempung pasiran, dan geluh lempung debuan.
  5. Halus, berari lempung pasiran, lempung debuan, dan lempung.

Penentuan tekstur tanah dapat ditentukan dengan metode analisis kualitatif, dengan merasakan tanah langsung dengan menggunakan jari tangan sehingga dapat diketahui tingkat kehalusan dan kekasarannya. Hal ini disebabkan karena penentuan tekstur tanah merupakan perbandingan fraksi tanah yang meliputi kandungan liat, debu, dan pasir dalam suatu massa tanah yang memiliki bentuk partikel yang berbeda-beda. Bila terasa halus maka tanah memiliki kandungan liat yang dominan dan bila kasar maka kandungan pasirnya dominan.

Penentuan  tekstur tanah dapat menggunakan metode analisis kualitatif.

  1. Tanah entisol dapat digolongkan ke pasir geluhan.
  2. Tanah alfisol digolongkan tanah bertekstur lempung pasiran.
  3. Tanah vertisol, ultisol, dan rendzina termasuk tanah lempung debuan.
  4. Tekstur tanah mempengaruhi sifat fisika tanah.

MAKALAH GEOGRAFI TANAH DAN LINGKUNGAN JUDUL STRUKTUR TANAH

BAB I

PENDAHULUAN

  1. LATAR BELAKANG

Tanah adalah bagian kerak bumi yang tersusun atas mineral dan bahan organik. Tanah sangat berperan dalam kehidupan makhluk hidup di bumi karena tanah membantu pertumbuhan tumbuhan dengan menyediakan hara,air dan unsur-unsur yang di perlukan tumbuhan untuk tumbuh sekaligus sebagai penopang akar tanah juga menjadi habitat hidup bagi makhluk mikroorganisme. Bagi sebagian besar hewan darat, tanah menjadi tempat untuk hidup dan bergerak. Dari segi klimatologi, tanah memegang peranan penting sebagai penyimpan air dan menekan erosi, meskipun tanah sendiri juga dapat tererosi. Komposisi tanah berbeda-beda pada satu lokasi dengan lokasi yang lain. Air dan udara merupakan bagian dari tanah.

Indonesia adalah negara kepulauan dengan daratan yang luas dengan jenis tanah yang berbeda-beda.

Struktur tanah merupakan sifat fisik tanah yang menggambarkan susunan ruangan partikel-partikel tanah yang bergabung satu dengan yang lain membentuk agregat dari hasil proses pedogenesis.

Struktur tanah berhubungan dengan cara di mana, partikel pasir, debu dan liat relatif disusun satu sama lain. Di dalam tanah dengan struktur yang baik, partikel pasir dan debu dipegang bersama pada agregat-agregat (gumpalan kecil) oleh liat humus dan kalsium. Ruang kosong yang besar antara agregat (makropori) membentuk sirkulasi air dan udara juga akar tanaman untuk tumbuh ke bawah pada tanah yang lebih dalam. Sedangkan ruangan kosong yang kecil (mikropori) memegang air untuk kebutuhan tanaman. Idealnya bahwa struktur disebut granular.

Pengaruh struktur dan tekstur tanah terhadap pertumbuhan tanaman terjadi secara langsugung. Struktur tanah yang remah (ringan) pada umumnya menghasilkan laju pertumbuhan tanaman pakan dan produksi persatuan waktu yang lebih tinggi dibandingkan dengan struktur tanah yang padat. Jumlah dan panjang akar pada tanaman makanan ternak yang tumbuh pada tanah remah umumnya lebih banyak dibandingkan dengan akar tanaman makanan ternak yang tumbuh pada tanah berstruktur berat. Hal ini disebabkan perkembangan akar pada tanah berstruktur ringan/remah lebih cepat per satuan waktu dibandingkan akar tanaman pada tanah kompak, sebagai akibat mudahnya intersepsi akar pada setiap pori-pori tanah yang memang tersedia banyak pada tanah remah.

Banyak pakar tanah telah mencoba mengklasifikasikan struktur

tanah, tetapi hingga sekarang belum ada klasifikasi yang dapat diterima secara umum, berangkali karena tidak ada metode pengukuran struktur tanah yang memuaskan, yang diciptakan. Beberapa aspek struktur dapat ditentukan dengan baik, namun belum ada cars untuk memerikan struktur ini secara kuantitatif.

Klasifikasi berikut ini diambil dari berbagai sumber. Klasifikasi ini banyak mengalami penyederhanaan dan penghilangan beberapa sub tipenya.

Klasifikasi menurut bentuk struktur : Struktur sederhana (simple structure), dan Struktur pejal (massive).

Klasifikasi menurut kekerasan agregat dipengaruhi oleh kandungan lengas, banyaknya lempung, jenis/tipe lempung, watak kation yang terjerap, dan kandungan bahan organik.

Klasifikasi menurut ukuran agregat karena agregat-agregat berukuran pasir lebih menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman dibandingkan yang berukuran sangat kecil dan yang sangat besar, maka ukuran agregat meruoakan suatu tolok ukur (kriteria) yang bermanfaat dalam klasifikasi struktur tanah.

Klasifikasi menurut kemantapan, agregat-agregat dapat berbeda menurut kemampuannya dalam bertahan di bawah pengaruh tetesan air hujan atau pembenaman ke dalam air.

Klasifikasi menurut ukuran pori karena akar-akar tanaman dan mikrobia hidup di dalam ruang-ruang pori, maka klasifikasi struktur tanah menurut ukuran porinya dapat diterima akal.

Pembagian jenis tanah yang dilakukan oleh para ilmuan ada berbagai macam. Berikut ini adalah beberapa jenis tanah berdasarkan USDA (United States Department of Agriculture) : Entisols, Histosols, Inceptisols, Verticols, Oxisols, Andisols, Mollisols, dan Ultisols.

Berdasarkan sifat fisik, struktur tanah terbagi dalam Glanurar, Bloky, Platy dan Prisma.

  1. RUMUSAN MASALAH
  2. Apa pengertian tanah ?
  3. Jelaskan definisi struktur tanah ?
  4. Sebutkan dan jelaskan klasifikasi struktur tanah ?
  5. Sebutkan dan jelaskan jenis-jenis struktur tanah ?
  1. TUJUAN

Penulisan makalah ini bertujuan untuk memberiakan pengetahuan serta menambah pemahaman, mengidentifikasi, mengklasifikasikan mengenai beberapa hal tentang struktur tanah antara lain sebagai berikut :

  1. Agar dapat mengetahu definisi tanah.
  2. Agar dapat mengetahui definisi struktur tanah.
  3. Agar dapat mengklaisfikasikan struktur tanah.
  4. Agar dapat mengidentifikasi jenis-jenis struktur tanah.

BAB II

DASAR TEORI

  1. DEFINISI TANAH

Tanah adalah bagian kerak bumi yang tersusun atas mineral dan bahan organik. Tanah sangat berperan dalam kehidupan makhluk hidup di bumi karena tanah membantu pertumbuhan tumbuhan dengan menyediakan hara,air dan unsur-unsur yang di perlukan tumbuhan untuk tumbuh sekaligus sebagai penopang akar tanah juga menjadi habitat hidup bagi makhluk mikroorganisme. Bagi sebagian besar hewan darat, tanah menjadi tempat untuk hidup dan bergerak. Dari segi klimatologi, tanah memegang peranan penting sebagai penyimpan air dan menekan erosi, meskipun tanah sendiri juga dapat tererosi. Komposisi tanah berbeda-beda pada satu lokasi dengan lokasi yang lain. Air dan udara merupakan bagian dari tanah.

  1. DEFINISI STRUKTUR TANAH

Struktur tanah merupakan sifat fisik tanah yang menggambarkan susunan ruangan partikel-partikel tanah yang bergabung satu dengan yang lain membentuk agregat dari hasil proses pedogenesis.

Struktur tanah berhubungan dengan cara di mana, partikel pasir, debu dan liat relatif disusun satu sama lain. Di dalam tanah dengan struktur yang baik, partikel pasir dan debu dipegang bersama pada agregat-agregat (gumpalan kecil) oleh liat humus dan kalsium. Ruang kosong yang besar antara agregat (makropori) membentuk sirkulasi air dan udara juga akar tanaman untuk tumbuh ke bawah pada tanah yang lebih dalam. Sedangkan ruangan kosong yang kecil (mikropori) memegang air untuk kebutuhan tanaman. Idealnya bahwa struktur disebut granular.

  1. KLASIFIKASI STRUKTUR TANAH

Banyak pakar tanah telah mencoba mengklasifikasikan struktur tanah, tetapi hingga sekarang belum ada klasifikasi yang dapat diterima secara umum, berangkali karena tidak ada metode pengukuran struktur tanah yang memuaskan, yang diciptakan. Beberapa aspek struktur dapat ditentukan dengan baik, namun belum ada cars untuk memerikan struktur ini secara kuantitatif.

Klasifikasi berikut ini diambil dari berbagai sumber. Klasifikasi ini banyak mengalami penyederhanaan dan penghilangan beberapa sub tipenya.

Klasifikasi menurut bentuk struktur : Struktur sederhana (simple structure), dan Struktur pejal (massive).

Klasifikasi menurut kekerasan agregat dipengaruhi oleh kandungan lengas, banyaknya lempung, jenis/tipe lempung, watak kation yang terjerap, dan kandungan bahan organik.

Klasifikasi menurut ukuran agregat karena agregat-agregat berukuran pasir lebih menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman dibandingkan yang berukuran sangat kecil dan yang sangat besar, maka ukuran agregat meruoakan suatu tolok ukur (kriteria) yang bermanfaat dalam klasifikasi struktur tanah.

Klasifikasi menurut kemantapan, agregat-agregat dapat berbeda menurut kemampuannya dalam bertahan di bawah pengaruh tetesan air hujan atau pembenaman ke dalam air.

Klasifikasi menurut ukuran pori karena akar-akar tanaman dan mikrobia hidup di dalam ruang-ruang pori, maka klasifikasi struktur tanah menurut ukuran porinya dapat diterima akal.

  1. IDENTIFIKASI STRUKTUR TANAH

Jenis struktur tanah kalau dilihat dari sifat fisik terdiri atas antara lains ebagi berikut :

  1. Struktu tanah berbutir (granular): Agregat yang membulat, biasanya diameternya tidak lebih dari 2 cm. Umumnya terdapat pada horizon A yang dalam keadaan lepas disebut “Crumbs” atau Spherical.
  2. Kubus (Bloky): Berbentuk jika sumber horizontal sama dengan sumbu vertikal. Jika sudutnya tajam disebut kubus (angular blocky) dan jika sudutnya membulat maka disebut kubus membulat (sub angular blocky). Ukuranya dapat mencapai 10 cm.
  3. Lempeng (platy): Bentuknya sumbu horizontal lebih panjang dari sumbu vertikalnya. Biasanya terjadi pada tanah liat yang baru terjadi secara deposisi (deposited).
  4. Prisma: Bentuknya jika sumbu vertikal lebih panjang dari pada sumbu horizontal. Jadi agregat terarah pada sumbu vertikal. Seringkali mempunyai 6 sisi dan diameternya mencapai 16 cm. Banyak terdapat pada horizon B tanah berliat. Jika bentuk puncaknya datar disebut prismatik dan membulat disebut kolumner

BAB III

PEMBAHASAN

  1. DEFINISI TANAH

Tanah adalah bagian kerak bumi yang tersusun atas mineral dan bahan organik. Tanah sangat berperan dalam kehidupan makhluk hidup di bumi karena tanah membantu pertumbuhan tumbuhan dengan menyediakan hara,air dan unsur-unsur yang di perlukan tumbuhan untuk tumbuh sekaligus sebagai penopang akar tanah juga menjadi habitat hidup bagi makhluk mikroorganisme. Bagi sebagian besar hewan darat, tanah menjadi tempat untuk hidup dan bergerak. Dari segi klimatologi, tanah memegang peranan penting sebagai penyimpan air dan menekan erosi, meskipun tanah sendiri juga dapat tererosi. Komposisi tanah berbeda-beda pada satu lokasi dengan lokasi yang lain. Air dan udara merupakan bagian dari tanah.

Indonesia adalah negara kepulauan dengan daratan yang luas dengan jenis tanah yang berbeda-beda. Berikut ini adalah macam-macam / jenis-jenis tanah yang ada di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

  1. Tanah Humus

Tanah humus adalah tanah yang sangat subur terbentuk dari lapukan daun dan batang pohon di hutan hujan tropis yang lebat.

  1. Tanah Pasir

Tanah pasir adalah tanah yang bersifat kurang baik bagi pertanian yang terbentuk dari batuan beku serta batuan sedimen yang memiliki butir kasar dan berkerikil.

  1. Tanah Alluvial / Tanah Endapan

Tanah aluvial adalah tanah yang dibentuk dari lumpur sungai yang mengendap di dataran rendah yang memiliki sifat tanah yang subur dan cocok untuk lahan pertanian.

  1. Tanah Podzolit

Tanah podzolit adalah tanah subur yang umumnya berada di pegunungan dengan curah hujan yang tinggi dan bersuhu rendah / dingin.

  1. Tanah Vulkanik / Tanah Gunung Berapi

Tanah vulkanis adalah tanah yang terbentuk dari lapukan materi letusan gunung berapi yang subur mengandung zat hara yang tinggi. Jenis tanah vulkanik dapat dijumpai di sekitar lereng gunung berapi. Gambaran mengenai tanah vulkanik dapat dilihat pada gambar 1.

TANAH VULKANIS

Sumber : materi-forever.blogspot.com

  1. Tanah Laterit

Tanah laterit adalah tanah tidak subur yang tadinya subur dan kaya akan unsur hara, namun unsur hara tersebut hilang karena larut dibawa oleh air hujan yang tinggi. Contoh : Kalimantan Barat dan Lampung.

  1. Tanah Mediteran / Tanah Kapur

Tanah mediteran adalah tanah sifatnya tidak subur yang terbentuk dari pelapukan batuan yang kapur. Contoh : Nusa Tenggara, Maluku, Jawa Tengah dan Jawa Timur.

  1. Tanah Gambut / Tanah Organosol

Tanah organosol adalah jenis tanah yang kurang subur untuk bercocok tanam yang merupakan hasil bentukan pelapukan tumbuhan rawa. Contoh : rawa Kalimantan, Papua dan Sumatera.

  1. DEFINISI STRUKTUR TANAH

Struktur tanah merupakan sifat fisik tanah yang menggambarkan susunan ruangan partikel-partikel tanah yang bergabung satu dengan yang lain membentuk agregat dari hasil proses pedogenesis.

Gambaran tentang struktur tanah dapat dilihat pada gambar 2.

STRUKTUR TANAH

Sumber : agritechhelp.blogspot.com

Struktur tanah berhubungan dengan cara di mana, partikel pasir, debu dan liat relatif disusun satu sama lain. Di dalam tanah dengan struktur yang baik, partikel pasir dan debu dipegang bersama pada agregat-agregat (gumpalan kecil) oleh liat humus dan kalsium. Ruang kosong yang besar antara agregat (makropori) membentuk sirkulasi air dan udara juga akar tanaman untuk tumbuh ke bawah pada tanah yang lebih dalam. Sedangkan ruangan kosong yang kecil (mikropori) memegang air untuk kebutuhan tanaman. Idealnya bahwa struktur disebut granular.

Pengaruh struktur dan tekstur tanah terhadap pertumbuhan tanaman terjadi secara langsugung. Struktur tanah yang remah (ringan) pada umumnya menghasilkan laju pertumbuhan tanaman pakan dan produksi persatuan waktu yang lebih tinggi dibandingkan dengan struktur tanah yang padat. Jumlah dan panjang akar pada tanaman makanan ternak yang tumbuh pada tanah remah umumnya lebih banyak dibandingkan dengan akar tanaman makanan ternak yang tumbuh pada tanah berstruktur berat. Hal ini disebabkan perkembangan akar pada tanah berstruktur ringan/remah lebih cepat per satuan waktu dibandingkan akar tanaman pada tanah kompak, sebagai akibat mudahnya intersepsi akar pada setiap pori-pori tanah yang memang tersedia banyak pada tanah remah. Selain itu akar memiliki kesempatan untuk bernafas secara maksimal pada tanah yang berpori, dibandiangkan pada tanah yang padat. Sebaliknya bagi tanaman makanan ternak yang tumbuh pada tanah yang bertekstur halus seperti tanah berlempung tinggi, sulit mengembangkan akarnya karena sulit bagi akar untuk menyebar akibat rendahnya pori-pori tanah. Akar tanaman akan mengalami kesulitan untuk menembus struktur tanah yang padat, sehingga perakaran tidak berkembang dengan baik. Aktifitas akar tanaman dan organisme tanah merupakan salah satu faktor utama pembentuk agregat tanah.

Kedalaman atau solum, tekstur, dan struktur tanah menentukan besar kecilnya air limpasan permukaan dan laju penjenuhan tanah oleh air. Pada tanah bersolum dalam (>90 cm), struktur gembur, dan penutupan lahan rapat, sebagian besar air hujan terinfiltrasi ke dalam tanah dan hanya sebagian kecil yang menjadi air limpasan permukaan (longsor). Sebaliknya, pada tanah bersolum dangkal, struktur padat, dan penutupan lahan kurang rapat, hanya sebagian kecil air hujan yang terinfiltrasi dan sebagian besar menjadi aliran permukaan (longsor). Pembentukan Agregat menurut Gedroits (1955) ada dua tingkatan pembentuk agregat tanah, yaitu:

  1. Kaogulasi koloid tanah (pengaruh Ca2+) kedalam agregat tanah mikro.
  2. Sementasi (pengikat) agregat mikro kedalam agregat makro.
    Teori pembentukan tanh berdasarkan flokulasi dapat terjadi pada tanah yang berada dalam larutan, misal pada tanah yang agregatnya telah dihancurkan oleh air hujan atau pada tanah sawah. Menurut utomo dan Dexter (1982) menyatakan bahwa retakan terjadi karena pembengkakan dan pengerutan sebagai akibat dari pembasahan dan pengeringan yang berperan penting dalam pembentukan agregat.

Dapat diambil kesimpulan bahwa agregat tanah terbentuk sebagai akibat adanya interaksi dari butiran tunggal, liat, oksioda besi/ almunium dan bahan organik. Agregat yang baik terbentuk karena flokuasi maupun oleh terjadinya retakan tanah yang kemudian dimantapkan oleh pengikat (sementasi) yang terjadi secara kimia atau adanya aktifitas biologi.

Faktor yang mempengaruhi pembentukan agregat:

  1. Bahan Induk

Variasi penyusun tanah tersebut mempengaruhi pembentukan agregat-agregat tanah serta kemantapan yang terbentuk. Kandungan liat menentukan dalam pembentukan agregat, karena liat berfungsi sebagai pengikat yang diabsorbsi pada permukaan butiran pasir dan setelah dihidrasi tingkat reversiblenya sangat lambat. Kandungan liat > 30% akan berpengaruh terhadap agregasi, sedangakan kandungan liat < 30% tidak berpengaruh terhadap agregasi.

  1. Bahan organik tanah

Bahan organik tanah merupakan bahan pengikat setelah mengalami pencucian. Pencucian tersebut dipercepat dengan adanya organisme tanah. Sehingga bahan organik dan organisme di dalam tanah saling berhubungan erat.

  1. Tanaman

Tanaman pada suatu wilayah dapat membantu pembentukan agregat yang mantap. Akar tanaman dapat menembus tanah dan membentuk celah-celah. Disamping itu dengan adanya tekanan akar, maka butir-butir tanah semakin melekat dan padat. Selain itu celah-celah tersebut dapat terbentuk dari air yang diserp oleh tnaman tesebut.

  1. Organisme tanah

Organisme tanah dapat mempercepat terbentuknya agregat. Selain itu juga mampu berperan langsung dengan membuat lubang dan menggemburkna tanaman.Secara tidak langsung merombak sisa-sisa tanaman yang setelah dipergunakan akan dikeluarlan lagi menjadi bahan pengikat tanah.

  1. Waktu

Waktu menentukan semua faktor pembentuk tanah berjalan. Semakin lama waktu berjalan, maka agregat yang terbentuk pada tanah tersebut semakin mantap.

  1. Iklim

Iklim berpengaruh terhadap proses pengeringan, pembasahan, pembekuan, pencairan. Iklim merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap pembentukan agregat tanah.

  1. KLASIFIKASI STRUKTUR TANAH

Banyak pakar tanah telah mencoba mengklasifikasikan struktur tanah, tetapi hingga sekarang belum ada klasifikasi yang dapat diterima secara umum, berangkali karena tidak ada metode pengukuran struktur tanah yang memuaskan, yang diciptakan. Beberapa aspek struktur dapat ditentukan dengan baik, namun belum ada cars untuk memerikan struktur ini secara kuantitatif.

Klasifikasi berikut ini diambil dari berbagai sumber. Klasifikasi ini banyak mengalami penyederhanaan dan penghilangan beberapa sub tipenya.

  1. Klasifikasi Menurut Bentuk Struktur :
  2. Struktur sederhana (simple structure) bidang-bidang belahan alaminya tidak ada atau kurang jelas.
  • Struktur berbutir tunggal (loose): Ini umumnya terjadi hanya di dalam pasir dan debu yang kandungan bahan organiknya rendah. Di dalam pasir struktur berbutir tunggal ini memungkinkan aerasi dan gerakan air kapiler berlangsung secara maksimum. Di dalam tanah-tanah yang lainnya keadaansemacam ini justru sangat dikehendaki karena berarti adanya pori-pori besar yang diperlukan bagi aerasi yang baik.
  • Struktur pejal (massive) : Struktur pejal mirip dengan struktur berbutir tunggal, kecuali bahwa struktur pejal ini kompak (mampat,rapat). Contoh struktur pejal ini antara lain kerak-kerak tanah yang mampat, lapisan bajak, dan lapisan-lapisan olah.
  1. Struktur gabungan (compound) : bidang-bidang belahan alaminya jelas. Bentuk bongkahan individual tanah yang berstruktur gabungan ini dapat diperikan menurut panjang nisbi sumbu-sumbu vertikal dan horisontal dan bentuk ujungnya. bentuk bongkahan tersebut adalah :
    • Sruktur seperti kubus, sumbu vertikal dan horisontalnya sama panjang.
    • Struktur tiang (kolumner), berbentuk prisma,sumbu vertikal lebih panjang dibandingkan sumbu horisontal. bidang belahan mendatarnya lebih banyak (merajai).
    • Struktur lempeng (pipih), sumbu horisontal lebih panjang daripada sumbu vertical bidang belahan horisontal lebih banyak.

Dilihat dari bentuk kontur ujung bongkahannya,  maka struktur tanah dapat dipilahkan menjadi :

  1. Menyudut (angular),sudut dan ujungnya tajam dan jelas.
  2. Agak menyudut (subangular), sudutnya tumpul, ujungnya tajam.
  3. Butiran (granular), baik sudut maupun ujungnya tumpul, ujung yang tajam umumnya sebagi akibat adanya kakas (gaya) fisika, seperti pembasahan dan pengeringan atau pembekuan dan pencairan, sedangkan permukaan permukaan yang tumpul disebabkan oleh bahan asal atau pengaruh organik.
  1. Klasifikasi Menurut Kekerasan Agregat

Kekerasan agregat dipengaruhi oleh kandungan lengas, banyaknya lempung, jenis/tipe lempung, watak kation yang terjerap, dan kandungan bahan organik.  Kandungan lengas yang tinggi, lempung kaolinit, kation bervalensi dua, dan tingginya kandungan bahan organic menyebabkan agregat agregat tersebut nisbi lunak.Karena kandungan lengas merupakan pengaruh yang menonjol terhadap kekerasan tanah, maka kekerasan agregat hendaknya dibandingkan pada tegangan lengas yang sama.

  1. Klasifikasi Menurut Ukuran Agregat

Karena agregat-agregat berukuran pasir lebih menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman dibandingkan yang berukuran sangat kecil dan yang sangat besar, maka ukuran agregat meruoakan suatu tolok ukur (kriteria) yang bermanfaat dalam klasifikasi struktur tanah. Perlu dicatat bahwa suatu tanah yang tersusun sama sekali dari zarah-zarah berukuran debu atau agregat-agregat, tidak dapat diatus (didrainasekan) oleh kakas gravitasi, karena pori-porinya terlampau kecil (halus). Ini memerlukan suatu tegangan sebesar 1/2 atmosfer untuk mengosongkan sebuah pori yang bergaris tengah 0,006 mm. Sebagian besar pori-pori di dalam debu murni berukuran lebih kecil dari ini.

  1. Klasifikasi Menurut Kemantapan

Agregat-agregat dapat berbeda menurut kemampuannya dalam bertahan di bawah pengaruh tetesan air hujan atau pembenaman ke dalam air. Kemantapan ini bergantung kepada kandungan lempung, tingkat penjonjotan (flocculation), ikatan-ikatan bahan organic-inorganik, perekat mikrobia terhadap agregat-agregat, dan adanya bahan-bahan perekat mineral, misalnya oksida-oksida besi dan alumunium.

  1. Klasifikasi Menurut Ukuran Pori

Karena akar-akar tanaman dan mikrobia hidup di dalam ruang-ruang pori, maka klasifikasi struktur tanah menurut ukuran porinya dapat diterima akal. Persentase agihan uang pori dari berbagai ukuran dapat ditentukandengan cara menghilangkan air dari suatu contoh tanah yang telah dijenuhi dengan air. Data yang dihasilkan bila diplot ke dalam suatu kurve pelepasan lengas tanah akan memberikan suatu gambaran yangbagus tentang pola struktur suatu tanah.

  1. IDENTIFIKASI STRUKTUR TANAH

Jenis struktur tanah kalau dilihat dari sifat fisik terdiri atas antara lains ebagi berikut :

  1. Struktur tanah berbutir (granular): Agregat yang membulat, biasanya diameternya tidak lebih dari 2 cm. Umumnya terdapat pada horizon A.

STRUKTUR TANAH BERBUTIR (GRANULAR)

Sumber : http://helmysuhendar.blogspot.com.es/2013/03/makalah-tanah-struktur-jenis-teksture.html

  1. Kubus (Bloky): Berbentuk jika sumber horizontal sama dengan sumbu vertikal. Jika sudutnya tajam disebut kubus (angular blocky) dan jika sudutnya membulat maka disebut kubus membulat (sub angular blocky). Ukuranya dapat mencapai 10 cm.

STRUKTUR TANAH KUBUS (BLOKY)

Sumber : http://helmysuhendar.blogspot.com.es/2013/03/makalah-tanah-struktur-jenis-teksture.html

  1. Lempeng (platy): Bentuknya sumbu horizontal lebih panjang dari sumbu vertikalnya. Biasanya terjadi pada tanah liat yang baru terjadi secara deposisi (deposited).

STRUKTUR TANAH LEMPENG (PLATY)

Sumber : http://helmysuhendar.blogspot.com.es/2013/03/makalah-tanah-struktur-jenis-teksture.html

  1. Prisma: Bentuknya jika sumbu vertikal lebih panjang dari pada sumbu horizontal. Jadi agregat terarah pada sumbu vertikal. Seringkali mempunyai 6 sisi dan diameternya mencapai 16 cm. Banyak terdapat pada horizon B tanah berliat. Jika bentuk puncaknya datar disebut prismatik dan membulat disebut kolumner.

STRUKTUR TANAH PRISMA

Sumber : http://helmysuhendar.blogspot.com.es/2013/03/makalah-tanah-struktur-jenis-teksture.html

BAB IV

PENUTUP

Tanah adalah bagian kerak bumi yang tersusun atas mineral dan bahan organik.

Struktur tanah merupakan sifat fisik tanah yang menggambarkan susunan ruangan partikel-partikel tanah yang bergabung satu dengan yang lain membentuk agregat dari hasil proses pedogenesis.

Klasifikasi berikut ini diambil dari berbagai sumber. Klasifikasi ini banyak mengalami penyederhanaan dan penghilangan beberapa sub tipenya.

Klasifikasi menurut bentuk struktur : Struktur sederhana (simple structure), dan Struktur pejal (massive).

Klasifikasi menurut kekerasan agregat dipengaruhi oleh kandungan lengas, banyaknya lempung, jenis/tipe lempung, watak kation yang terjerap, dan kandungan bahan organik.

Klasifikasi menurut ukuran agregat karena agregat-agregat berukuran pasir lebih menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman dibandingkan yang berukuran sangat kecil dan yang sangat besar, maka ukuran agregat meruoakan suatu tolok ukur (kriteria) yang bermanfaat dalam klasifikasi struktur tanah.

Klasifikasi menurut kemantapan, agregat-agregat dapat berbeda menurut kemampuannya dalam bertahan di bawah pengaruh tetesan air hujan atau pembenaman ke dalam air.

Klasifikasi menurut ukuran pori karena akar-akar tanaman dan mikrobia hidup di dalam ruang-ruang pori, maka klasifikasi struktur tanah menurut ukuran porinya dapat diterima akal.

Berdasarkan sifat fisik, struktur tanah terbagi dalam Glanurar, Bloky, Platy dan Prisma.